INDONESIAKININEWS.COM - Beginilah nasib Kades Kohod, Arsin, setelah kelakuannya terkait Sertifikat HGB area di pagar laut Tangerang dibongk...
INDONESIAKININEWS.COM - Beginilah nasib Kades Kohod, Arsin, setelah kelakuannya terkait Sertifikat HGB area di pagar laut Tangerang dibongkar warga.
Kades Kohod kini sama sekali tak merespon saat dihubungi wartawan.
Kondisi rumahnya juga sepi.
Panggilan telepon dan pesan WhatsApp yang dikirim ke Arsin juga tidak mendapat respons.
Kompas.com kemudian mencoba mendatangi rumah Arsin di Kampung Kohod pada Selasa (28/1/2025), namun tidak berhasil menemui Arsin.
Dua orang pria yang sedang bermain catur di teras rumah Arsin mengaku tidak mengetahui keberadaannya.
"Tidak tahu saya hanya numpang main catur," kata salah satu pria tersebut, melansir dari Kompas.com.
Pencarian lanjutan dilakukan dengan mengunjungi Kantor Desa Kohod, namun kantor tersebut ditemukan dalam keadaan tertutup.
Pintu dan pagar kantor desa terkunci saat Kompas.com datang, dan tidak ada aktivitas yang terlihat di lokasi tersebut.
Beberapa warga yang ditemui juga mengaku tidak tahu keberadaan Arsin.
Menurut mereka, Arsin jarang muncul sejak kasus lahan pagar laut mencuat.
Warga Kohod mengungkapkan, Arsin hanya terlihat saat kunjungan Menteri Nusron, tetapi datang terlambat.
"Infonya sih memang tidak diundang," kata Obos, salah satu warga setempat.
Setelah pertemuan tersebut, Arsin tidak tampak lagi di lapangan atau bertemu langsung dengan warga untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.
Informasi yang berkembang di kalangan warga juga menyebutkan bahwa Arsin saat ini tengah diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Infonya sih memang sedang diperiksa Kejagung," ujar Obos, menambahkan.
Masyarakat Kohod kini berharap klarifikasi lebih lanjut mengenai keberadaan Arsin serta permasalahan terkait lahan pagar laut yang telah menjadi sorotan publik.
Proses hukum yang melibatkan Kejaksaan Agung juga turut menarik perhatian, menambah ketidakpastian terkait nasib Kepala Desa Kohod ini.
Sebelumnya, terungkap pengakuan sejumlah warga yang membongkar peran Kades Kohod, Arsin, di balik Sertifkat HGB area di Pagar Laut Tangerang.
Salah satunya Nasarudin, warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang mengungkap adanya kepemilikan SHGB atas nama anaknya yang tidak sesuai.
Kalau saat ini ada penerbitan SHGB, Nasarudin mengaku dirugikan.
Lalu, ada juga Khaerudin yang sempat melakukan audiensi dengan staf ATR/BPN terkait adanya sertifikat di pagar laut.
Ia mengaku sudah sempat melaporkan kasus SHGB area di pagar laut Tangerang ini ke ATR dan KPK.
Dan terbaru ada Henri Kusuma, pendamping warga Kohod dalam polemik pagar laut Tangerang.
Dijelaskan Henri, kades kohod ini mengerahkan staf desa bahkan RT/RW untuk membuat sertifikat di area pagar laut tersebut.
Berikut ulasan selengkapnya pengakuan sejumlah warga terkait peran Kades Kohod.
Nasarudin, warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang mengungkap adanya kepemilikan SHGB atas nama anaknya yang tidak sesuai.
Narasudin mengungkap, nama anaknya, Nasrullah masuk dalam daftar pemilik SHGB di area pagar laut Tangerang.
Tak tanggung-tanggung, di SHGB itu, anaknya tercatat memiliki lahan seluas 1,4 hektar.
Dan, dalam keterangannya disebutkan bahwa lahan itu dimiliki sang anak yang berusia 18 tahun dari hasil warisan.
"Ini keterangan waris. Berarti saya sudah dianggap mati. Padahal saya masih hidup," kata Narasudin dikutip dari tayangan youtube Liputan 6, pada Senin (27/1/2025).
Nasarudin mengaku baru tahu adanya SHGB atas nama anaknya itu, belum lama ini.
Dia memastikan SHGB itu tidak benar, karena kenyataannya dia tidak memiliki lahan di area laut.
"Saya sama sekali gak punya (lahan) pak, se-meter pun gak punya. Di darat pun gak punya, apalagi di laut," tegasnya.
Kalau saat ini ada penerbitan SHGB, Nasarudin mengaku dirugikan.
"Saya gak terima ini," katanya.
Nasarudin pun mengungkap awal mula ada pihak keluarahan yang tiba-tiba meminjam KTP anaknya.
"Diambil begitu, saja. Tahu-tahunya begini (muncul SHGB atas nama anaknya)," tandasnya.
Di bagian lain, Khaerudin, perwakilan warga mengaku telah melaporkan soal sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut ke Kementrian ATR/BPN serta KPK, pada 10 September 2024 lalu.
Khaerudin bercerita, kala itu sejumlah warga Desa dan kuasa hukum, sempat melakukan audiensi dengan staf ATR/BPN terkait adanya sertifikat di pagar laut.
"Kami sudah melapor ke ATR dan KPK pada 10 September. Kami sudah melapor. Masalah patok laut sama sertifikat laut," kata dia..
"Kami juga ke Kementerian ATR, kebetulan waktu itu saya audiensi sama lawyer kami. Nah di situ ditemui sama stafnya aja. Bahkan mereka pun mengatakan tidak tahu. Padahal kami sudah bawa bukti. Itu ada pagar laut, kami bawa fotonya, kemudian sertifikat juga saya bawa," tambahnya.
Khaerudin menjelaskan, salah satu sertifikat yang dibawa sebagai barang bukti, atas nama Nasrullah.
"Sertifikat itu atas nama Nasrullah. Nasrullah itu masih mempunyai seorang ayah, tetapi di sertifikat itu dikatakan bahwa beliau itu sudah meninggal, ahli waris. Sertifikatnya ada di kami, bukti-buktinya sudah ada di kami, sudah dilaporkan juga," papar dia.
Terkait adanya 50 SHGB dan SHM yang digagalkan Menteri ATR/BPN pada Jumat 24 Januari 2025 kemarin, Khaerudin mengaku senang.
Dia pun meminta pemerintah jangan hanya membatalkan SHGB dan SHM, namun juga menindak pihak yang terlibat.
"Kami sangat berterima kasih sekali. Jangan sampai dibatalkan saja, kami mohon ditindak. Karena ini sudah menjual laut ini, kan milik negara, milik umum. Kenapa dijual belikan, dijadikan sertifikat-sertifikat," ungkapnya.
Khaerudin juga menentang keras soal adanya pernyataan pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang hasil swadaya masyarakat.
"Itu bohong, hoax, kami selaku warga bisa memastikan kalau narasi itu hoax," kata Khaerudin perwakilan warga Desa Kohod kepada wartawan, Sabtu (25/1/2025).
Khaerudin mengatakan, pihak yang menyampaikan narasi itu bukanlah nelayan, melainkan staf desa.
Dia pun mengaku sakit hati usai staf desa yang mengaku nelayan itu menyatakan pagar laut hasil swadaya masyarakat.
"Saya bisa memastikan, yang klarifikasi itu adalah staf desa, kami ini sakit hati, kami yang merasakan sebagai nelayan," ungkap Khaerudin.
Sumber: Surya.co.id
Sumber: Surya.co.id