INDONESIAKININEWS.COM - Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo akhirnya turun gunung meramaikan isu seputar Pilpres 2024. Seperti diketahui, s...
INDONESIAKININEWS.COM - Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo akhirnya turun gunung meramaikan isu seputar Pilpres 2024.
Seperti diketahui, saat ini sedang ramai isu bahwa capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan akan jadi tersangka KPK untuk kasus korupsi Formula E.
Jika benar, maka kemungkinan besar mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan gagal nyapres di Pilpres 2024.
Menyikapi isu tersebut, Gatot pun menyatakan jangan gegabah.
Sebab, dampaknya bisa fatal, persatuan dan kesatuan bangsa bisa goyang.
Menurut Gatot, jika Pilpres 2024 hanya terdapat dua calon yakni Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, maka oposisi tak terwakili.
"Saya yakin orang yang paham dengan politik tidak berani," kata Gatot di Aljazeerah Restaurant dan Function Hall, Jakarta Timur, Rabu (21/6/2023).
Baca juga: Tim Delapan Pastikan Bakal Calon Wakil Presiden Anies Baswedan akanTimbulkan Kontroversi
"Mengapa? Karena kalau yang maju hanya dari rezim, Menteri Pertahanan dan Gubernur Jawa Tengah, berarti kaum oposisi tak terwakili, sangat berbahaya," imbuhnya.
Dia menegaskan bahwa pernyataan itu bukan merupakan kampanye, melainkan sebuah teori.
Menurut Gatot, jika dua tokoh tersebut yang melenggang di kontestasi Pilpres 2024, Indonesia akan mengalami kesulitan.
"Kita akan mengalami hal yang sulit karena demokrasi di mana pun di dunia pasti antara rezim itu bermasalah, besar kecilnya tergantung disiplin atau tidak berdemokrasi," katanya.
Baca juga: Denny Indrayana Dapat Kabar KPK Mainkan Korupsi Formula E, Anies Baswedan: Tergantung Tafsir
Menurut Gatot, kesulitan itu bagaimana oposisi berperan sebagai pengontrol.
Semakin demokrasi dikriminalisasi, maka akan semakin besar pula oposisi.
"Saya yakin elit-elit politik tidak berani melakukan ini, karena akan bermasalah terus sepanjang perjalanan bangsa ini, karena tidak mungkin yang kecil mengkooptasi yang besar," ucap Gatot.
Ia lantas menyingung hasil poling generasi milenial yang menyatakan sebanyak 60 persen apatis terhadap pemerintah.
"Kalau 60 persen tarolah setengahnya dari 30 persen tidak memilih, maka siapapun yang jadi presiden dia tidak memiliki legalitas," tegasnya.
"Maka pemilihan presiden, gubernur, bupati semuanya satu jadi mayoritas," imbuhnya.
Padahal, kata dia, legitimasi suatu negara yang berdasarkan demokrasi tergantung pada legitimasi dari rakyat yang mayoritas.
Jika legitimasi ditarik oleh minoritas, maka demokrasi tak akan berjalan dan justru akan sibuk dengan berbagai kekacauan.
Ia menuturkan hal itu terjadi lantaran sekecil apapun program yang dilakukan oleh pemerintah terkait demokrasi, harus mendapat legalitas dari mayoritas.
Gatot menyebut partisipasi suara kaum milenial turut berperan dalam memberikan legalitas.
"Sangat berbahaya kalau partispasi para kaum milenial yang 60 persen ini dalam pemilu sangat minim, berarti legalitas siapapun yang menang tidakakan kuat," pungkas Gatot.
Cebong Kampret
Secara terpisah, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengingatkan jajarannya untuk menjaga stabilitas keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas) selama Pemilu 2024.
Kapolri berharap polarisasi masyarakat selama Pemilu 2019 tidak kembali terulang di tahun depan.
Ia pun menggambarkan situasi selama Pemilu 2019. Listyo Sigit mencontohkan, saat itu muncul kelompok-kelompok dengan istilah kampret, kadrun hingga cebong.
"Mungkin kalau rekan-rekan melihat di medsos (media sosial) ada cebong, ada kampret, ada kadrun. Terus, sekarang apa lagi? Jadi itu terus terjadi di grassroot. Mungkin di elite itu segera mudah, hari ini berantem, besok salaman, rangkul-rangkulan, tapi di bawah tidak," kata Listyo Sigit dalam Upacara Wisuda STIK Tahun 2023, Rabu (21/6/2023), seperti dikutip dari kanal YouTube Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian.
Menurutnya, awal sebelum Pemilu 2019, Indonesia menjadi negara dengan polarisasi paling rendah di Asia Tenggara.
Tetapi, setelah Pemilu 2019, polarisasi masih terasa. Hal tersebut, kata Listyo Sigit, membuat nilai-nilai positif di masyarakat mulai luntur.
Padahal, masyarakat Indonesia terkenal ramah, persaudaraannya tinggi, menghormati kebergaman, menjaga keberagaman, serta menjaga persatuan dan kesatuan.
"Sehingga di Pemilu 2024 ini, saya harapkan yang terjadi di tahun 2019 bisa kita tekan," ujarnya.
Mantan Kabareskrim itu juga menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu mengingatkan agar semua pihak siap melaksanakan pemilu serentak tahun 2024.
Apalagi, saat ini provinsi di Tanah Air sudah resmi bertanbah menjadi 38.
"Jumlah pemilihnya juga bertambah, parpol (partai politik) nya juga bertambah sehingga tentunya ini menjadi tugas berat," katanya.
Lebih lanjut, Listyo Sigit juga menyatakan telah melakukan koordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mempersiapkan petugas yang sehat selama pelaksanaan Pemilu 2024.
Sebab, di Pemilu 2019, ada sekitar 5.175 petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sakit, 894 meninggal dunia. Jumlah itu juga termasuk anggota Polri.
"Karena pada saat petugas ada masalah, tahapan dilaksanakan, maka kecenderungan terjadi kecurangan akan muncul. Apalagi, kalau saksi yang dibutuhkan tidak ada di wilayah-wilayah terpencil," kata Listyo Sigit.
Untuk diketahui, Pemilu akan dilakukan pada 14 Februari 2024. Saat itu, bakal juga digelar pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) serentak.
Sedangkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) bakal digelar serentak pada tanggal 27 November 2024.
Sumber: WartaKota