INDONESIAKININEWS.COM - Bupati Kepulauan Meranti, M Adil ngamuk ke Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Lucky Alfir...
Adil pun sempat menghardik anak buah Sri Mulyani itu dengan mempertanyakan orang di Kemenkeu apakah berisi iblis atau setan.
Hal itu disampaikan Adil saat rapat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah se Indonesia di Pekanbaru Kamis (9/12) kemarin. Hadir dalam kesempatan itu Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi Pembangunan, Laode Ahmad; Gubernur Riau Syamsuar; Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Mendagri Agus Fatoni.
Semula kegiatan berjalan lancar membahas soal pendapatan daerah dan daerah yang jadi penghasil. Setelah pemaparan, panitia membuka sesi tanya jawab kepada peserta yang hadir.
Kesempatan itulah yang digunakan Adil untuk bertanya soal dana bagi hasil (DBH) minyak di Kepulauan Meranti kepada Kemendagri dan Kemenkeu.
"Saya tadi sedikit protes pidato pak gubernur bahwa ada penurunan DBH di Provinsi Riau. Mungkin secara umum ada ya, tapi di tempat saya itu DBH bukan malah menurun. Minyak kami itu malah bertambah banyak," kata Adil membuka diskusi dan pertanyaan seperti terlihat di tanyangan Youtube resmi Diskominfotik Provinsi Riau dilihat hari ini, Sabtu (10/12/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Adil menilai Meranti mendapat 8000 barel/d minyak. Namun Adil tidak mendapat penjelasan terkait hasil tersebut dari Kemenkeu yang seharusnya mereka terima.
Adil pun mulai kesal karena permintaan untuk berdiskusi itu justru ditawarkan lewat online atau virtual. Hal itu berbeda saat dia ingin berdiskusi langsung pada Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Ini untuk pak Dirjen ketahui, berulang kali saya sampai 3 kali menyurati ibu menteri (Menkeu Sri Mulyani) untuk audiensi. Tapi alasannya Menteri Keuangan mintanya online, online, online. Kalau dituntut untuk pendapatan bertambah, untuk kami sudah bertambah cukup besar. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline," katanya
Adil mengaku tahun 2022 ini DBH minyak dapat Rp 114 miliar. Namun waktu itu hitungannya 60 dollar/barel pada perencanaan pembahasan APBD-nya. Di tahun 2023 pembahasan APBD naik usai dapat mengikuti nota pidato Presiden Joko Widodo di mana 1 barel 100 dollar.
Adil pun kesal karena saat rapat bareng Kemenkeu tidak bisa menyampaikan keluhannya. Namun setelah didesak, barulah diterima DBH 100 dollar per barel.
"Kemarin waktu zoom dengan Kemenkeu tidak bisa menyampaikan dengan terang. Didesak, desak, desak barulah menyampaikan dengan terang bahwa 100 dollar/barel," katanya.
"Sampai ke Bandung saya kejar Kemenkeu, juga tidak dihadiri oleh yang kompeten. Itu yang hadiri waktu itu entah staf atau apalah. Sampe pada waktu itu saya ngomong 'Ini orang keuangan isinya ini iblis atau setan'," kata Adil.
Tak puas, Adil pun mengejar perwakilan Kemenkeu dalam rapat koordinasi nasional di Pekanbaru. Namun justru ia mendapati adanya perbedaan dari hasil minyak bumi di Meranti.
"Hari ini pak, saya kejar lagi bapak ke sini (Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman). Saya mau tahu kejelasannya, apakah penyusunan APBD 2023 pakai asumsi yang mana, 60 dollar atau 80 dollar yang bapak sampaikan atau 100 dollar sesuai pidato Pak Jokowi yang benar. Ini ada tiga saya cermati tadi," kata Adil.
Emosi Adil pun terus memuncak, sampai akhirnya ia minta diberikan surat agar tak ada lagi pengeboran minyak di Meranti. Ia mengaku tak masalah daerahnya tidak ada pengeboran minyak bumi.
"Minyak Meranti naik besar sekali, minyak tahun ini 13 sumur dibor. Untuk 2023 itu tambahan 19 sumur, berarti Meranti itu bukan targetnya 1 hari 9000 barel/d. Ini untuk pak Dirjen ketahui. Jadi kalau seandainya kami naik penghasilan besar dianggap penurunan. Saya berharap nanti bapak keluarkan surat untuk penghentian pengeboran minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu, nggak apa-apa, kami juga masih bisa makan. Dari pada uang kami dihisap sama pusat," kata Adil tegas.
Adil yang sempat bersitegang dengan Gubernur Syamsuar mengaku protes itu bukan tanpa alasan. Sebab, Kepulauan Meranti adalah daerah termiskin di Riau saat ini.
"Ini untuk pak Lucky ketahui, kami di Riau ini 25,68 persen miskin plus ekstrem. Miskin terbanyak itu di Meranti, tetapi kok teganya minyak kami, duit kami tidak diberikan. Bagaimana cara penghitungannya yang pas, hampir 8000 bare/d mulai bulan Juni semenjak konflik Rusia," katanya.
Bahkan Adil mengaku pendapatan DBH tahun ini hanya Rp 700 juta saja. Padahal, dia menilai hasil minyak yang digarap pemerintah pusat naik drastis.
"Tahun ini kami menerima cuma Rp 115 miliar, naiknya cuma Rp 700 juta saja. Ligting naik, asumsi 1000 barel/dollar lah kok naiknya cuma Rp 700 juta, ini untuk diketahui," katanya.
S: detik