INDONESIAKININEWS.COM - Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (KOPAJA) melayangkan surat peringatan (SP) 1 untuk Gubernur DKI Anies Baswedan. A...
Anggota KOPAJA dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan SP 1 itu diberikan oleh perwakilan puluhan komunitas warga Ibu Kota yang haknya dilanggar.
"SP 1 tersebut berisi tuntutan penuntasan sembilan permasalahan krusial di DKI Jakarta dalam enam bulan terakhir masa kepemimpinannya yang akan berakhir pada Oktober 2022," kata dia di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat, 22 April 2022.
KOPAJA terdiri dari sembilan komunitas dan kelompok warga. Mereka adalah penggugat citizen lawsuit polusi udara, Paralegal Komunitas, KIARA, warga Rusunami Citra Garden, dan korban pembebanan biaya perawatan Covid-19. Warga nelayan Muara Angke, warga Pancoran, RUJAK, dan LBH Jakarta juga tergabung di dalamnya.
Mereka mengajukan 9 tuntutan kepada Anies. Tuntutan pertama soal buruknya kualitas udara Jakarta. Menurut Jeanny, pemerintah DKI belum melakukan upaya optimal pasca putusan gugatan warga negara atas polusi udara Jakarta.
Buktinya, tutur dia, status Buku Mutu Udara Ambien (BMUA) jauh di bawah ambang batas sehat. Selain itu, upaya teknis yang berjalan tak dapat diukur apalagi teruji. Hasil pengawasan polusi udara tidak transparan.
Tuntutan kedua, sulitnya akses air bersih karena swastanisasi air. Sejak pemerintah DKI bekerja sama dengan pihak swasta pada 6 Juni 1997, warga khususnya kelompok ekonomi ke bawah dirugikan. Perusahaan itu adalah PT PAM Lyonnaise (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya yang kini bernama Aetra.
Tarif air menjadi mahal, tapi berbau dan berasa. Jangkauan air bersih juga baru mencapai 62 persen. Artinya, belum seluruh warga Jakarta mendapatkan akses air bersih.
Ketiga, penanganan banjir belum mengacu pada masalahnya.
Keempat, pemerintah DKI dianggap tak serius memperluas akses terhadap bantuan hukum. Jeanny menyoroti belum adanya Peraturan Daerah DKI tentang Bantuan Hukum yang diwacanakan sejak 2014.
Kelima, lemahnya perlindungan terhadap masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Jakarta. "Publik Jakarta tidak bisa mengakses pantai bersih cuma-cuma dari total 32 kilometer garis pantai," ujar dia.
Keenam, reklamasi masih berlanjut. Anies dianggap tak memenuhi janji politiknya untuk menghentikan pembangunan pulau palsu. Buktinya, di kepemimpinan Anies, izin reklamasi Pulau C, D, dan G tidak dicabut. Anies telah mengubah nama pulau ini menjadi Pantai Kita, Maju, dan Bersama.
Ketujuh, isu hunian layak masih menjadi masalah. "Hingga hari ini rasanya memiliki hunian yang layak di DKI Jakarta hanya menjadi angan semata bagi warga DKI Jakarta," jelas Jeanny.
Kedelapan, masih ada penggusuran paksa di Jakarta. Menurut dia, jumlah penggusuran di era Anies memang berkurang ketimbang pemimpin Ibu Kota sebelumnya.
Akan tetapi, pola penggusuran yang melanggar hak asasi manusia (HAM) masih terjadi. Penggusuran itu misalnya dilakukan di wilayah Pancoran Buntu II, Kapuk Poglar, Kebun Sayur, dan Tembok Bolong.
Kesembilan, penanganan pandemi Covid-19 belum maksimal. Jeanny memaparkan angka pengetesan sampel tidak sesuai target. Pendidikan tatap muka juga digelar terburu-buru.
"Koalisi warga menolak politisasi terhadap isu publik dan menuntut Anies Baswedan selaku pejabat publik secara serius menuntaskan persoalan tersebut secara struktural dan berkelanjutan," jelas dia.
S:Tempo