INDONESIAKININEWS.COM - Advokat Perekat Nusantara menduga ada kekuatan mafia besar yang berusaha "membunuh" inovasi yang dilakuka...
INDONESIAKININEWS.COM - Advokat Perekat Nusantara menduga ada kekuatan mafia besar yang berusaha "membunuh" inovasi yang dilakukan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.
"Pembunuhan" terhadap dokter Terawan itu disebut dilakukan secara perlahan dengan cara melengserkannya dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan secara bertahap membunuh kreativitas dan inovasinya pada penemuan metode "cuci otak" dan Vaksin Nusantara.
"Dua penemuan dokter Terawan yang spektakuler tetapi sederhana, murah dan cepat serta efektif dalam menyembuhkan sejumlah penyakit termasuk stroke yakni "cuci otak" dan pandemi Covid-19 melalui Vaksin Nusantara," ungkap Koordinator Advokat Perekat Nusantara, Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/4).
Menurut Petrus, jika metode "cuci otak" atau Digital Subtraction Angiography (DSA) dan Vaksin Nusantara tidak dihambat dan dimatikan maka hal itu akan mengancam mata rantai mafia farmasi.
"Dengan jaringannya di bawah kendali IDI dan mafia vaksin dengan jaringan di bawah kendali BPOM, maka cara paling mudah dan tersamar adalah meminggirkan keberadaan dokter Terawan dalam IDI dan seterusnya," kata Petrus.
Petrus mengatakan, sikap dan tindakan IDI terhadap dokter Terawan telah keluar dari Pakem Sumpah Jabatan Dokter dan Kode Etik IDI.
Padahal, kata dia, sikap IDI seharusnya berasaskan pada Sumpah Jabatan Dokter dan Kode Etik Kedokteran.
"Namun kenyataannya IDI justru jadi pecundang demi kepentingan lain di luar IDI dan masyarakat Indonesia. Jika kita mencermati alasan pemecatan dokter Terawan dengan penemuan metode DSA dan Vaksin Nusantara, maka yang harus direformasi secara total adalah IDI, karena IDI sangat eksklusif sehingga dalam banyak kasus telah mengkhianati Kode Etik Kedokteran dan Sumpah Jabatan Dokter Indonesia dengan menempatkan IDI menjadi subordinasi dari kekuatan dan kepentingan pihak lain di luar kekuatan dan kepentingan kedokteran dan kesehatan masyarakat Indonesia," urainya.
Petrus berpandangan, alasan pemecatan dokter Terawan tidak didasarkan pada pertimbangan obyektif dan substantif pada permasalahan sumpah jabatan dan kode etik,
"Terutama tidak koheren dengan 12 (dua belas) lafal sumpah jabatan dokter yang telah dielaborasi ke dalam 4 (empat) point utama Kode Etik," kata Petrus.
Petrus menilai, dengan memperhatikan 5 alasan pemecatan dokter Terawan di satu pihak dan sumpah jabatan dokter serta Kode Etik Kedokteran IDI di pihak lain, maka sesungguhnya yang melanggar kode etik dan sumpah jabatan kedokteran adalah IDI sendiri.
"Sebagaimana IDI selama ini telah mengekang, membatasi bahkan mengamputasi penemuan metode DSA dan Vaksin Nusantara yang telah dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan diakui oleh publik," imbuh Petrus.
Kata Petrus, jika dilihat dari rekam jejak dan prestasinya, dokter Terawan dan ketentuan Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik IDI, dokter Terawan seharusnya diberikan penghargaan dalam forum Muktamar IDI di Aceh, bukan sebaliknya dipecat permanen dari keanggotaan IDI.
"Artinya alasan-alasan pemecatan terhadap dokter Terawan oleh IDI sangat tidak berdasar dan tidak kompatible dengan sejumlah fakta berupa prestasi cemerlang yang digapai dokter Terawan sebagaimana testimoni dan apresiasi publik sebagai ungkapan kepuasan atas pelayanan kesehatan oleh dokter Terawan selama ini," terang Petrus.
Petrus lantas menduga, IDI berada dalam konspirasi "kekuatan besar" secara ekonomi dan politik untuk membunuh secara perlahan-lahan inovasi dan kreativitas dr. Terawan dan dokter-dokter lainnya dalam penemuan dan keahlian sebagai dokter Indonesia.
S: askara.co