INDONESIAKININEWS.COM - Aliansi Masyarakat Yogyakarta mengadukan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo ke Kepolisian Daera...
INDONESIAKININEWS.COM - Aliansi Masyarakat Yogyakarta mengadukan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (2/3).
Roy diadukan ke Polda DIY karena dituding telah membuat gaduh dengan memotong video Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut.
Gabungan komunitas yang hari ini mendatangi Polda DIY antara lain, Pejuang Indonesia Nusantara Bersatu (PNIB), Komunitas Pejuang Indonesia Joyo (Kopijo), Komunitas Jaga Jogja (KJI), Sekretariat Bersama (Sekber), Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Merkids, dan Garda Songsong Buwono (GSB).
"Kedatangan teman-teman dari aliansi rakyat Jogja itu untuk melaporkan Roy Suryo terkait pemotongan video yang dilakukannya dan diunggah di socmed itu menimbulkan kegaduhan," kata Ketua DPW PNIB Timi Hidayat di Polda DIY, Depok, Sleman, Rabu.
"Padahal di situ kita tahu kalau secara utuh video itu sebenarnya tidak membandingkan antara azan dengan gonggongan anjing," sambung Timi.
Timi menjelaskan, apa yang disampaikan Yaqut lewat Surat Edaran penggunaan sepiker di masjid dan video penjelasannya mengambil contoh gonggongan anjing saat bicara soal gangguan suara azan lewat sepiker adalah demi menjaga toleransi di masyarakat semata.
Dia mengatakan Roy dilaporkan karena dianggap telah mengusik toleransi lewat potongan video wawancara Yaqut yang diunggah di akun Twitter @KRMTRoySuryo2, 23 Februari lalu.
"Iya pengaduan, karena kalau pelaporan itu kemarin di Polda Metro Jaya sudah ada pelaporan jadi itu tidak bisa ada dua pelaporan. Jadi yang di sini kita pengaduan tapi tetap ini kita tetap diterima sama Direskrimsus Polda DIY," imbuhnya.
Menurut Timi, pemotongan video itu telah menimbulkan kegaduhan dan berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Padahal, menurutnya, Gus Yaqut tidak sedang menganalogikan antara suara azan dan gonggongan anjing dalam video wawancara di Pekanbaru, Riau itu.
"Kalau mau menjelaskan, dijelaskan secara detail bahwa video ini seperti ini harusnya arahnya toleransi ya harusnya disampaikan betul-betul itu arahnya masalah toleransi. Bukan malah dibuat seolah-olah membandingkan antara azan dengan gonggongan anjing. Itu kan sangat berbeda sekali, sedangkan di situ juga tidak ada yang menyebutkan masalah azan," katanya.
Aliansi menganggap tindakan Roy telah menimbulkan persepsi yang keliru di tengah masyarakat. Mereka menuntut Pakar Telematika itu dengan Pasal 28 ayat 2 undang-undang ITE nomor 19 tahun 2016.
"Kita akan menunggu proses dari reskrimsus. Kita menunggu proses hukum mau seperti apa, yang jelas kita di sini menyampaikan kemasyarakatan ke seluruh Indonesia, bahwasanya pemotongan video itu sangat meresahkan, karena akan menimbulkan kegaduhan yang berbau SARA," tegasnya.
Lebih jauh, Timi menerangkan bahwa sebenarnya pengaturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musala sebenarnya sudah ada sejak 1978 yang ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam.
Setelahnya, diperkuat lagi melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor B. 3940/DJ III/HK 007/08/2018 Tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor. Kep/D/101/1978 Tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushalla.
"Mungkin di sini lebih diperjelas lagi menteri agama yang sekarang, sebenarnya itu sudah ada. Kalau mau membuka kembali dan mau lebih teliti dan tidak mudah terpancing pasti akan cari, pasti akan ketemu itu di undang-undang di tahun 78 itu," ujarnya.
s; cnnindonesia.com