INDONESIAKININEWS.COM - Soal Kepres soal serangan umum I Maret yang baru saja memang menghebohkan. Apalagi nama Soeharto hilang dan kemudia...
INDONESIAKININEWS.COM - Soal Kepres soal serangan umum I Maret yang baru saja memang menghebohkan. Apalagi nama Soeharto hilang dan kemudian muncul bahwa serangan itu digerakan oleh Soekarno dan Hatta. Banyak sejarawan dan pemerhati sejarah menggugatnya. Mereka kebanyakan setuju dan menerima bila Soeharto bukan satu-satu penggagas serangan tersebut, namun mengakui peran Soeharto sebagai pemimpin serangan karena dia kala itu adalah penanggungjawab keamanan Yogyakarta, sebagai ibu kota negara.
Pernyataan bahwa Soekarno dan Hatta dinyatakan oleh putra dokter pribadi Jendrak Sudirman, Kol Walter Hutagalung, yakni Batara Hutagalung, Bahkan soal tersebut sudah dia ditulis dalam bentuk buku sejak awal tahun 2000. Bahkan sang ayah, telah membuat biogarfi yang di dalamnya bercerita soal pertiwa Serangan Umum 1 Maret, yang juga dikenal dengan sebutan 'Enam Jam di Jogja.'
Batara Hutagalung menuturkan semua soal itu dalam wawancara bersama jurnalis senior dan mantan jurnalis Republika, Hersubeno Areif, di laman youtibe: Fnn.com. Berikut isi wawancara itU:
Kepres Tidak Adil Dalam Sejarah
Tak berbeda dengan Batara Hutagalung, pemerhati sejarah, mantan anggota DPR, serta mantan staf Moh Natsir mengatakan, Kepres pemerintah soal serangan I Maret tidak adil. Mereka malah meyebut orang yang tidak berperan.
''Dengan segala hormat misalnya disebut ada peran Soekarno-Hatta. Itu tidak masuk akal sebab saat itu keduanya dalam tahanan. Pernyataan Pak Mahfud bila Sultan berkonsultasi dengan menemui Soekarno-Hatta untuk meminta restu Serangan Umum 1 Maret 1949, Itu gak mungkin, sebab selama agresi Belanda II Sri Sultan Hamengku Buwono tak pernah ke luar dari Kraton. Dia baru keluar dari kraton ketika menerima penyerahan kedaukatan hasil Konfrensi Meja Buindar di Istana Gambir (Istana Negara, sekaran). Saya harap kita adil sejak pikiran,'' katanya.
Yang selama ini jadi polemik soal peristiswa serangan umum 1 Maret 1949 adalah hanya soal penggagasnya.''Di semua biografi baik Sri Sultan, Nasution, hingga Vence Samual menunjuk Soeharto sebagai pemimpin serangan itu. Yang jadi polemik cuma penggagasnya yang bisa saja dari Sultan, lalu ke Sudirman, lalu ke Bambang Sugeng, lalu ke Soeharto. Jadi lucu bila nama Soeharto hilang dalam Kepres tersebut . Dan tidak masuk akal kepres karena bertindak tidak adil.''
''Mengenai peran Bung Hatta dan Soekarno, dalam biografi keduanya tak disebut soal serangan umum I Maret 1949. Yang paling jelas dalam biografinya Bung Hatta tidak menyebut sama sekali. Ingat, Bung Hatta itu orang yang sangat teliti. Kalau ada soal ini pasti ditulis, misalnya adanya pertemuan dengan Sultan terkait minta restu melakukan serangan umum 1 Maret di Jogja itu,'' katanya.
''Kalau menurut saya malah lebih masuk akal peran Syafruddin Prawiranegara, sebagai Presiden PDRI. Dialah yang sebenarnya menjadi atasan Jendral Sudirman saat itu. Ingat Syafruddin itulah yang mengangkat Jendral Sudirman sebagai Panglima Besar Angkatan perang PDRI,'' kata Lukman Hakiem lagi.
Dari kaca mata Lukman, soal polemik kali ini memang memerihkan sejarah. Kesan yang ada bahwa apa saja yang terjadi kala itu pasti ada peran Bung Karno dan Hatta. Padahal kenyataannya tidak selalu demikian.''Seolah saat ini sejarah Indonesia tidak syah bila tanpa menyebut kedua beliau itu dalam semua kejadian. Padahal kenyataanya, Serangan Umum 1 Maret 1949 itu adalah tindakan atau manuver dari tentara nasional Indonesia. Bukan manuver politisi sipil. Di sini kita harus jujur dalam sejarah,'' kata Lukman Hakiem.
s; republika.co.id