INDONESIAKININEWS.COM - Invasi Rusia ke Ukraina kian menimbulkan kekhawatiran atas stabilitas mental Presiden Vladimir Putin. Langkah peran...
INDONESIAKININEWS.COM - Invasi Rusia ke Ukraina kian menimbulkan kekhawatiran atas stabilitas mental Presiden Vladimir Putin.
Langkah perang bersamaan dengan pidato ‘irasional’ yang disiarkan media pemerintah membuat para analis yakin bahwa diktator Rusia itu bertindak tidak rasional.
Perintahnya agar Rusia siaga nuklir dengan ancaman implisit perang nuklir jika Barat campur tangan dalam invasi ke Ukraina bahkan mengejutkan staf militernya sendiri.
Meningkatnya risiko keamanan di berbagai level dan tekanan ekonomi dari Barat, membuat kudeta Putin dari kekuasaan menjadi semakin mungkin.
Lalu siapa sosok yang bisa menggantikannya? Berikut rangkuman lima sosok suksesor Putin yang Galamedia kutip dari MailOnline:
Sergey Shoygu (Menteri Pertahanan)
Shoygu adalah politisi kedua paling populer di Rusia setelah Vladimir Putin.
Menteri pertahanan dari Chadan, Rusia timur ini berperan penting dalam mengatur invasi ke Ukraina.
Kamera menangkap ekspresinya yang tak percaya kala Putin memerintahkan dirinya dan panglima militer Valery Gerasimov untuk memastikan semua penangkal nuklir Rusia dalam kondisi siaga tinggi.
Meskipun tidak memiliki pengalaman militer Shoygu memimpin aneksasi Krimea pada tahun 2014.
Laporan mengatakan Shoygu dianggap sebagai pemimpin militer terbesar Rusia sejak Georgy Zhukov, jenderal yang mengalahkan Nazi Jerman dalam Perang Dunia Kedua.
Meski keterlibatannya dalam invasi di Ukraina dianggap menjadikan jalannya menuju kekuasaan bakal menghadapi tekanan, tapi Shoygu dianggap lebih pragmatis daripada Putin.
Di tangannya penarikan mundur pasukan Rusia dari Ukraina diprediksi akan berlangsung dengan cara dapat mencairkan hubungan dengan Barat.
Vera Tolz-Zilitinkevic, Profesor Studi Rusia di Universitas Manchester mengatakan, “Dia orang yang sangat, sangat kuat saat ini. Dia pragmatis dan caranya mengatasi berbagai isu lebih baik dari Putin. “
Vera menambahkan jika Putin lengser maka jelas Rusia kalah dari Ukraina.
“Tapi Shoygu terlibat langsung dalam mengorganisasi kampanye ini dan itu mungkin akan merugikan dia.”
Nikolai Patrushev (Sekretaris Dewan Keamanan )
Patrushev adalah mantan kepala FSB, suksesor agen mata-mata Soviet yang menakutkan, KGB.
Sekretaris Dewan Keamanan ini dikatakan memiliki pandangan global konspiratif layaknya mantan kepala FSB, Putin.
Saat menjadi kepala FSB, Inggris mengungkap Patrushev kemungkinan besar memerintahkan untuk meracuni agen pembelot Alexander Litvinenko dengan polonium di Inggris pada tahun 2006.
Patrushev meyakini Amerika Serikat menganggap dunia akan lebih baik tampa Rusia.
Prof Tolz-Zilitinkevic mengatakan, “Hubungan eratnya dengan FSB membuat citranya sangat negatif”.
“Kita bisa melihat bagaimana Putin dan banyak perwira intelijen di seluruh dunia, bahkan di negara-negara demokrasi, mereka yang memiliki pandangan konspiratif tidak terlalu kompatibel untuk pemimpin negara. “
Menurutnya Patrushev kemungkinan akan menjadi pilihan terburuk.
“Tapi itu kemungkinan. Dia memiliki pandangan dunia berlatar paranoid bahwa dunia mengincarnya.”
Valery Gerasimov (Panglima Angkatan Darat)
Gerasimov telah menjadi kepala tentara Rusia sejak 2012 sejak ditunjuk oleh Putin.
Dia merupakan ahli strategi yang menciptakan 'doktrin Gerasimov' yang menggabungkan taktik ekonomi, budaya, informasi dan militer untuk mencapai tujuan strategis bagi Rusia.
Termasuk langkah Rusia selama dua dekade terakhir seperti campur tangan dalam pemilihan presiden AS tahun 2016 dan kerberhasilan Rusia menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2014 dan Piala Dunia FIFA 2018.
Gerasimov menjadi jenderal lainnya yang bakal menghadapi tantangan atas keterlibatannya dalam invasi ke Ukraina untuk menggantikan Putin.
Prof Studi Rusia Tolz-Zilitinkevic mengatakan bahwa meskipun militer menempatkannya sebagai penanggung jawab jika kudeta dilakukan tetapi kemungkinan besar pencopotan Putin bakal diinisiasi elite politik.
Sejarah Rusia menunjukkan militer biasanya tidak melibatkan diri dalam perubahan rezim.
“Secara historis, tidak hanya hari ini, militer berada di bawah kendali yang sangat ketat dari elite politik,” tambah Tolz-Zilitinkevic.
Bahkan dalam kasus pengambilalihan kekuasaan Nikita Khrushchev di awal 1960-an, elite politiklah yang menyingkirkannya dari kekuasaan.
Dmitry Medvedev (Wakil Ketua Dewan Keamanan dan Mantan Presiden)
Medvedev adalah Presiden Rusia periode 2008 dan 2012 setelah masa jabatan kedua Putin berakhir dan sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan.
Pengacara kelahiran St Petersburg itu terpilih dengan janji menjadikan Putin sebagai Perdana Menteri.
Ketika Putin mengambil alih kekuasaan lagi pada 2012, ia membalas budi dengan memberi Medvedev peran Perdana Menteri.
Medvedev menjalankan peran politiknya selama delapan tahun sebelum dia dan pemerintahannya di Duma mengundurkan diri untuk membuka jalan bagi Vladimir Putin memberlakukan perubahan konstitusi yang menyeluruh.
Perubahan-perubahan ini termasuk memutihkan masa jabatan yang telah dijalani Putin hingga memungkinkannya tetap berkuasa hingga tahun 2034.
Meskipun memiliki pengalaman dengan kepresidenan, Medvedev tidak dianggap sebagai ancaman oleh Putin menurut para ahli.
Fakta bahwa dia dipercaya sebagai Presiden sementara oleh Putin menyiratkan bahwa Medvedev tidak dianggap cukup kuat untuk menantang posisi kepemimpinan sangdiktator.
Prof Tolz-Zilitinkevic mengatakan, “Situasinya jika Putin disingkirkan maka ini akan menjadi luar biasa dan Rusia akan berada di ambang kehancuran total. Saya tidak berpikir bahwa para elite akan memilih seseorang yang secara umum lemah seperti Medvedev.”
“Ketika dia menjadi Presiden, liberalisme bukan sekadar kata tetapi ada dalam sistem, nalurinya cukup liberal. Dia berasal dari keluarga intelektual liberal di St. Petersburg tapi bukan politisi yang kuat.”
Mikhail Mishustin (Perdana Menteri)
Perdana Menteri Rusia saat ini menjabat tepat sebelum pandemi Covid dimulai dan diangkat setelah pengunduran diri Medvedev.
Mantan petugas polisi pajak itu akan diterima sejumlah kelompok politisi di Kremlin dan di Rusia sendiri.
Kiprah terakhir politisi kelahiran Moskow itu adalah tur ke berbagai pelosok negeri untuk melihat kondisi kehidupan rakyat dan membantu pembangunan di daerah sebelum Covid mempersingkat turnya.
Prof Tolz-Zilitinkevic mengatakan, “Dia akan memuaskan banyak kelompok berbeda di seluruh negeri. Dalam hal sistem, dia terbilang tidak berbahaya.”***
S: pikiran rakyat