INDONESIAKININEWS.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kejaksaan Agung agar menyeret petinggi TNI...
INDONESIAKININEWS.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kejaksaan Agung agar menyeret petinggi TNI-Polri di balik kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Papua (2014).
"Kalau kita bicara pelanggaran HAM berat, pasti ada rantai komando. Tidak mungkin pelakunya hanya orang-orang lapangan saja," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Tioria Pretty Stephanie dalam jumpa pers virtual, Senin (28/3/2022).
"Pasti ada pelakunya orang-orang yang mengambil kebijakan atau orang-orang yang tidak mengambil kebijakan yang seharusnya mereka ambil," lanjutnya.
Ia menjelaskan, konsep rantai komando dalam kasus pelanggaran HAM berat sudah diatur dalam Pasal 42 Undang-undang tentang Pengadilan HAM.
Pretty menambahkan, berkaca dari proses pengadilan terhadap 3 pelanggaran HAM berat lain, yakni kasus Abepura, kasus Tanjung Priok dan kasus Timor Leste, konsep rantai komando ini sayangnya tak pernah dipakai.
"Dalam 3 kasus yamg sudah disidangkan sebelumnya, sudah pelaku lapangannya bebas, pengambil kebijakannya juga tidak pernah dibawa bertanggung jawab di depan proses hukum, apalagi mereka dipidana," kata Pretty.
Ia khawatir, hal yang sama bakal terjadi juga pada kasus Paniai yang saat ini sedang diusut Kejaksaan Agung.
"Kita juga bertanya-tanya bagaimana Kejaksaan Agung menyidik kasus Paniai dengan tidak melupakan pertanggungjawaban orang-orang yang memberi komando atas peristiwa tersebut," jelas Pretty.
Adapun penyidikan perkara dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa di Paniai ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Jaksa Agung Nomor: Prin-79/A/JA/12/2021 tanggal 3 Desember 2021 dan Nomor: Prin-19/A/Fh.1/03/2022 tanggal 4 Februari 2022.
Sebagai informasi, berdasarkan data Komnas HAM, peristiwa itu mengakibatkan empat orang berusia 17-18 tahun meninggal dunia dengan luka tembak dan luka tusuk. Kemudian, 21 orang lainnya mengalami luka akibat penganiayaan.
Komnas HAM menetapkan Peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014 sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Hal ini diputuskan dalam Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020.
Menurut Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, keputusan paripurna khusus tersebut berdasarkan hasil penyelidikan oleh Tim Ad Hoc, yang bekerja selama lima tahun, mulai dari tahun 2015 hingga 2020.
Selanjutnya, Ketua Tim Ad Hoc, M Choirul Anam mengatakan, peristiwa Paniai sudah memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan.
Terdapat unsur pembunuhan dan tindakan penganiayaan, sistematis, meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kasus Paniai.
Berdasarkan hasil penyelidikan, menurut dia, tim menyimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/ Cenderawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab.
s; kompas.com