INDONESIAKININEWS.COM - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan murka karena tindakan fasisme yang dilakukan AS dan Barat kepada orang Rusia d...
INDONESIAKININEWS.COM - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan murka karena tindakan fasisme yang dilakukan AS dan Barat kepada orang Rusia di Jerman.
Alasan murkanya Presiden Recep Tayyip Erdogan pada AS dan Barat karena tindakan fasisme terhadap tokoh budayawan Rusia.
Tindakan fasisme terhadap tokoh budayawan Rusia di Jerman sehingga Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan murka lantaran pria Rusia itu dipecat.
Terjadinya pemecatan terhadap orkestra philharmonic si budayawan itu karena dinilai ia sebagai teman Putin.
Recep Tayyip Erdogan murka karena tindakan fasis yang ditujukan kepada orang-orang turunan Rusia.
Sebagaimana dilansir dari Pikiran Rakyat dengan judul: Presiden Turki Mengamuk Budayawan Rusia Alami Diskriminasi hingga Dipecat di Jerman
"Lihat situasi di mana seorang direktur orkestra philharmonic dipecat di Jerman sebagai teman Putin?" katanya
"Apakah itu omong kosong? Mereka melarang karya Dostoevsky. Apakah itu omong kosong?" kata Recep Tayyip Erdogan.
Presiden Turki sebelumnya membandingkan tindakan tersebut dengan "perburuan penyihir."
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan pada 6 Maret bahwa kedutaan Rusia telah menghadapi serangan siber selama berbulan-bulan.
Sementara, belum lama ini pekerja misi diplomatik, rekan senegaranya Rusia dan aktivis budaya telah menerima ancaman dan amplop berisi zat yang tidak diketahui.
Pada 24 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer khusus berdasarkan permintaan dari kepala republik Donbass.
Pemimpin Rusia itu menekankan bahwa Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina dan tujuannya adalah untuk demiliterisasi dan denazifikasi negara tersebut.
Putin bertemu Joe Biden?
Rusia dan AS tidak dalam pembicaraan tentang Ukraina — diplomat
Moskow dan Washington tidak bernegosiasi atau berkonsultasi tentang masalah Ukraina, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Ryabkov dalam sebuah wawancara dengan Channel One.
"Tidak ada proses negosiasi konsultatif dengan Amerika Serikat mengenai Ukraina," katanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi pada 24 Februari bahwa sebagai tanggapan atas permintaan para kepala republik Donbass, dia telah membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus untuk melindungi orang-orang yang telah menderita pelecehan dan genosida oleh rezim Kiev selama delapan tahun.
Pemimpin Rusia menekankan bahwa Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina.***
( Pikiran Rakyat )