INDONESIAKININEWS.COM - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengaku kecewa dengan sikap pemerintah dalam ajang MotoGP Mandalika 2022 pada Mi...
INDONESIAKININEWS.COM - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengaku kecewa dengan sikap pemerintah dalam ajang MotoGP Mandalika 2022 pada Minggu (20/3/2022) lalu, yang dianggap lebih mempercayai seorang pawang daripada teknologi modifikasi cuaca (TMC).
"Terus terang, saya pribadi lebih percaya pada TMC ketimbang pawang hujan," ujar doktor bidang teknik nuklir, Tokyo Institute of Technology Jepang itu kepada media, Kamis (24/3/2022).
Sementara itu, saat rapat dengar pendapat dengan Kepala BRIN, Rabu (23/3/2022), Mulyanto mendorong pemerintah lebih serius membudayakan inovasi, misalnya dengan mengedepankan pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk suatu keperluan daripada menggunakan jasa pawang hujan.
"Pemerintah harusnya lebih menghargai capaian inovasi anak bangsa daripada mengedepankan praktik yang tidak ilmiah," tegas Mulyanto.
Di hadapan Kepala BRIN, Mulyanto menyesalkan sikap pemerintah dalam ajang MotoGP Mandalika 2022 yang terkesan membiarkan praktik klenik pawang hujan menjadi tontonan publik hingga ke mancanegara.
"Hal tersebut sangat memalukan dan membuat kesan dunia inovasi kita terpuruk. Jangan sampai bangsa ini diolok-olok bangsa lain karena dianggap abai terhadap pengembangan Iptek dan lebih gandrung pada klenik," kata ahli nuklir dan mantan Sekretaris Kenenterian Ristek itu.
Karena itu, dia meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) harus terus-menerus mensosialisasikan kemampuan mereka dalam TMC dan hasil-hasil teknologi lainnya agar masyarakat mengetahui prestasi anak bangsa dalam pengembangan teknologi maju.
"Kita perlu terus-menerus dan konsisten mendorong pengembangan basis berpikir saintifik bagi generasi bangsa ke depan. Sebab, kita berkeinginan agar bangsa ini mampu bersaing dalam keunggulan kompetitif dan tumbuh-kembang menjadi masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Kita tidak bisa selamanya mengandalkan keunggulan komparatif SDA seperti kelapa sawit dan batubara. Karenanya penguasaan IPTEK yang dilandasi berpikir rasional-ilmiah menjadi mutlak diperlukan," terang Mulyanto.
Dikatakan Mulyanto, dalam kondisi tradisi dan budaya tertentu, klenik seperti pawang hujan mungkin relevan, namun tidak untuk diarusutamakan secara nasional. Ini dapat menjadi kontraproduktif dengan upaya membangun masyarakat berbasis pengetahuan, yang menjadi pilar utama Indonesia unggul dan moderen.
“Pada titik ini, BRIN berada pada posisi sentral untuk membudayakan masyarakat yang cinta Iptek,” tandas Mulyanto. (*)
S:Harianhaluan