INDONESIAKININEWS.COM - Terjawab! Alasan Amerika Serikat dan sekutunya tidak membela Ukraina, dibiarkannya nangis-nangis sendiri dibombardir...
INDONESIAKININEWS.COM - Terjawab! Alasan Amerika Serikat dan sekutunya tidak membela Ukraina, dibiarkannya nangis-nangis sendiri dibombardir Rusia habis-habisan sampai porak-poranda!
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sampai nangis-nangis dan mengritik negara-negara barat yang membiarkan kebengisan Presiden Rusia Vladimir Putin, tetap saja tak ada yang membela. Ada apa?
Yang berdatangan ke Ukraina baru sebatas misi-misi kemanusiaan dan bantuan kesehatan untuk rakyat sipil. Namun tidak tampak sama sekali dukungan militer negara lain, paling tidak dari dunia barat yang jadi sekutu Ukraina.
Ternyata, hanya satu penyebabnya. Yakni: Karena Ukraina bukan negara anggota NATO. Inilah salah satu yang dilawan dan dicegah oleh Vladimir Putin.
Betapa ngototnya Presiden Rusia Vladimir Putin inginkan Ukraina gabung NATO tapi selalu dihalang-halangi Vladimir Putin.
Ya, Ukraina belum lolos atau belum disetujui bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO). NATO adalah aliansi militer yang dibentuk pada tahun 1949 oleh 12 negara termasuk Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Prancis.
Di mana para anggota NATO telah setuju untuk saling membantu jika terjadi serangan militer terhadap salah satu anggotanya.
Bahkan perwakilan NATO baru-baru ini menyatakan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam peperangan melawan Rusia kecuali salah satu anggotanya diserang.
Peta di atas yang berwarna biru menunjukkan negara Eropa yang merupakan bagian dari NATO.
Jika Rusia menyerang salah satu dari negara berwarna biru tersebut, baru saat itulah Perang Dunia 3 akan terjadi.
Joe Biden bahkan bersama pemimpin negara lainnya pun telah bersumpah untuk membela negara-negara yang menjadi bagian dari NATO.
Dalam pidatonya beberapa jam yang lalu, Joe Biden mengatakan bahwa ambisi Vladimir Putin jauh lebih besar dari sekadar merebut Ukraina.
Menurut orang nomor satu Amerika Serikat itu, Putin ingin mendirikan kembali bekas Uni Soviet.
Oleh karena itu ribuan tentara Amerika Serikat saat ini telah dikerahkan ke Polandia untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu.
Lantas apa yang membuat semua ini menjadi lebih buruk?
Ukraina ternyata sebelumnya telah menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan NATO.
Namun hal tersebut ditentang oleh banyak gerakan oposisi Rusia yang berada di Ukraina.
Mereka menentang keinginan Ukraina tersebut karena ekspansi NATO disebut-sebut mengarah ke negeri timur.
Sayangnya itulah alasan yang dirangkum Pikiranrakyat-Bekasi.com dari berbagai sumber, kenapa tidak akan ada negara yang datang untuk menyelamatkan Ukraina dari gempuran militer Rusia.
Penyebab Vladimir Putin Murka Hingga Perintahkan Militer Rusia Serang Ukraina, Sakit Hati!
Biar paham! Ini alasan dan sejarah yang melatarbelakangi alasan Rusia menyerang Ukraina. Semua berawal dari sejarah sakit hati Rusia pada Ukraina, awalnya diklaim sebagai wilayah Uni Soviet (nama sebelum Rusia), setelah memisahkan diri malah berpaling ke dunia barat.
IndoTrends.id mengutip, Al-Jazeera, Presiden Rusia Vladimir Putin entah sudah berapa kali mengklaim kalau Rusia dan Ukraina adalah satu bagian, darah dagingnya sama alias bagian dari "peradaban Rusia".
Bahkan Rusia juga melihat Belarusia juga darah daging yang sama. Alasannya, sebelum tahun 1990, Rusia dan Ukraina adalah satu kesatuan dalam negara federasi bernama Uni Soviet. Ternyata Ukraina menolak klaim Vladimir Putin.
Asal tahu saja, Ukraina mengalami dua kali revolusi yakni pada 2005 dan 2014. Pada dua kali revolusi itu, dua-duanya sama-sama menolak supremasi Rusia dan mencari jalan untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara.
Karuan saja Vladimir Putin meradang dan marah besar dengan kemungkinan adanya pangkalan NATO di perbatasan negerinya bila Ukraina gabung dengan NATO.
Tahu sendiri, NATO adalah aliansi militer yang didirikan lantaran persaingan blok Barat dengan Uni Soviet dan sekutunya pasca-Perang Dunia II.
Itu juga yang memicu perang Rusia dan Ukraina tahun 2014 silam. Kala itu Ukraina menggulingkan presidennya sendiri yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Jatuhnya rezim Yanukovych membuat Ukraina terbelah dua golongan yaitu pendukung Uni Eropa dan pendukung Rusia.
Melihat situasi ini, Putin menginvasi Semenanjung Krimea dan mendukung pemberontakan dari golongan separatis atau pendukung Rusia di provinsi tenggara Donetsk dan Luhansk.
Rusia sangat berkepentingan pada wilayah Krimea, karena letak geopolitik Krimea yang strategis ingin bisa menguntungkan Rusia demi memperkuat pengaruh di kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah.
Berawal Dongkolnya Putin, Ukraina Menjauh dari Rusia, Malah Berpaling Ke Barat
Apa sebenarnya penyebab Rusia menyerang Ukraina? Pada dasarnya, perang Rusia dan Ukraina adalah pertempuran untuk pengaruh dan kekuasaan.
Asal tahu saja, Pemerintah Ukraina dipimpin Presiden Volodymyr Zelenskyy, sikapnya condong memihak Barat dalam beberapa tahun belakangan. Negeri ini terobsesi bergabung dengan UE dan NATO dan menjauh dari pengaruh Rusia pasca-Soviet.
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri menyesalkan pembubaran Uni Soviet sehingga berubah nama menjadi Rusia. Ia menyebutnya sebagai bencana dan selama 22 tahun pemerintahannya, dia berusaha untuk membangun kembali basis kekuatan Rusia dan lingkup pengaruh atas negara-negara bekas Soviet.
Antara lain Belarusia, Georgia dan Ukraina. Apalagi Ukraina yang dianggap 'darah daging' Uni Soviet, sekaligus benteng melawan dominasi Eropa. Itu sebabnya, sikap berpaling Ukraina ke Barat membuat Moskow dongkol berat. Putin tak ingin melihat NATO, atau Uni Eropa, masuk ke timur seiring bergabungnya Ukraina.
Puncak kejengkelan Putin adalah pada bulan Desember lalu, Rusia menuntut jaminan hukum bahwa Ukraina tidak akan pernah diterima ketika mengajukan diri bergabung di NATO. Ternyata ditolak. Putin merasa ditampar mukanya.
Sejak itu, media pemerintah Rusia gencar menyalahkan Ukraina dan Barat karena memperburuk ketegangan di wilayah Donbas. Bahkan melancarkan tuduhan keduanya menyebarkan informasi yang salah dan mengabaikan tuntutan keamanan Rusia.
Putin Nyatakan Perang
Presiden Rusia, Vladimir Putin menyatakan perang pada Ukraina, Rabu malam lalu, 23 Februari 2022.
Rusia memulai penyerangannya lewat serangan udara yang mengakibatkan kembali hadirnya ‘mimpi buruk’ di Eropa, sejak berakhirnya Perang Dunia II.
Namun, ternyata invansi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina telah dimulai sejak 2014 lalu lewat penggabungan Crimea.
Dikutip dari New York Post, isu pemisahan dua negara bagian, Donetsk dan Luhansk, serta konflik bersama Kyiv sejak 2014.
Ukraina usai era Soviet melanjutkan pengembangan ekonomi dan hubungan diplomatiknya dengan negara Barat dan Eropa.
Sementara pada 2008 lalu, NATO mengisyaratkan keanggotaan Ukraina dan Republik Georgia.
Sesaat setelah itu, Rusia mulai melakukan penyerbuan terhadap Georgia.
Namun, konflik ini diketahui dimulai sejak 2013 lalu, ketika Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych memilih mundur dari kesepakatan ekonomi dengan Eropa dan memilih kesepakatan bersama Rusia.
Hasilnya berupa protes untuk menurunkan Yanukovych secara paksa pada tahun 2014 lalu.
Sebagai tanggapan, Presiden Rusia, Vladimir Putin menawarkan dukungan Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk, yang merupakan bagian dari wilayah Donbas, Ukraina Timur.
Vladimir Putin secara serempak melakukan deklarasi Crimea, yang membuat bagian Republik Sosialis Soviet Ukraina pada era Soviet menjadi bagian Rusia, dan mulai menyerbu Peninsula pada akhir Februari dan Maret 2014 lalu.
Penyerobotan Vladimir Putin pada Crimea Peninsula, yang terletak di dekat Pantai Utara Black Sea telah dilaporkan oleh komunitas internasional secara luas.
Hal ini sejalan dengan pengakuan wilayah tersebut sebagai bagian dari Ukraina.
Pertarungan kemudian terus berlanjut hingga tahun 2015, dan mengakibatkan lebih dari 14.000 orang meninggal dunia.
Singkat cerita, pada 2022, Vladimir Putin mengakui dua wilayah sebelumnya, Donetsk dan Luhansk, sebagai negara bagian yang merdeka minggu ini.
Hal ini membuat tentara Rusia memasuki wilayah Donbas dan menyebutnya sebagai ‘penjagaan keamanan’.
Kemudian, Vladimir Putin mengatakan bahwa Ukraina bukanlah bangsa yang berdiri sendiri, melainkan ‘bagian’ dari Rusia, yang terbentuk dari Uni Soviet.
Dan pada Kamis, 24 Februari 2022, invansi Rusia pada Ukraina semakin memanas. Hal ini sejalan dengan diluncurkan setidaknya 16 peluru di kota Ukraina dan serangan helikopter yang terlihat di Ibu Kota Kyiv.
***
S: PikiranRakyat