INDONESIAKININEWS.COM - Nasib Roy Suryo usai melaporkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait pernyataan aturan pengeras suara untuk ma...
INDONESIAKININEWS.COM - Nasib Roy Suryo usai melaporkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait pernyataan aturan pengeras suara untuk masjid dan musala.
Diketahui, Roy Suryo melaporkan Menag Yaqut terkait dugaan pelanggaran Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pada Kamis (24/2/2022),
Selain itu, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu melaporkan Menag terkait Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama.
Kini, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu terancam dilaporkan balik oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor.
Berikut ulasannya!
Langkah Roy Suryo melaporkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ke polisi terkait pernyataan aturan pengeras suara untuk masjid dan musala mendapat reaksi keras dari GP Ansor.
Organisasi anak-anak muda Nahdlatul Ulama (NU) ini berencana melaporkan balik Roy Suryo ke polisi.
Kepala Divisi Advokasi Litigasi dan Non Litigasi Lembaga Bantuan Hukum Pimpinan Pusat GP Ansor Dendy Zuhairil Finsa mengatakan Roy Suryo jelas serampangan dengan seenaknya melaporkan Menag ke polisi.
"Memang siapa Roy Suryo itu? Dia hadir langsung atau tidak pada saat Menag membuat pernyataan di Riau? Apa dia ngerti konteksnya? Apakah punya motif ingin mengadu domba umat beragama?" kata Dendy di Jakarta, Kamis (24/2/2022, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com.
"Hati-hati, nanti bisa berbalik ke dia dan kita juga bisa laporkan dia terkait dugaan pencemaran nama baik dan fitnah,” tegasnya.
Dendy menilai, sikap ngotot Roy Suryo melayangkan masalah ini ke jalur hukum justru berpotensi semakin memperkeruh suasana.
Sebab, faktanya Menag Yaqut sama sekali tak pernah membanding-bandingkan antara azan atau speaker dengan gonggongan anjing.
Menag dalam konteks tersebut hanya mencontohkan di antara bentuk kebisingan yang berpotensi mengganggu ketenangan masyarakat.
Di sisi lain, media massa yang melakukan kesalahan penulisan ini pun juga sudah memberikan klarifikasinya.
“Kami haqqul yaqin laporan model-model semacam ini tidak akan ditindaklanjuti oleh kepolisian,” jelasnya.
Dendy juga menilai, laporan Roy Suryo sangatlah lemah.
Sebab laporannya hanya berbasis video yang sudah dipotong-potong sehingga tidak utuh.
"Apalagi Roy Suryo ini kan bukan ahli bahasa, bukan ahli hukum, bukan pemuka agama Islam, dia juga pernah tidak tabayyun dulu ke Menteri Agama, tahu-tahu membuat laporan polisi setelah lihat video,” terangnya.
Menurut Dendy, pelaporan ke polisi adalah hak setiap warga negara dan dilindungi undang-undang.
Namun demikian, materi laporan tidak boleh serampangan.
Lebih buruk lagi, jika pelaporan ditujukan untuk mengadu domba masyarakat dan menganggu ketenteraman serta ketertiban.
“Kepolisian tentu perlu menimbang motif dan iktikad pelapor. Pelaporan polisi tidak boleh didasari iktikad buruk dan motif jahat yang bertujuan semata-mata untuk merusak nama baik terlapor,” tandasnya.
Terkait kasus ini, LBH Ansor juga tengah mengumpulkan bukti-bukti pemotongan video yang diduga ditujukan untuk upaya framing sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa kebencian kepada pihak lain.
“Bukti itu akan kami tindaklanjuti dengan laporan polisi berdasarkan pasal 28 ayat 2 UU ITE,” ujar Dendy.(*)
Laporan Roy Suryo Ditolak Polda Metro Jaya
DIberitakan Kompas TV, Polda Metro Jaya menolak laporan Roy Suryo yang mengadukan pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atas dugaan kasus penodaan agama.
Roy Suryo menyampaikan alasan polisi menolak laporannya karena locus delicti atau tempat terjadinya dugaan tindak pidana bukan berada wilayah Hukum Polda Metro Jaya.
Pelaporan tehadap menteri agama terkait pengaturan pengeras suara di masjid dilayangkan oleh Kongres Pemuda Indonesia dan Roy Suryo.
Namun setelah konsultasi, Polda Metro Jaya tidak menerima laporan Roy Suryo karena lokasi kejadian perkara berada di Pekanbaru, Riau.
Klarifikasi Kemenag
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas jadi sorotan usai pernyataannya yang dianggap membandingkan suara toa masjid dengan gonggongan anjing.
Diketahui, pernyataan itu diungkap Menag Yaqut saat dikonfirmasi terkait keputusannya menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Hal tersebut diungkap Menag Yaqut usai menghadiri kegiatan temu ramah dengan para tokoh agama di Gedung Daerah, Jalan Diponegoro Pekanbaru, Rabu (23/2/202).
Terkait ramainya pemberitaan soal pernyataan Menag Yaqut, pihak Kementerian Agama pun memberikan klarifikasi.
Berikut klarifikasi dari Kemenag dalam keterangan resminya kepada Tribun-timur.com:
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing.
Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.
“Menag sama sekali tiidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” tegas Thobib Al-Asyhar di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Menurut Thobib, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Menag menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi.
Sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.
"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal," kata Thobib.
"Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya.
“Jadi Menag mencontohkan, suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar. Karena itu perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga," ujarnya.
"Jadi dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” tuturnya.
Menag, lanjut Thobib, tidak melarang masjid-musala menggunakan pengeras suara saat azan. Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam.
Edaran yang Menag terbitkan hanya mengatur antara lain terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
"Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan," tegasnya.
"Dan pedoman seperti ini sudah ada sejak 1978, dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam," jelasnya. (Tribun-timur.com/ Sakinah Sudin, Tribunnew.com/Daryono, Kompas TV/ Kharismaningtyas)