INDONESIAKININEWS.COM - Persidangan di Pengadilan Negeri Purwakarta, Jawa Barat, diwarnai kericuhan, Selasa (22/2/2022). Pihak keluarga kor...
INDONESIAKININEWS.COM - Persidangan di Pengadilan Negeri Purwakarta, Jawa Barat, diwarnai kericuhan, Selasa (22/2/2022).
Pihak keluarga korban pembunuhan San Fransisco Manalu alias Toni, mengamuk saat vonis persidangan terhadap otak pelaku.
Keributan tersebut sampai memaksa hakim untuk kabur dari ruang sidang dengan pengawalan ketat pihak kepolisian.
Dilansir TribunCirebon.com, Rabu (23/2/2022), kasus yang sedang diproses tersebut merupakan pembunuhan Toni oleh enam oknum TNI AL.
Keributan terjadi setelah hakim membacakan putusan terhadap otak pembunuhan bernama Rasta.
Akibat kesalahannya, Rasta divonis bersalah dan harus menjalani hukuman selama 13 tahun penjara.
Namun, hukuman tersebut dinilai terlalu ringan sehingga tak memuaskan keluarga.
Ayah korban, Jonisah Pandapotan Manalu, menuturkan kemarahannya terhadap proses peradilan.
"Kami benar-benar tadi berontak, dan tidak menerima putusan pengadilan Negeri Purwakarta," kata Joni.
Menurutnya, hakim kabur saat situasi memanas hingga kemudian diambil alih Kepala Kejaksaan Negeri Purwakarta.
Joni pun merasa lega lantaran JPU Kejaksaan Negeri Purwakarta menyatakan akan mengajukan banding.
"Saya berterimakasih, karena suatu kehormatan bagi kami sidang sempat di skors, dan saat dibuka kembali sidang diambil alih oleh ibu Kajari, itu suatu kehornatan buat kami selaku keluarga korban," tutur Joni.
"Kami berharap, nanti pengadilan tinggi Jawa Barat, dapat menghukum maksimal, pelaku yang merupakan otak dari pembunuhan ini, dihukum maksimal hukuman mati."
Keluarga merasa bahwa vonis yang dijatuhkan hakim tak sebanding dengan perbuatan Rasta.
Apalagi disandingkan dengan kehilangan yang dirasakan keluarga atas kepergian Toni.
"Kami meminta hukuman maksimal, walaupun sebenarnya tak sebanding dengan luka yang kami rasakan," kata Joni.
"Namun tadi kami sangat kecewa, putusan Pengadilan Negeri Purwakarta. Sepatutnya intelektual dader itu sepertiga harus lebih berat dari hukuman dader."
Diketahui, Toni tewas setelah disiksa oleh enam orang oknum TNI pada Jumat (29/5/2020) lalu.
Awalnya, Ade Mustofa yang merupakan sopir Rasta, mengaku kehilangan mobil di lokasi pencucian mobil milik Toni di Munjul, Purwakarta, Jawa Barat.
Curiga Ade Mustofa dan Toni berkomplot, Rasta menyuruh calon menantunya yang merupakan oknum TNI AL untuk turun tangan.
Keduanya pun diculik dan mengalami penyiksaan oleh menantu Rasta dan lima orang rekan seprofesinya.
Toni meninggal dunia, sementara Ade Mustofa dibebaskan setelah terpaksa mengakui tudingan tersebut.
Keluarga Histeris saat Pembacaan Tuntutan
Sebelumnya, keluarga juga sempat menyatakan keberatan ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan untuk Rasta pada persidangan, Senin (7/2/2022).
Meski dinilai menyebabkan kematian Toni secara berencana yakni sesuai pasal 340 KUHP, Jaksa dianggap tak adil lantaran hanya menuntut Rasta dengan 19 tahun penjara.
Keluarga pun langsung berteriak dan menangis histeris ketika di persidangan.
Ayah Toni, Joni menyatakan ketidakpuasannya lantaran menilai hukuman itu tak sebanding dengan penderitaan anaknya.
Padahal, penyiksaan tersebut harus dialami meski Toni tak terbukti bersalah mencuri mobil Rasta.
"Kami tetap menghormati persidangan, akan tetapi ada satu hal yang kami tidak terima dari tuntutan jaksa, 19 tahun menurut kami sangat tidak manusiawi," kata Joni.
"Ini sudah jelas anak kami tidak terbukti bersalah, bahkan kami keluarga atau selaku orang tua masih penasaran, sebenarnya apa penyebab sampai anak kami dibunuh tanpa ada kesalahan."
Adapun enam anggota TNI AL yang melakukan eksekusi kini telah divonis dengan hukuman 9-13 tahun penjara dan pemecatan dari dinas militer.
(TribunWow.com)