INDONESIAKININEWS.COM - AKHIRNYA setelah 76 tahun dikuasai Singapura, hari ini, 25 Januari 2022, Pelayanan Ruang Udara atau Flight Informa...
INDONESIAKININEWS.COM - AKHIRNYA setelah 76 tahun dikuasai Singapura, hari ini, 25 Januari 2022, Pelayanan Ruang Udara atau Flight Information Region (FIR) Natuna akan diambilalih Indonesia.
Pengambilalihan FIR Natuna ini akan ditandatangani Presiden Joko Widodo dijadwalkan menandatangani dokumen kesepakatan bersama Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Selasa 25 Januari 2022.
"Pada intinya Indonesia mencapai kesepakatan dengan Singapura terkait penyesuaian Pelayanan Ruang Udara atau Flight Information Region (FIR)," kata
Dikutip dari kompas.com, Juru Bicara Menteri Perhubungan Adita Irawati, Senin (24/1/2022), mengatakan, detail mengenai pengambilalihan FIR baru akan dirilis usai penandatanganan kesepakatan.
Pernyataan senada dikemukakan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah.
Lewat pengambilalihan FIR ini, wilayah udara Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk FIR Singapura akan menjadi bagian dari FIR Jakarta Indonesia sendiri saat ini memiliki dua wilayah FIR, yakni FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang/Makassar.
Selain soal FIR, akan ditandatangani pula sejumlah perjanjian bilateral seperti Perjanjian Kerja Sama Pertahanan atau DCA dan Perjanjian Ekstradisi antarkedua negara.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, akan menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, hari ini.
Perjanjian itu ditandatangani setelah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998.
“Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan,” ujar Yasonna, melalui siaran pers, Selasa.
Yasonna menjelaskan, ruang lingkup perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta.
Hal itu, dilakukan untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi. “Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ucap Yasonna.
Sebelumnya Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.
Pelayanan Ruang Udara atau FIR
Mengacu Peraturan Menteri Perhubungan (Menhub) Nomor 55 Tahun 2016 tentang Tatanan Navigasi Penerbangan Internasional, Flight Information Region atau FIR adalah suatu daerah dengan dimensi tertentu di mana pelayanan informasi penerbangan (flight information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting service) diberikan.
Masalah pengelolaan FIR Singapura di wilayah NKRI berawal pada tahun 1946, ketika International Civil Aviation Organization (ICAO) menyatakan bahwa Indonesia belum mampu mengatur lalu lintas udara di wilayah yang disebut sektor A, B, dan C.
Oleh karenanya, sejak tahun 1946, sebagian FIR wilayah Barat Indonesia berada di bawah pengelolaan FIR Singapura, yakni meliputi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna.
Kondisi ini membuat pesawat Indonesia harus melapor ke otoritas Singapura jika ingin melewati wilayah tersebut.
Sejak lama, pemerintah menempuh berbagai upaya untuk mengambil alih FIR Natuna dari Singapura.
Presiden Jokowi sendiri sempat menargetkan penguasaan kembali FIR Natuna di tahun 2019.
Dilansir dari Kompas edisi Senin (24/1/2022), Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan bahwa penyesuaian FIR penting salah satunya untuk meneguhkan pengakuan internasional atas Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kedaulatan penuh dan eksklusif di ruang udara di atas wilayahnya.
Hal ini sesuai dengan hukum internasional, terutama Konvensi Chicago 1944 dan Konvensi PBB tentang hukum Laut UNCLOS 1982.
Pengambilalihan FIR, kata Novie, merupakan capaian signifikan yang diraih RI setelah berbagai upaya negosiasi sejak tahun 1990-an.
Ia mengatakan, hal itu merupakan aktualisasi langkah konkret pemerintah dalam mewujudkan mandat nasional dan internasional.
Mandat nasional tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Sementara mandat internasional tertuang dalam Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Anexx 11 Konvensi Chicago Tahun 1944 dan Keputusan ICAO pada Pertemuan Ketiga Navigasi Penerbangan Kawasan Asia/Pasifik Tahun 1993.
s; tribunnews.com