INDONESIAKININEWS.COM - Publik sempat dibuat heboh oleh munculnya desa miliarder di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa...
INDONESIAKININEWS.COM - Publik sempat dibuat heboh oleh munculnya desa miliarder di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, pada awal tahun 2021 silam.
Kala itu ratusan warga Desa Sumurgeneng memeroleh ganti rugi atas pembebasan lahan untuk pembangunan kilang minyak oleh Pertamina dan Rosneft.
Dulu Presiden Direktur PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia Kadek Ambara Jaya sempat mengungkapkan kekhawatirannya soal masa depan kampung miliarder di Tuban tersebut.
Dan kini ketakutan Kadek Ambara ternyata menjadi kenyataan.
Dikutip dari TribunJatim.com, saat ini warga yang dulu mendapat ganti rugi hingga miliaran rupiah mengaku kesulitan hanya untuk sekadar makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pada Senin (24/1/2022) terjadi unjuk rasa dari aliansi warga enam desa yakni Wadung, Mentoso, Rawasan, Sumurgeneng, Beji dan Kaliuntu, Kecamatan Jenu yang protes di kilang minyak Pertamina Grass Root Refinery (GRR).
Warga menilai PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP) tidak bersikap kooperatif.
Dalam aksi ini warga menyampaikan lima tuntutan sebagai berikut:
1. Memprioritaskan warga terdampak terkait rekruitmen security (keamanan, red).
2. Semua vendor yang ada di pertamina di dalam rekruitmen tenaga kerja harus berkoordinasi dengan desa.
3. Sesuai dengan janji dan tujuan pembangunan, pertamina harus memberi kesempatan dan edukasi terhadap warga terdampak.
4. Jika pertamina bisa mempekerjakan pensiunan yang notabennya usia lanjut, mengapa warga terdampak yang harusnya diberdayakan malah dipersulit untuk bekerja dengan dalih pembatasan usia.
5. Keluarkan vendor maupun oknum di lingkup project pertamina yang tidak pro terhadap warga terdampak.
Seorang warga Desa Wadung, Musanam mengaku menyesal telah menjual tanahnya.
Kakek berusia 60 tahun itu kini kebingungan harus cari nafkah bagaimana sebab tidak bisa lagi bertani.
Untuk memenuhi makan sehari-hari, Musanam terpaksa menjual ternaknya.
"Sudah tak jual tiga ekor untuk makan dan kini tersisa tiga," ujarnya di sela-sela aksi demo.
Keluhan serupa disampaikan Mugi (60) yang juga memeroleh ganti rugi miliaran rupiah.
"Dulu lahan saya tanami jagung dan cabai, setiap kali panen bisa menghasilkan Rp 40 juta. Kini tak lagi memiliki penghasilan, setelah menjual lahan," ungkap Mugi.
Mugi juga mengungkapkan bagaimana dirinya diberikan janji kosong oleh pihak pertamina.
"Dulu saya didatangi pihak Pertamina agar mau jual lahan, janji diberi pekerjaan anak-anak saya tapi tidak ada sampai sekarang," pungkasnya.
Kekhawatiran Presdir Pertamina
Dulu Presiden Direktur PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia Kadek Ambara Jaya sempat mengomentari fenomena warga kampung miliarder ramai-ramai memborong mobil.
Bahkan, ada satu keluarga di desa itu yang membeli tiga hingga empat mobil sekaligus.
Kadek mengaku prihatin dan sedih dengan fenomena yang terjadi tersebut.
Kadek khawatir masyarakat yang mendadak jadi miliarder itu terancam miskin jika tak bisa mengelola uang dengan baik.
"Kalau ini (terancam miskin) terjadi, saya yang salah, karena tidak mengawal dan mendampingi mereka," kata Kadek, saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (17/2/2021).
Kadek menjelaskan, pihaknya akan melakukan riset sosial untuk memetakan kondisi warga di tiga desa tersebut.
Riset sosial itu akan dilakukan dengan menggandeng pihak ketiga.
"Kita akan gandeng tim riset dari Lembaga Antropologi Untuk Riset dan Analisa dalam rangka membangun cetak biru CSR (corporate social responsibility) perusahaan berbasis kearifan lokal," ungkapnya.
Pihaknya juga ingin melibatkan warga dalam berbagai program padat karya.
Program itu merupakan salah satu upaya kehadiran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di tengah masyarakat.
Sebelum melibatkan warga, Pertamina Rosneft akan memberikan pembinaan dan pelatihan.
Sehingga, masyarakat memiliki skil yang baik.
"Kita punya kewajiban untuk membantu warga dari ring satu, apalagi warga saat ini kan mulai susah karena Covid-19," jelasnya.
Masyarakat, khususnya yang tak memiliki lahan, bisa bergabung dalam program padat karya tersebut.
Sebab, masyarakat yang sebelumnya menggantungkan hidup dengan menggarap lahan orang lain kehilangan salah satu pemasukan mereka.
"Kalau punya lahan kan punya duit banyak nih, namun penggarapnya kan kasihan," jelasnya.
s; tribunnews.com