INDONESIAKININEWS.COM - Sosok ini bak pahlawan di mata warga Bangka Belitung. Figurnya selalu dielu-elukan walau tak sedikit orang yang tak ...
INDONESIAKININEWS.COM - Sosok ini bak pahlawan di mata warga Bangka Belitung. Figurnya selalu dielu-elukan walau tak sedikit orang yang tak pernah berhenti menyerangnya.
Sosok itu, adalah Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat ini mengemban tugas sebagai Komisaris Utama Pertamina.
Di balik prestasinya yang luar biasa itu, sosok yang dijagokan sebagai Kepala Otorita IKN Nusantara di Penajam Paser Utara itu, ternyata punya segudang cerita.
Kisah itu bukan soal keberhasilan tetapi bagaimana memerangi korupsi sewaktu masih menjadi anggota DPR RI.
Bahwa di lembaga DPR RI itu, ia kerap membocorkan rahasia, tentang bocornya keuangan negara di lembaga terhormat itu.
Kisah yang satu ini Ahok bagikan tepat pada saat pelantikan Anggota DPR RI periode 2019-2024.
Ahok bagikan kisah itu lewat film dokumenter yang sudah dibuat oleh Chandra Tanzil dan Amelia Hapsari sejak tahun 2008.
“Film dokumenter berdurasi 38 menit ini menggambarkan perjalanan politik BTP maju ke DPR RI tanpa perlu mengeluarkan uang untuk memasang billboard atau baliho termasuk harus berhadapan dengan sentimen SARA,” tulis akun Youtube resmi Ahok seperti dikutip Wartakotalive.
Pada video itu diperlihatkan situasi Pileg di Bangka Belitung sejak tahun 2008 hingga 2009.
Namanya tidak dikenal di Pulau Bangka, Ahok memiliki rekam jejak yang baik di Belitung Timur.
Pernah menjadi Belitung Timur merupakan modal besar Ahok bisa melenggang ke Senayan.
Misalnya di pantai nyiur melambai, Manggar, Kabupaten Belitung Timur, seorang ustadz di sebuah surau mengaku pernah dibantu Ahok dalam mendapatkan air bersih untuk anak-anak mengaji.
“Yang membantu kami di surau ini Bupati Ahok, beliau yang peduli,” kata seorang ustadz di dusun Sawah.
Ia bercerita bahwa saat masih menjadi Bupati, Ahok datang ke Surau. Ia mengaku ingin melihat kondisi sumur dengan surau.
“Jadi kalau ada payau air, mau dibangun biar ada air jernih,” kata ustadz tersebut.
Ia mengaku saat itu Ahok juga sempat kaget dengan kondisi surau yang memprihatinkan. Mulai dari atap seng dan berdinding papan reot.
Penduduk Belitung Timur lainnya juga mengaku percaya dengan rekam jejak Ahok untuk maju ke DPR RI. Mereka tidak pernah mendengar soal isu korupsi saat pria asal Belitung itu menjabat Bupati.
“Oh tidak ada dongeng itu dia korupsi, tidak ada,” kata seorang pria tua di dalam video.
Modal kerja saat menjadi bupati itulah yang membuat Ahok mendapatkan suara untuk duduk di Senayan.
Di dalam video, Ahok menceritakan bahwa politik bersih harus menjadi komitmen seluruh calon anggota legislatif ketika memutuskan maju ke Senayan.
Sebab, politik yang diawali dari kejujuran akan berpengaruh hingga duduk di Senayan nantinya.
Pun ia tetap melakukan transparansi itu hingga duduk di Senayan.
“Saya lakukan di DPR RI adalah transparansi, saya satu-satunya anggota DPR RI yang melaporkan secara lengkap dari perjalanan dinas termasuk keuangan resesnya,” kata Ahok.
Bukan cuma transparansi di pengelolaan keuangannya, Ahok juga ternyata kerap membocorkan adanya dugaan mark up di DPR RI.
“Termasuk bagaimana oknum-oknum di DPR lakukan permainan mark up di DPR saya laporkan itu semua di website,” kata Ahok.
Diketahui saat kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik mencuat, hanya Ahok satu-satunya anggota Komisi II DPR RI yang tidak disebut KPK dalam dakwaan.
Saat itu ia duduk di komisi II dari Fraksi Partai Gerindra.
Ahok sempat kembali bercerita soal kasus mega korupsi itu usai KPK menetapkan beberapa tersangka.
Dikutip dari Kompas.com Ahok mengatakan, ketika masih menjadi anggota Komisi II DPR RI dia merupakan orang yang paling keras menolak proyek pengadaan KTP elektronik atau E-KTP.
Ahok mengatakan hal itu untuk mengomentari isu yang menyebutkan dia ikut menerima dana dari pengadaan e-KTP.
"Saya paling keras menolak e-KTP. Saya bilang pakai saja bank pembangunan daerah, semua orang mau bikin KTP pasti ada rekamannya kok. Ngapain habisin Rp 5 trilun sampai Rp 6 triliun?" kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin 6 Maret 2017.
Ahok mengaku tidak tahu-menahu soal pembagian fee dari pengadaan e-KTP maupun tentang dia masuk dalam daftar orang yang menerima fee.
Hal yang terpenting, kata dia, adalah dirinya tidak menerima dana apapun. Dia juga tidak tahu ada pembagian dana itu.
"Itu cuma daftar penerima (fee) e-KTP atau daftar Komisi II?" kata Ahok. "Masuk daftar itu kan bisa saja orang yang mau bagiin bikin daftar begitu, (tapi) kita terima apa enggak," kata Ahok.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo sebelumnya mengatakan perkara korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2 triliun itu diduga kuat melibatkan nama-nama besar.
Dia berharap tidak terjadi guncangan politik akibat perkara dugaan korupsi pengadaan e-KTP itu.
"Mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar ya, karena namanya yang akan disebutkan memang banyak sekali," ujar Agus.
Nama-nama besar itu, lanjut Agus, dapat publik lihat dan dengar langsung dalam persidangan perkara itu.
"Nanti Anda tunggu. Kalau Anda mendengarkan dakwaan dibacakan, Anda akan sangat terkejut. Banyak orang yang namanya disebut di sana. Anda akan terkejut," ujar Agus.
Perkara dugaan korupsi E-KTP yang masuk persidangan itu terdiri dari dua tersangka, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman.
Keduanya dikenakan Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHAP. Menurut KPK, proyek pengadaan E-KTP senilai Rp 6 triliun.
Namun, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 2 triliun. (*)
S: Tribunnews