INDONESIAKININEWS.COM - Kasus 'mimpi bertemu Rasulullah SAW' Haikal Hassan yang dilaporkan oleh Husin Shihab ternyata masih terus b...
INDONESIAKININEWS.COM - Kasus 'mimpi bertemu Rasulullah SAW' Haikal Hassan yang dilaporkan oleh Husin Shihab ternyata masih terus bergulir hingga saat ini.
Kabarnya, Haikal Hassan akan kembali diperiksa pada Jumat, 26 November 2021 lusa.
Pemeriksaan ini diagendakan untuk digelar pada pukul 14.00 WIB di gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Haikal Hassan sendiri sebelumnya sudah pernah diperiksa pada 28 Desember 2020 lalu.
Kala itu, Sekretaris Umum HRS Center itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus 'mimpi bertemu Rasulullah' tersebut.
Kabar pemeriksaan terhadap Haikal ini kemudian mendapat tanggapan dari pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Refly Harun mengaku heran dan merasa aneh dengan adanya pemeriksaan atas kasus mimpi.
Menurutnya, tak ada cara untuk membuktikan benar atau tidaknya mimpi tersebut.
Ia pun tak paham tujuan dari dilakukannya pemeriksaan terhadap Haikal Hassan tersebut.
"What for? (untuk apa?), itu komentar saya. Buat apa diperiksa? Apa yang dicari polisi terhadap orang yang dilaporkan bermimpi bertemu Rasul? Bukankah mimpi itu sangat personal sifatnya, dan tidak ada metode pembuktiannya. Allahuakbar," ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.
Pakar hukum itupun menilai bahwa urusan mimpi itu bukanlah ranah polisi.
"Dan bukan urusan kepolisian rasanya, kok ada mimpi bertemu Rasul diperiksa," katanya melanjutkan.
Refly Harun tak habis pikir dengan kembali diadakannya pemeriksaan terhadap Sekretaris Umum HRS Center itu.
Ia pun mempertanyakan soal apa yang dicari polisi dalam pemeriksaan terhadap Haikal Hassan tersebut.
"Allahuakbar, allahuakbar apa yang mau dicari?" tuturnya.
Menurut Refly, seharusnya kasus seperti ini bukan dilaporkan ke kepolisian, melainkan ke Majelis Ulama Indonesia atau MUI.
"Ya memang tidak boleh sembarangan membawa nama Rasulullah SAW, tapi apa kaitannya dengan kepolisian lalu dibawa pada kriminalitas? Kalau yang begini harusnya adukan saja ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar ditegur misalnya, kan proper," kata sang pakar hukum.***
S:PikiranRakyat