INDONESIAKININEWS.COM - Solo sebuah kota di Jawa Tengah yang terkenal dengan slogan 'The Spirit of Java'. Slogan tersebut mengandun...
Bicara Solo tentunya tak lepas dari sosok Jokowi. Presiden Republik Indonesia ke-7 yang lahir dan menghabiskan masa kecil, remaja hingga dewasanya di kota tersebut.
Dan di kota ini pula karier politik seorang Joko Widodo atau Jokowi dimulai. Sebelum masuk dunia politik Jokowi dikenal sebagai seorang pengusaha mebel yang cukup sukses. Tak keliru jika 2 dari 3 anaknya sampai bersekolah ke luar negeri.
Sampai pada akhirnya pada sebuah titik kehidupan seorang Jokowi berubah 180 derajat. Tersebutlah nama FX Hadi Rudyatmo atau akrab dipanggil Rudy. Saat itu Rudy adalah Ketua DPC PDIP Solo. Dan melalui jalan Rudy akhirnya seorang Jokowi bisa menjadi sekarang ini.
Dikisahkan pada tahun 2005, Rudy dihadapkan pada sebuah pilihan. Sebab PDIP saat itu memperoleh hampir separuh kursi DPRD. Sebagai pemenang mayoritas sudah barang tentu Rudy punya kans kuat sebagai Wali Kota. Tapi saat itu Rudy tahu diri, ia bukan seorang muslim.
Maka berbondong-bondonglah beberapa tokoh di Solo yang mau menjadi Wali Kota dan Rudy sebagai Wakil Wali Kota. Diceritakan ada kurang lebih 10 orang yang mendekati Rudy. Tapi kesemaunya belum ada yang sreg di hatinya.
Sampai pada akhirnya 'pulung' itu datang, atas rekomendasi dari Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia, Asmindo Solo, Jokowi dan Rudy diperkenalkan dan dipertemukan.
Jokowi dipandang sebagai pengusaha kaya. Orang Asmindo membisiki Rudy bahwa Jokowi seorang yang hebat dalam kepemimpinan. Jokowi memikirkan pengusaha kecil, memajukan anggota Asmindo, seorang jujur apa adanya, sederhana, sangat cerdas dan pekerja keras.
Singkat kata, Rudy tertarik hingga perkenalan keduanya berlanjut dengan pertemuan. Ternyata kedua tokoh itu klop dalam pandangan tentang rakyat. Mereka sepakat bahwa rakyat hanya menjadi penonton pembangunan. Dan keduanya bertekad memberi ruang pada masyarakat, bawah pelaku ekonomi kecil sebagai central perputaran uang di kota Solo. Rudy yakin bahwa ia tidak salah memilih Jokowi sebagai sosok yang diusung PDIP dalam pilkada Solo 2005.
Sampai akhirnya Rudy memperkenalkan Jokowi ke Bu Mega di Jakarta dibantu kader PDIP Solo yang lainnya. Saat itu Mega sempat bertanya, "Rud, apa kamu tidak keliru? Calon Wali Kotamu kok kurus dan ceking begitu?". Pertanyaan Mega itu jangan dipahami secara harfiah, penghinaan terhadap fisik, itu adalah sebuah pesan atau simbol. Maknanya, calon pemimpin itu harus kuat dan siap dengan segala dinamikanya.
Tapi Rudy dan para kader PDIP di Solo memiliki keyakinan terhadap sosok kurus ceking Joko Widodo tersebut. Insting Rudy begitu kuat.
Atas rekomendasi Megawati Soekarno Putri akhinya majulah Jokowi-FX Hadi Rudyatmo di pilkada 2005. Saat itu ada 4 paslon yang bertarung. Dan Jokowi-Rudy (PDIP) yang memenangkan pertarungan memperoleh suara 36,62%.
Disusul kemudian Achmad Purnomo-Istar Yuliadi (PAN) 29,08%, Hardono-Dipokusumo (Golkar, Demokrat, PKS) 29%, Slamet Suryanto-Hengky Nartosabdo (Koalisi partai-partai kecil) 5,29%.
Sampai akhirnya duet maut keduanya mampu membawa Solo dalam tatanan yang sangat berbeda di era-era Wali Kota Solo sebelumnya yang cenderung stagnan dan monoton. Jokowi benar-benar nguwongke warganya atau 'memanusiakan manusia' warganya.
Pencapaian Jokowi-Rudy di periode pertama mereka untuk Kota Solo bisa dikatakan powerfull sekali. Solo seolah baru terbangun dari tidurnya yang panjang. Prestasi Jokowi tak hanya menjadi skala nasional tapi juga international. Banyak hal-hal yang mendasar dan menjadi akar kuat bagi seorang Jokowi untuk Kota Solo, maka tak keliru jika warganya begitu cinta.
Hal itu dapat dibuktikan pada pilwali tahun 2010. Pemilihan Umum Wali Kota Surakarta 2010 adalah pemilihan kepala daerah pada 26 April 2010 untuk memilih Wali Kota Surakarta periode 2010-2015.
Terdapat dua pasang kandidat yang bertarung pada pilwali Surakarta 2010, yaitu Joko Widodo dan F.X. Hadi Rudyatmo yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) serta Eddy Wirabhumi dan Supradi Kertamenawi yang diusung oleh Partai Demokrat, Golkar, dan Hanura. Angka partisipasi pilkada ini tercatat 71,80% dari 393.703 orang dalam daftar pemilih tetap.
Sudah dapat ditebak pada akhirnya Jokowi-Rudy menang telak. Jokowi yang merupakan petahana berhasil memenangkan pilkada ini dengan perolehan suara sebesar 90.09%. Sedang Eddy Wirabhumi-Supradi Kertamenawi memperoleh suara hanya 9,91%.
Dan singkatnya Rudy setidaknya sukses memberi jalan dan peran kepada Jokowi menjadi Wali Kota Solo kemudian atas prestasi Jokowi tersebut membuka jalan dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 dan lanjut menjadi orang nomor 1 di negeri ini pada tahun 2014.
Sementara Rudy sepeninggal Jokowi langsung naik menjadi Wali Kota Solo lanjut memenangi pilwali 2015 sampai akhirnya lengser di tahun 2020. Dan pada akhirnya muncul nama Gibran Rakabuming putra sulung Jokowi menjadi Wali Kota Solo periode 2021-2026 dengan perolehan yang tak kalah fantastis.
Sebagai catatan Rudy adalah satu kader kesayangan Megawati. Kendati Rudy tidak memiliki jabatan struktural di DPP PDIP akan tetapi sosok Rudy cukup disegani dikalangan rekan partai. Ada sebuah kisah yang menggambarkan kecintaan Rudy pada Mega sebagai sosok Ibu.
Pernah dalam sebuah acara di masa-masa perjuangan dulu, pernah kursi yang diduduki Mega tampak reyot. Dengan sigap kemudian Rudy mengganjal kursi tersebut dengan salah satu kakinya. Jika mengingat kisah itu Rudy kerap berkaca-kaca. Ia hanya tak ingin Bu Mega terjatuh. Dalam filosofinya sebagai orang Jawa, seorang pemimpin tak boleh jatuh dari kursi, itu pertanda yang kurang baik. Maka Rudy bersedia mengorbankan kakinya sebagai penopang sampai acara selesai.
Nah, sekarang pertanyaannya apakah insting dan tuah Rudy masih tajam? Setelah pernyataannya yang keras kepada ketua DPP PDIP Jateng Bambang 'Pacul' dan dengan lantang mendukung Ganjar, yang ia pahami sebagai "ganjaran yang baik" untuk Indonesia.
Bagaimana menurut Anda?
Demikian, salam
S:Anton Cahya
