INDONESIAKININEWS.COM - SEKRETARIS Jenderal DPP Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB), Jhoni Allen Marbun, membongkar patgulipat d...
INDONESIAKININEWS.COM - SEKRETARIS Jenderal DPP Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB), Jhoni Allen Marbun, membongkar patgulipat di tubuh Partai Demokrat. Dikatakannya, sejak awal Partai Demokrat selalu ingin menjadi partai yang terbuka, humanis, dan dimiliki seluruh rakyat Indonesia.
"Bukan sebaliknya yakni partai milik keluarga tertentu dengan tindakan semena-mena," kata Jhoni dalam keterangan resminya di Jakarta, akhir pekan lalu.
Jhoni meluruskan pemberitaan dan informasi yang beredar, yang menurut dia, cenderung menyesatkan, memberikan tafsir rekayasa, dan memutarbalikkan fakta. "Hal itu bukanlah yang pertama kali mereka lakukan. Yang awalnya dibilang pecah, padahal tidak ada perpecahan dalam perjuangan. Yang ada dalam perjuangan itu adalah kekompaknlan, walaupun ada perbedaan pendapat," tuturnya.
Dalam tubuh partai politik, dia menilai perbedaan pendapat itu merupakan cermin kekuatan semangat dan kekuatan perjuangan. "Tetapi di sebelah sana (kubu SBY-AHY) ada yang selalu mencari muka, asal bapak senang. Memberikan masukan yang salah tetapi disukai, yang pada akhirnya, pada waktunya meledak. Dan ini pun saya sudah sampaikan kepada Pak SBY pada saat saya diundang didampingi Benny K Harman," papar Jhoni.
Dia juga menjelaskan mengapa mengambil posisi berseberangan dengan kubu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan putranya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Jhoni mengaku ingin agar Partai Demokrat yang sesungguhnya, yang diinginkan para pendiri.
"Pak SBY itu ketua umum keempat. Sepanjang kepemimpinan ketua umum sebelumnya tidak pernah ada masalah walaupun terjadi perbedaan pandangan. Justru terjadi dinamika, perbaikan atas perbedaan pendapat. Kalau sekarang tidak. Mereka mengadopsi kekuatan-kekuatan yang menurut mereka paling benar dan mereka merasakan bahwa itu miliknya," tutur Jhoni.
Ia mencontohkan AHY. Menurutnya, sejak kapan anak sulung SBY itu tercatat secara resmi menjadi kader dan pengurus Partai Demokrat. "Kemudian AHY direkayasa menjadi ketua umum. Dari mana asal kadernya? Melalui Kogasma? Apakah dia (Kogasma) masuk ke dalam struktur Partai Demokrat? Tidak. Sejak kapan ada Kogasma di Partai Demokrat? Di struktur mana dia? Kogasma sekarang sudah hilang," papar Jhoni.
Jhoni juga mengklarifikasi pernyataan jika AHY pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Demokrat. "Kapan dia jadi wakil ketua umum? Forum apa yang menjadikan dia wakil ketua umum? Apakah ada hal mendesak terjadi kekosongan kursi wakil ketua umum dan itu menjadi masalah? Tidak," tegasnya lagi.
Saat itu, Jhoni menyebut SBY masih menjabat posisi sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Lantaran mendapat legitimasi yang kuat dari sang ayah, AHY pun berintak arogan. "AHY bertindak semena-mena terhadap kami, para kader dari Sabang sampai Merauke. Yang tidak setuju dengan pendapatnya, terjadi perbedaan pendapat, pecat," cerita Jhoni. Hal itulah yang saat ini dilawannya melalui KLB Partai Demokrat.
"Kenapa kita melawan, karena tidak sesuai dengan khitah Partai Demokrat yang diinginkan para pendiri sebagai partai terbuka, partai modern, dan partai yang bebas dari tirani," terang dia.
Di berbagai kesempatan, Jhoni menyebut SBY selalu mengajak agar kita semua harus menjadi Demokrat sejati. Namun, kata dia, fakta justru menunjukkan sebaliknya. "Dalam AD/ART 2020 hanya ada dua pemegang kekuasaan tertinggi yakni Ketua Majelis Tinggi Pak SBY dan AHY yang kita tidak tahu kapan dia jadi kader Demokrat, kecuali pada saat pencalonan Gubernur DKI Jakarta yang gagal itu. Itu pun sedikit dipaksakan. Saat itu saya menjadi tim. Tiba-tiba kok berubah," tegasnya.
"Jadi, jangan pernah percaya berita-berita yang suka memutarbalikkan fakta. Dari dulu ini bukan yang pertama dan mungkin juga bukan yang terakhir yang dilakukan kubu sebelah, karena mereka kebingungan atas ulah mereka sendiri," tambah Jhoni.
Dengan begitu, Jhoni menyebut sesungguhnya yang sedang mereka lawan adalah diri mereka sendiri, bukankubu Partai Demokrat hasil KLB. "Jadi, yang dilawan sesungguhnya bukan kami, tapi diri mereka sendiri yang menyatakan telah melalui proses demokratis ternyata ada kediktatoran. Dikatakan bahwa partai ini milik rakyat, faktanya, pelaksanaannya partai ini milik kelompok dan keluarga Cikeas," papar dia.
Sebagai contoh, Mahkamah Partai diangkat oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yakni SBY, baru dikirim ke Kemenkumham. Lalu, ketua umum berhak mengangkat dan memberhentikan dewan pimpinan pusat, membatalkan keputusan DPD dan DPC. "Ini yang lari dari substansi keorganisasian Partai Demokrat yang kita bangun sejak 2001," kata dia.
Menilik kepada sejarah, Jhoni paham bagaimana SBY berproses di Partai Demokrat. Saat itu, Partai Demokrat tengah menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Bogor. Kebetulan Jhoni yang menjabat Ketua Panitia Rapimnas Partai Demokrat. "Di situlah SBY secara terbuka menyatakan bergabung ke Partai Demokrat. Saat itu beliau bersama Max Sopacua," terang Jhoni.
Dikatakannya, apa yang dilakukan ia dan rekan-rekannya saat ini merupakan upaya memberikan masukan untuk kembalinya Partai Demokrat ke jalan yang benar. "AHY tidak paham dinamika Partai Demokrat, makanya dia semena-mena, karena dia tidak punya sejarah perjuangan di Demokrat. Di mana sejarah perjuangannya? Menikmatinya iya. Menikmati pilkada-pilkada dengan kesewenangan, yang berbeda pendapat dan tidak sesuai dengan yang diinginkan diganti," ulasnya.
Sementara jauh sebelum hal itu terjadi, Jhoni menilai tak pernah hal tersebut dilakukan oleh para petinggi Partai Demokrat sebelumnya. "Kita dulu tidak pernah mencampuri pilkada tingkat dua, kecuali tingkat satu berdasarkan masukan dari mereka. SBY tahu itu. Tapi sekarang terbalik. Bahkan ada iuran tingkat dua dan tingkat satu yang ditarik ke DPP. Dulu tak pernah kita tarik, malah kalau perlu kita bantu ya kita bantu," tutur dia.
"Jadi, jangan pernah percaya pemutarbalikkan fakta yang tidak masuk akal dan nurani kita. Itulah yang mendorong kami melaksanakan KLB. Diberi masukan tidak mau, malah main pecat. KLB ini tidak bertentangan dengan UU tentang Partai Politik dan AD/ART Partai dalam rangka memperjuangkan kedaulatan anggota dalam menegakkan demokrasi," pungkasnya. (RO/S-2)
s: mediaindonesia.com