INDONESIAKININEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa hubungan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PDI Perjuang...
INDONESIAKININEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa hubungan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PDI Perjuangan (PDIP) merupakan hal yang penting dan krusial.
Menurut Refly Harun, saat ini PDIP tengah dilema terhadap pemerintahan Jokowi yang popularitasnya makin menurun.
Refly Harun mengutip hasil survey dari salah satu lembaga yang mengatakan kepercayaan publik terhadap Jokowi dalam menangani Covid-19 hanya 43 persen.
Sementara sisanya lebih banyak yang tidak percaya dan sebagian lagi memilih abstain.
"Artinya yang percaya itu hanya minoritas, padahal kepercayaan itu penting," katanya pada Selasa, 10 Agustus 2021.
Dia pun mengambil pernyataan dari Cahyadi Hanan yang menyebut bahwa seharusnya pada masa krisis kepemimpinan dapat bersikap solid.
Selain itu, di tengah krisis juga seorang pemimpin dapat menampilkan sikap kepemimpinannya. Sikap itu akan muncul di saat krisis melanda.
Refly mengambil contoh dari tindakan yang diambil oleh Presiden Amerika Serikat ke-43 George. W. Bush saat menghadapi krisis.
Bush ketika itu benar-benar memanfaatkan solidaritas Amerika Serikat untuk menanggulangi masalah akibat pengeboman WTC di New York.
Akibat sikap kepemimpinan yang ditunjukkannya itu, Bush yang popularitasnya menurun dapat meraih kursi kepemimpinan hingga dua periode.
"Jadi biasanya dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti krisis, biasanya muncul pemimpin-pemimpin yang bisa terlihat hebat," tuturnya.
Namun, sikap itu masih belum tampak dari pemerintahan Jokowi di saat krisis pandemi Covid-19 ini.
"Belum muncul solidaritas yang muncul justru protes-protes pada Presiden Jokowi," katanya.
"Bahkan lebih dari itu adalah banyak suara yang menginginkan yang bersangkutan diganti atau mundur," sambungnya.
Refly Harun menegaskan bahwa jika berbicara mengenai pergantian atau pengunduran diri pemimpin maka harus bicara tentang konstitusional.
"Bukan jalan makar tentunya ya, karena yang namanya mengganti presiden itu ya ada beberapa jalan, secara umum adalah dijadwal resmi pemilu, atau di luar jadwal itu," ucapnya.
Dia menjelaskan jalan yang di luar jadwal adalah dengan diberhentikan atau mengundurkan diri. Jika bicara mengenai pemberhentian Presiden secara politik bukan semata-mata soal kesalahan presiden saja.
"Lebih pada konstelasi politik dan konstelasi politik itu tentu didasarkan pada konstelasi di masyarakat," ujarnya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun.
"Makanya saya mengatakan kalau misalnya riak-riak yang menginginkan Jokowi mundur hanyalah gelombang-gelombang kecil saja ya tidak akan diperhatikan," lanjutnya.
Hal itu diungkapkannya tidak akan menjadi trigger mechanism untuk proses pemberhentian presiden atau proses menyuruh presiden mengundurkan diri.
"Memang perlu upaya yang lebih besar. Memundurkan seorang presiden haruslah suara genuine dari masyarakat," katanya.
Refly menyebut jika bukan suara dari masyarakat makan tidak terjustifikasi, sebab itu harus dilihat dan mengukur suara rakyat.
Apabila masyarakat ternyata masih mencintai Presiden Jokowi maka harus dilihat sebagai sebuah fakta sosial.
"Walaupun kalau ditanya kepada saya permasalahan terbesar pemerintahan sekarang adalah pada leadershipnya, pada kemampuan untuk memimpin dalam masa krisis," tuturnya.
"Bukan pemimpin yang memelihara kelompok masyarakat tertentu untuk menghantam kelompok masyarakat lainnya," tandas Refly Harun.
s: pikiran-rakyat.com