INDONESIAKININEWS.COM - Taliban berkuasa di Afghanistan selama 1996-2001. Ketika itu, mereka menerapkan hukum syariah Islam yang cukup keta...
INDONESIAKININEWS.COM - Taliban berkuasa di Afghanistan selama 1996-2001. Ketika itu, mereka menerapkan hukum syariah Islam yang cukup ketat.
Dalam pernyataan yang dikutip dari dokumentasi Harian Republika 1997, alasan pemerintahan Taliban ketika itu adalah mendirikan negara Islam yang komprehensif. ''Tujuan akhir kami adalah menegakkan suatu negara Islam yang paling sejati di muka bumi.''
Lihat juga:
Kalimat tersebut meluncur dari bibir Maulawi Rafiullah Muazin, kepala Departemen Penganjur Kebajikan dan Pencegah Kemunkaran Afghanistan ketika itu, Maret 1997.
"Kebudayaan kami telah berubah banyak sejak sekitar 40-50 tahun lalu, khususnya di kota-kota seperti Kabul. Sekarang budaya asli Afghanistan hanya bertahan di desa-desa,'' tambah Muazin.
Dengan 'misi suci' itu, selama berkuasa sekitar 14 bulan, pemerintah Taliban menerapkan berbagai aturan yang mereka nyatakan sebagai upaya pemurnian Islam. Beberapa kebijakan pun diterapkan antara lain perintah memelihara jenggot dan larangan mencukurnya. Berikut penjelasannya?
Jenggot Taliban
Itu semua, kata Muazin, yang menjadi misi suci pemerintahan Taliban. Dan dalam kerangka inilah Muazin membela kewajiban memelihara jenggot yang dikenakan bagi semua lelaki Afghanistan. ''Sangat jelas bahwa mencukur jenggot adalah suatu perbuatan yang tidak Islami,'' tandas Muazin.
Departemen yang dipimpinnya, kata Muazin, baru-baru ini memecat 100 orangnya, termasuk para deputi menteri dan kepala-kepala departemen, yang mencukur habis jenggot mereka.
"Saya telah mengatakan bahwa mereka tidak akan mendapatkan kembali pekerjaannya. Kami sudah mengumumkan kewajiban memelihara jenggot ini sejak tiga atau empat bulan lalu. Jadi sekarang tidak ada lagi alasan untuk tidak melakukan hal itu.''
sumber : Harian Republika
Selain mewajibkan orang lelaki berjenggot, departemen yang dipimpin Muazin juga bertugas mengontrol orang-orang agar mereka menjalankan shalat lima waktunya dengan baik. Semuanya tidak lain adalah untuk kebaikan orang itu sendiri. ''Terutama di akhirat kelak,'' kata Muazin.
Kabarnya selain mewajibkan kaum lelaki memanjangkan jenggotnya, pemerintah Taliban juga melarang sejumlah hal yang dianggap bisa merusak keislaman masyarakat. Di antaranya adalah larangan memperingati pergantian tahun, musik, tarian, sampai menaikkan layangan dari atap rumah.
Selain itu, menurut media massa Barat, pemerintah Taliban juga meminta masyarakatnya untuk mencat jendela-jendela rumahnya yang di lantai atas. Kewajiban itu, katanya, diterapkan agar orang tidak bisa melihat ke arah halaman tetangganya.
Pukulan untuk perempuan
Tapi agaknya dari semua kebijakan yang dijalankan oleh Taliban, yang dianggap paling parah adalah perlakuannya terhadap perempuan. Berbagai media menyoroti berbagai pembatasan ketat yang dikenakan terhadap kaum perempuannya.
Selain sekolah, kesempatan perempuan untuk bekerja juga dibatasi. Kecuali untuk bidang kesehatan. Seperti juga diterapkan di negara-negara Islam lainnya, perempuan Afghanistan diwajibkan untuk menutup seluruh tubuhnya dengan jubah panjang.
Begitu juga kepala dan wajah. Hanya ada lubang di bagian mata yang terbuka. Jika ada perempuan yang berani melanggar perintah ini dan berjalan di luar rumah, maka polisi susila yang berpatroli di jalan-jalan dengan pick-up terbuka akan segera mencambuknya.
Sebenarnya, kata sebuah sumber di pemerintahan, Taliban juga menginginkan kemajuan bagi perempuan. Segera setelah pemerintah berhasil menemukan cara dan menyediakan fasilitas untuk memisahkan laki-laki dan perempuan yang berkiprah di ruang publik, perempuan boleh berkiprah lagi di luar rumahnya.
Sayangnya, kata sumber itu lagi, pemerintah kurang dana untuk menyediakan itu semua. Dan artinya belum ada kepastian kapan para anak-anak perempuan itu bisa kembali ke sekolahnya.
Sebenarnya pemerintah Taliban sudah menerima tawaran bantuan dari PBB untuk membantu keluar dari kesulitan ekonomi yang kini tengah melilit negeri yang kini dikuasai para mullah tersebut.
Namun sejauh ini mereka masih menampakkan keraguan untuk menerimanya. Kelompok perempuan yang paling menderita karena pelarangan ini adalah para janda dan ibu-ibu yang berperan sebagai pencari nafkah utama bagi keluarganya.
Menanggapi kesulitan ini banyak lembaga donor internasional yang bersedia memperluas program bantuannya ke Afghanistan. Namun, lagi-lagi, mereka harus berhadapan dengan pemerintah yang agaknya memiliki prioritas lain.
Lihat artikel asli
S: Republika