INDONESIAKININEWS.COM - Dewasa ini pernahkan mendengar bahwa orang Jawa dilarang menikah dengan orang Sunda misalnya? Di jaman modern seper...
INDONESIAKININEWS.COM - Dewasa ini pernahkan mendengar bahwa orang Jawa dilarang menikah dengan orang Sunda misalnya? Di jaman modern seperti sekarang ini masih banyak orang yang percaya dan bahkan menganut hal tersebut.
Bagi beberapa orang, pernikahan antar suku tertentu diyakini bakal menjadi pernikahan yang tak langgeng dan banyak mengalami lika-liku hidup.
Tak hanya terbatas pada suku Jawa dan suku Sunda, namun hal ini juga masih berlaku di suku lainnya di Indonesia. Misalnya mitos pernikahan suku Sunda dan minang, atau antara suku Jawa dengan Batak.
Seperti yang diketahui bahwasanya Indonesia adalah negara multikultural. Di Indonesia memiliki 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air menurut sensus BPS tahun 2010.
Suku Jawa adalah kelompok terbesar di Indonesia dengan jumlah yang mencapai 41% dari total populasi.
Tak heran apabila setiap wilayah di Indonesia pasti memiliki kepercayaannya masing-masing termasuk juga dengan adat pernikahan serta pantangan dan larangan yang menyertainya.
Bahkan, terlepas dari kebenaran atau hanya mitos yang berkembang di masyarakat. Pembicaraan atau persoalan mengenai larangan menikah antar suku di Indonesia ini sepertinya masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan.
Berikut adalah 3 suku di indonesia yang dianggap pantang dan dilarang untuk saling menikah, MEDIA BLITAR telah merangkum mitos larangan pernikahan antar suku di Indonesia.
Pernikahan antara suku Jawa dengan Sunda
Pernikahan yang dilarang pertama adalah perkawinan antara suku Jawa dan Sunda. Pantangan ini tentu sudah banyak orang tahu, bahkan menjadi rahasia umum.
Orang-orang dari kedua suku ini masih banyak yang percaya ikatan pernikahan keduanya dianggap hal yang tabu bila dilakukan.
Namun, sebenarnya larangan pernikahan antara kedua suku ini sudah ada sejak Kerajaan Majapahit. Konon, dulunya Kerajaan Pajajaran dari tanah Sunda dan Kerajaan Majapahit dari Jawa pernah berseteru dalam perang.
Selepas dari kejadian perang itulah yang sepertinya masih meninggalkan sisa-sisa permusuhan dan masih dianut sampai sekarang.
Selain itu, larangan ini sebenarnya datang dari pemahaman bahwa perempuan Sunda tak bisa memegang uang karena suka berdandan, tidak bisa memasak, mengurus rumah tangga, tidak sopan dan lain sebagianya.
Stereotipe tersebut ternyata datang dari ketika orang-orang Jawa yang datang ke Pasundan melihat perempuan Sunda yang hanya duduk-duduk di teras sambil bersolek.
Hal ini tentu berbeda dengan kebiasaan perempuan Jawa yang pintar dalam mengurus rumah. Perbedaan inilah yang membuat stereotipe wanita Sunda materialistis.
Meskipun sebenarnya sering ditemui bahwa pernikahan antar suku Jawa dan Sunda terbukti baik-baik saja, tanpa ada halang melintang.
Pernikahan antara Batak dengan Jawa
Mitos larangan pernikahan selanjutnya adalah antara suku Batak dan Jawa. Mitos ini bisa dilihat dari karakter masing-masing suku.
Suku Batak memang dikenal memiliki watak yang keras dan frontal atau blak-blakan sehingga dianggap sering menindas suku Jawa yang dikenal sebagai pribadi yang lemah lembut.
Selain itu dalam suku batak sediri marga adalah hal yang penting bagi suku ini. Marga dalam kebudayaan batak biasanya mengikuti garis keturunan ayahnya.
Apabila seorang batak menikah dengan perempuan diluar batak maka harus diadakan pesta adat pemberian marga, hal ini agar keturunannya nanti kelak dapat berperan dalam adat.
Selain permasalahan marga, ada perspektif yang mengatakan bahwa suku batak identic dengan agama Kristen. Sedangkan masyarakat Jawa mayoritas adalah penganut agama Islam.
Walaupun sebenarnya ada juga suku batak yang beragama islam, maupun Jawa yang beragama Kristen. Perspektif inilah yang menjadi halangan pertama saat kedua suku ini bertemu.
Pernikahan antara Sunda dengan Minang
Larangan terakhir adalah larangan perkawinan antara suku Sunda dan Minang. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa suku Sunda dianggap suku yang senang berfoya-foya dan matre.
Sedangkan ada stereotip yang menyebutkan bahwa orang minang itu pelit. Berlandaskan karakter keduanya menimbulkan persepsi keuangan keduanya akan cenderung tidak stabil.
Lihat artikel asli
S: Indozone