INDONESIAKININEWS.COM - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti aksi blusukan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang membagikan paket oba...
INDONESIAKININEWS.COM - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti aksi blusukan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang membagikan paket obat dan sembako kepada warga di Jakarta Utara pada Kamis malam, 15 Juli 2021.
Refly Harun mengatakan, saat mengetahui aksi blusukan Jokowi di Jakarta Utara, dia tiba-tiba saja teringat tulisan seorang peneliti Australia bernama Ben Bland.
"Dulu ada peneliti Australia, Ben Bland, yang menulis 'Man of Contradictions', manusia dengan kontradiksi, yang mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi itu aneh," kata Refly Harun, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Refly Harun, Sabtu, 17 Juli 2021.
Refly Harun menjelaskan, Ben Bland menilai pemerintah Jokowi aneh, karena Jokowi masih bersikap seperti wali kota meski sudah menjadi presiden.
Oleh karena itu, Refly Harun menilai tulisan Ben Bland tersebut sangat relevan dengan apa yang dilakukan Jokowi saat ini.
"Sebenarnya kelas Jokowi itu adalah wali kota, tapi wali kota yang masuk ke Istana. Kenapa begitu? Karena perilakunya masih seperti seorang wali kota," kata Refly Harun.
"Kalau kita bicara unit-unit pemerintahan, maka kita bisa mengatakan, ya blusukan itu cocok kalau dia wali kota. Karena tentu dia blusukan di satu area di pemerintahannya," sambungnya.
Refly Harun lantas menjelaskan bahwa seorang gubernur pun sudah tidak memungkinkan lagi melakukan blusukan, karena pasti akan berimpitan dengan kepala daerah lainnya, seperti wali kota dan bupati.
"Gubernur, tergantung, kalau Gubernur DKI yang blusukan mungkin bisa karena satu daerah itu adalah wilayah pemerintahannya," kata Refly Harun.
"Tapi kalau gubernur provinsi lain, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur misalnya, kalau blusukan pasti akan berimpit dengan kepala daerah lainnya," sambungnya.
Refly Harun juga mengatakan bahwa aksi blusukan tidak bisa dilakukan sembarangan, karena setiap wilayah itu ada pemimpinnya.
"Jadi ini prinsip yang penting, karena yang memegang wilayah itu ada orangnya, yaitu kepala daerah otonom. Di dalam konteks DKI, wali kotanya bukan kepala daerah otonom karena dia tidak dipilih. Jadi ini konsep tata negara," tutur Refly Harun.
Oleh karena itu, Refly Harun menilai bahwa sebenarnya seorang presiden itu tidak memiliki wilayah lagi untuk melakukan blusukan.
"Jadi sebenarnya Presiden RI tidak punya wilayah lagi untuk blusukan. Kalau dia blusukan ke daerah tertentu berarti dia mem-bypass bupati, wali kota, gubernur. Dalam konteks Jakarta, pastilah dia mem-bypass gubernur," ujar Refly Harun.
"Memang DKI ini wilayah presiden juga, tapi kalau kita bicara prinsip otonomi daerah, the first place-nya adalah wilayah dari seorang gubernur, yang saat ini bernama Anies Baswedan, yang sering dipersepsikan oposisi pemerintah," tuturnya.
Refly Harun lantas mengatakan, jika benar pemerintah menganggap Gubernur Anies Baswedan sebagai oposisi, itu artinya bisa jadi dia dinggap sebagai sosok yang berbahaya.
"Buzzer-buzzer Istana juga beroposisi terhadap Gubernur DKI. Lebih senang mengkritik gubernur daripada presiden. Padahal orang yang paling berkuasa di Indonesia adalah presiden, bukan gubernur," ujarnya.
"Tapi kalau gubernur ditempatkan sebagai sosok yang powerfull berarti luar biasa, Anies dianggap sosok yang membahayakan jangan-jangan," kata Refly Harun.
s: pikiran-rakyat.com