INDONESIAKINI.COM -perdebatan keduanya terjadi saat membahas soal julukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 'King of Lip Service' yang ...
INDONESIAKINI.COM -perdebatan keduanya terjadi saat membahas soal julukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 'King of Lip Service' yang diberikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI).
Menurut Faldo, BEM UI memiliki kepentingan politik hingga memberikan julukan itu pada Jokowi.
Namun, pernyataannya itu memancing perdebatan dengan Fadli Zon.
Unggahan akun Instagram BEM UI, Sabtu (26/6/2021). BEM UI menjadi trending topic di Twitter setelah menyebut Jokowi 'King of Lip Service'. (Instagram @bemui_official)
Hal tersebut terjadi dalam acara CATATAN DEMOKRASI tvOne, Selasa (29/6/2021).
"BEM UI secara sadar menyatakan argumen yang sudah banyak di media sosial, poinnya sama, itu kan argumentasi di ruang politik," ujar Faldo.
"Labelling King of Lip Service itu dari BEM UI kan? Ada yang lain?," debat Fadli.
Faldo lantas menyinggung pernyataan Jokowi saat menanggapi kontroversi julukan King of Lip Service.
Menurutnya, Jokowi bukan baru kali ini diberi julukan oleh mahasiswa.
"Ada banyak kan tadi Pak Jokowi udah bilang," sahut Faldo.
"Tuduhan atau labelling terhadap presiden kan udah sering, benar enggak?"
"Hari ini King of Lip Service, sebelumnya kan sudah ada."
Namun, ucapan Faldo kembali dibantah Fadli.
Pasalnya, Fadli menilai pemberian julukan King of Lip Service itu hanya untuk membuka ruang diskusi.
"Beda, kalau termasuk substansi lip service itu adalah apa yang dikatakan berbeda dengan yang dilakukan," ucap Fadli.
"Itu adalah subyek untuk diskusi dari perdebatan selanjutnya."
"Jadi menurut saya apa yang dilakukan BEM UI itu membuka dialog."
Perdebatan kedua politisi ini terus berlanjut.
Kali ini, Faldo menyinggung dugaan soal kepentingan politik BEM UI hingga memberi label baru untuk Jokowi.
"Makanya ada dialog dari kita," kata Faldo.
"BEM UI menggalang dukungan, berarti dia sedang berpolitik, dia juga harus siap enggak didukung."
"Kalau misalnya BEM UI bilang lip service, saya juga boleh tanya dong yang enggak lip service siapa?," tandasnya.
Simak videonya berikut ini mulai menit ke-9.18:
Tanggapan Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyoroti sosok Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro yang merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Dilansir TribunWow.com, Refly menduga adanya kepentingan yang membuat Ari memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI seusai menobatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai 'King of Lip Service'.
Tak hanya menduga adanya kepentingan, menurut Refly, rangkap jabatan yang dilakukan Ari Kuncoro pun telah menyalahi aturan.
Hal itu diungkapkannya dalam kanal YouTube Refly Harun Official, Senin (28/6/2021).
Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, diduga melanggar statuta UI karena merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama BRI. Gambar diambil dari situs resmi BRI pada Senin (28/6/2021) sore.
Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, diduga melanggar statuta UI karena merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama BRI. Gambar diambil dari situs resmi BRI pada Senin (28/6/2021) sore. (BRI)
Mulanya, Refly menyinggung nama Ekonom Senior Faisal Basri yang juga merupakan alumni UI.
Faisal Basri, disebut Refly, turut mendukung BEM UI menyampaikan kritik terhadap pemerintahan Jokowi.
"Tentu seorang Faisal Basri tahu betul bagaimana kondisi negara sehingga dia mendukung, saya pun mendukung," ucap Refly.
Menurut Refly, julukan 'King of Lip Service' bukanlah kritik kasar.
Ia justru menganggap BEM UI cerdas menyampaikan kritik.
"Kritikan King of Lip Service itu bukan krtikan yang kasar."
Alih-alih mahasiswa, Refly justru menganggap rektor UI yang membuat kritik terhadap Jokowi ini menjadi viral.
Kata dia, pihak rektorat memanggil BEM UI lalu seolah menyalahkan mahasiswa yang mengkritik Jokowi.
"Itu justru kritikan yang cerdas, kritikan yang bisa viral," jelasnya.
"Dan alhamdulillah yang men-trendingkan pihak rektorat karena berusaha melarang, berusaha mengklarifikasi, berusaha mengatakan itu melanggar aturan."
"Padahal yang melanggar aturan rektornya sendiri kalau benar ada statuta yang melarang."
"Tapi kalau tidak ada statuta yang melarang, ini bertentangan dengan Undang-undang Pelayanan Publik dan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ."
Karena itu, Refly menganggap bukan BEM UI yang melanggar aturan, melainkan sang rektor.
"Jadi alih-alih mahasiswa yang melanggar hukum, malah rektornya menurut saya yang melanggar hukum," tandasnya. (TribunWow.com)