INDONESIAKININEWS.COM - Tidak berangkatnya jemaah dari Indonesia pada musim haji tahun ini bisa memunculkan ketidakpercayaan masyarakat kep...
INDONESIAKININEWS.COM - Tidak berangkatnya jemaah dari Indonesia pada musim haji tahun ini bisa memunculkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dampaknya bisa melebar ke urusan berbangsa dan bernegara.
“Masalah haji ini menimbulkan tanda tanya ketika pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia. Wong pemerintah Saudi sendiri belum secara resmi menyatakan, negara mana kuotanya berapa. Kok ini buru-buru memutuskan. Ada apa?” kata Amin Akram, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, usai acara sosialisasi program integrasi ekosistem ultramikro yang digelar Genpro (Global Entrepreneur Professional) di Hotel Aston, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu (6/6/2021).
Amin juga mempertanyakan, kenapa Presiden Joko Widodo dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak melakukan lobi sendiri. “Mestinya Pak Jokowi menelepon langsung Raja Salman, karena Indonesia ini memiliki 220 ribu jemaah atau 10 persen dari total jemaah haji dunia. Ini kalau sampai tidak berangkat, antrean tambah panjang. Kasihan orang-orang yang tidak berangkat itu,” katanya.
Amin juga mempertanyakan, kenapa Presiden Joko Widodo dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak melakukan lobi sendiri. “Mestinya Pak Jokowi menelepon langsung Raja Salman, karena Indonesia ini memiliki 220 ribu jemaah atau 10 persen dari total jemaah haji dunia. Ini kalau sampai tidak berangkat, antrean tambah panjang. Kasihan orang-orang yang tidak berangkat itu,” katanya.
“Jadi jangan salahkan kalau ada dugaan-dugaan masyarakat, bahwa dana haji dipakai (untuk kepentingan di luar haji). Jangan salahkan kalau ada intrepretasi masyarakat seperti itu, sehingga pemerintah tidak percaya diri memberangkat ini. Terus Covid jadi alasan,” kata Amin.
Amin menyarankan agar pemerintah RI melobi pemerintah Arab Saudi dengan melibatkan tim antar kementerian. “Bukan hanya Kementerian Agama, tapi juga Menteri Luar Negeri, dubes, dan Menteri Kesehatan, karena waktu itu yang jadi alasan adalah vaksin Sinovac dan AstraZaneca tidak mendapatkan rekom pemerintah Saudi dan belum direkom WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Tapi sekarang rekom WHO sudah turun,” katanya.
Lobi ini akan menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia serius dalam urusan pemberangkatan haji. “Tapi menurut saya kok keseriusan tidak ada. Tahu-tahu secara sepihak mengumumkan pembatalan pemberangkatan jemaah haji,” kata Amin.
“Kalau komunikasi baik, sebenarnya masih cukup waktu. Toh yang berangkat juga tidak mungkin dua ratus ribu jemaah. Misalkan pemerintah Arab Saudi memberikan kuota jemaah 80 ribu, sepuluh persennya Indonesia kan delapan ribu. Lebih ringan dan itu mengurangi antrean. Semua kan gampang sekarang. Tetapkan saja (kuota) provinsi ini sekian, nanti provinsi menetapkan (kuota) kabupaten. Gampang, sehari dua hari selesai,” kata Amin.
“Tapi yang kita lihat tidak ada keseriusan sejauh ini, sehingga beredar dugaan-dugaan di masyarakat seperti itu. Jangan-jangan dananya sudah dipakai untuk infrastruktur, untuk apa. Pemerintah dalam kondisi Covid seperti ini juga kesulitan keuangan, dugaan itu jadi nyambung. Walau pun sudah ada penjelasan beberapa pihak, bahwa (dana haji) tidak dipakai. Tapi kan transparasinya mana, hitam di atas putihnya mana. Buktinya apa. Sekarang orang jadi bingung, omongan siapa yang bisa dipercaya,” kata Amin.
Dalam kondisi seperti ini, Amin meminta masyarakat bersabar. “Walaupun kita juga tidak menyalahkan kalau ada yang mengambil uang yang sudah disetorkan ke bank untuk berangkat haji,” katanya.
Pengambilan kembali uang di bank jadi indikasi terjadinya ketidapercayaan masyarakat terhadap pemerintah. “Itu wujud ketidakpercayaan. Distrust terhadap pemerintah, dan itu sangat tidak sehat buat kehidupan berbangsa dan bernegara. Impact-nya bisa ke mana-mana. Merembet ke mana-mana. Kalau urusan distrust sudah bahaya. Saya mengingatkan pemerintah itu saja,” kata Amin.
s: beritajatim.com