INDONESIAKININEWS.COM - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menegaskan, Komnas HAM harus menggugurkan peng...
INDONESIAKININEWS.COM - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menegaskan, Komnas HAM harus menggugurkan pengaduan pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Sesuai ketentuan Pasal 91 UU 39/1999 tentang HAM dikatakan bahwa pemeriksaan atas pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilanjutkan atau dihentikan, antara lain: materi pengaduan bukan pelanggaran HAM, pengaduan diajukan dengan itikad buruk; terdapat upaya hukum yang lebih efektif, dan sedang terjadi penyelesaian melalui upaya hukum yang tersedia sesuai UU.
“Dalam kaitan ini, maka terdapat empat alasan bagi Komnas HAM untuk menggugurkan pengaduan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN),” kata Petrus, kepada Beritasatu.com, Minggu (13/6/2021).
Petrus membeberkan 4 alasan tersebut. Pertama, materi pengaduan bukan pelanggaran HAM, karena 1.357 pegawai KPK yang belum menjadi ASN diberi kesempatan yang sama, ikut TWK dan hasilnya 75 pegawai KPK lainnya dinyatakan tidak lolos TWK oleh Badan Kepegawaian Negara, sedangkan 1.274 pegawai KPK lainnya yang lolos TWK telah dilantik menjadi ASN sesuai amanat UU.
“Kedua adalah pengaduan 75 pegawai KPK dilandaskan pada itikad buruk, karena mereka sesungguhnya tahu bahwa Komnas HAM tidak memiliki wewenang untuk membatalkan keputusan Pimpinan KPK soal penonaktifan 75 pegawai KPK dan keputusan BKN tentang 75 Pegawai KPK yang tidak lolos TWK,” kata Petrus.
Ketiga, lanjut advokat Peradi ini, terdapat upaya hukum yang efektif, dimana Negara menyiapkan berbagai upaya hukum dan sarananya.
“Yaitu gugatan, banding, kasasi dan PK melalui Badan Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Peradilan Umum, dan lainnya, yang berpuncak di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai organ pelaksana kekuasan kehakiman,” katanya.
Yang terakhir, kata Petrus, saat ini sedang terjadi penyelesaian melalui upaya hukum yang tersedia. Sebagaimana terbukti saat ini 75 pegawai KPK nonaktif tengah mengajukan upaya hukum berupa permohonan uji materiil ke MK guna membatalkan Pasal 24 dan Pasal 69C UU 19/2019 tentang KPK terhadap UUD 1945.
“Atas dasar empat alasan itu, maka Komnas HAM seharusnya sejak awal menyatakan diri tidak berwenang memproses dan menghentikan seluruh tahapan/proses pemeriksaan yang sedang berjalan, dan menggugurkan pengaduan 75 pegawai KPK nonaktif berdasarkan ketentuan Pasal 91 UU 39/1999 tentang HAM, karena peristiwa yang terjadi bukan merupakan pelanggaran HAM,” kata dia.
Petrus menambahkan, objek pengaduan 75 pegawai KPK nonaktif adalah surat keputusan tidak lolos TWK dari BKN dan Surat Keputusan Penonaktifan 75 Pegawai KPK dari Ketua KPK" kualifikasinya sebagai penetapan tertulis yang menimbulkan akibat hukum, yaitu 75 pegawai KPK telah kehilangan kedudukan sebagai bagian dari pegawai KPK dengan segala akibat hukumnya.
Keputusan pejabat TUN yang demikian, kata Petrus, hanya boleh dibatalkan oleh hakim PTUN atau pengadilan negeri melalui upaya hukum gugatan atau melalui pembatalan oleh pejabat yang mengeluarkan keputusan (BKN atau pimpinan KPK) berdasarkan asas contrarius actus.
“Harus diingat bahwa hak dan kebebasan yang diatur di dalam UU 39/1999 tentang HAM hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa (Pasal 73 UU HAM). Dengan demikian, membawa persoalan penonaktifan 75 pegawai KPK ke Komnas HAM, bukanlah upaya hukum yang efektif dan bukan upaya untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, melainkan upaya politik untuk menutup borok-borok lama di KPK, karena Komnas HAM bukanlah badan peradilan, sehingga tidak memiliki kompetensi untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum,” kata Petrus.
s: beritasatu.com