INDONESIAKININEWS.COM - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ternyata ingin mengundurkan diri dari Lembaga Ant...
INDONESIAKININEWS.COM - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ternyata ingin mengundurkan diri dari Lembaga Antirasuah tersebut.
Novel Baswedan mengaku sudah lama ingin mengundurkan diri sebagai penyidik KPK.
Bahkan, kata Novel Baswedan, sejak 2019 ia ingin mengundurkan diri KPK.
Alasan Novel Baswedan yang banyak mengungkap kasus besar ini, ia ingin mundur karena terlalu banyak tekanan dan hinaan.
Tekanan dan hinaan itu terus menerus Novel Baswedan terima.
Sementara, laporan Novel Baswedan ke Polisi soal serangan dan hinaan itu tidak pernah ditindaklanjuti polisi.
Hal ini dikatakan Novel Baswedan pada diskusi virtual yang diadakan Public Virtue Institute, Minggu (20/6/2021).
“Saya katakan sudah lah, mau belain apa lagi sih, tapi ketika saya melihat bagaimana kawan-kawan di KPK betul-betul mau berjuang, beberapa di antara mereka masih junior dan perlu pendampingan, perlu ditemani, saya mengurungkan niat untuk sementara waktu,” katanya.
Novel Baswedan mengaku ingin keluar dari KPK karena merasa tidak ada perlindungan dari negara saat ia dan rekan-rekannya berjuang memberantas korupsi.
Padahal, kata Novel Baswedan, memberantas korupsi adalah bagian dari kepentingan negara, bukan pribadi.
“Jadi ketika seolah-olah yang memberantas korupsi dikerjai, malah dibuat seolah kami orang-orang brengsek yang harus diuber, memang lebih bagus ditinggalkan. Jadi pemberantasan korupsi biar enggak ada saja,” ujar mantan anggota Polri ini.
Diceritakan Novel Baswedan, ia merasa tersinggung ketika banyak pihak menudingnya berpura-pura buta.
Padahal mata kirinya mengalami kerusakan karena disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menjalankan ibadah Salat Subuh di masjid tak jauh dari kediamannya.
“Ingat lho saya punya keluarga, saya punya anak, kalau saya dihina terus-terusan pada saat tertentu saya merasa bahwa memang tidak perlu lagi berantas korupsi di KPK. Kadangkala saya meras tersinggung sekali, ketika hal-hal yang mendasar pun dianggapnya ‘oh itu enggak benar,” ujarnya.
Novel Baswedan kadang mempertanyakan apalagi yang harus ia perjuangkan ketika banyak upaya yang dilakukan pihak-pihak yang ingin menjegal upayanya melakukan pemberantasan korupsi kerap tak mendapatkan respons dari atasan dan aparat penegak hukum.
“Lalu saya sekarang memperjuangkannya bagaimana? Kalau saya sendiri sudah pada posisi hampir buta, orang menghina saya dengan luar biasa, dan itu dihina, suatu saat anak-anak saya pasti tahu, dan saya melapor enggak digubris, terus mau memperjuangkan apalagi,” katanya.
Novel Baswedan satu dari 51 pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat (TMS) pada Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Konsekuensinya, Novel Baswedan tidak lolos untuk alih status sebagai aparatur sipil negara (ASN) dan tidak bisa lagi bekerja sebagai pegawai lembaga itu.
Novel Baswedan bersama 50 orang yang lain dianggap memiliki rapor merah dalam hasil tes tersebut.
Hingga kini Pimpinan KPK belum mengeluarkan Surat Keputusan pemberhentian para pegawai itu.
Banyak pihak menilai penyelenggaraan TWK bermasalah dalam segi hukum karena tidak diatur dalam revisi Undang-Undang (UU) KPK yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019.
Namun, TWK sebagai syarat alih status kepegawaian diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 buatan Pimpinan KPK.
Berbagai pertanyaan yang disampaikan dalam tes tersebut juga dianggap memiliki muatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena menyentuh ranah privat, kebebasan berpikir dan beragama.
Saat ini Komnas HAM turun tangan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM pada tes yang diikuti seluruh pegawai KPK tersebut.
S:Tribun Jambi