INDONESIAKININEWS.COM - Terungkap fakta terbaru terkait paket sate beracun. Sebelumnya paket sate beracun itu menewaskan NFP, bocah delapan...
INDONESIAKININEWS.COM - Terungkap fakta terbaru terkait paket sate beracun.
Sebelumnya paket sate beracun itu menewaskan NFP, bocah delapan tahun asal Bantul.
Sasaran utama pengirim sate misterius itu ternyata bukan orang sembarangan.
Ternyata yang menjadi sasaran yaitu penyidik senior di jajaran Satreskrim Polresta Yogyakarta.
Hal itupun dibenarkan oleh Kasubbag Humas Polresta Yogyakarta, AKP Timbul Sasana Raharja, kepada Tribun Jogja, Minggu (2/5/2021).
Ia menjelaskan, penyidik yang dimaksud berinisial T berpangkat Aiptu, dan kini masih berstatus sebagai penyidik senior di Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Yogyakarta.
"Betul, yang bersangkutan adalah penyidik senior di Reskrim Polresta Yogyakarta, pangkatnya Aiptu," jelasnya.
Timbul mengatakan ratusan kasus kriminal pernah ditangani oleh T, namun ditanya terkait kasus kriminal paling krusial yang pernah ditangani oleh T, Timbul belum memastikan lebih lanjut.
"Belum tahu pasti kalau itu, banyak ya," kata Timbul
Penelusuran Tribun Jogja, T pernah mendapatkan penghargaan dari Polda DIY pada 2017 silam sebagai penyidik terbaik.
Timbul pun membenarkan adanya informasi tersebut dan menegaskan bahwa T memang penyidik senior dengan kinerja yang baik.
"Ya karena sudah senior direskrim Polresta, artinya memang bisa bekerja," terang dia.
Namun demikian, Timbul belum memastikam sudah berapa lama T bertugas sebagai penyidik di Satreskrim Polresta Yogyakarta.
"Kalau itu belum tahu pasti, yang jelas dia sudah senior," tegasnya.
Menurut Timbul, selama mengabdi di jajaran Satreskrim Polresta Yogyakarta, T dikenal ramah dan baik kepada siapa pun.
Ia cukup terkejut lantaran ada seseorang yang mengirim paket sate beracun ke rumahnya, yang pada akhirnya justru salah sasaran dan menelan korban bocah berusia 10 tahun bernama Naba Faiz Prasetya, Warga Bangunharjo, Sewon, Bantul.
Foto: Potret semasa hidup N, anak driver ojol yang tewas karena sate beracun.
"Dia dikenal ramah, dan biasa-biasa saja dengan rekan-rekan di Polresta. Kalau untuk alasan mengapa dikirimi sate beracun ya itu kewenangan penyidik yang menangani," pungkasnya.
Kantongi Ciri Pelaku
Polisi bergerak cepat untuk segera mengungkap kasus sate misterius dan beracun, yang menewaskan Naba Faiz Prasetyo, bocah 8 tahun, anak dari Bandiman, pengemudi ojek online (Ojol) di Bantul.
Hingga saat ini, sekira lima orang saksi telah diperiksa.
Polisi pun mengklaim telah mengantongi ciri-ciri terduga pelaku.
Hal itu berdasar keterangan saksi-saksi, penerima paket, hingga rekaman kamera pengintai (CCTV) yang dikumpulkan pihak kepolisian.
Meski demikian, polisi masih membutuhkan waktu untuk melakukan pendalaman lebih lanjut.
Sebab, ada dugaan pelaku lebih dari satu orang.
"Kami sudah kantongi ciri-ciri pelaku. Tapi mungkin (pelakunya) bisa lebih dari satu orang," kata Kapolres Bantul, AKBP Wachyu Tri Budi Sulistyono, Sabtu (1/5/2021).
Hingga kini, pihaknya terus bergerak cepat dengan memeriksa lebih banyak saksi.
Racun Potasium Sianida
Polisi juga telah memastikan jenis racun yang terdapat dalam paket makanan berisi sate tersebut.
Kepastian tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan dari laboratorium Kesehatan dan Kalibrasi, Dinas Kesehatan DIY.
Menurut Wachyu, sate misterius yang dimakan korban Naba Faiz Prasetyo positif mengandung racun potasium sianida.
"Hasil laboratorium, iya, positif sianida. Racunnya potasium sianida," kata Wachyu.
Menurutnya, racun jenis ini memang mematikan. Terlebih, jika dikonsumsi dalam jumlah besar.
Ia menyebut, beberapa contoh yang menyerupai ada dalam kandungan potas.
Racun ini biasa digunakan untuk racun ikan.
Meski kandungannya mematikan, kata dia, potasium sianida bisa didapat dengan mudah.
Bahkan, dijual bebas juga secara online.
"Racun sianida ini juga dijual on-line, banyak. Dijual secara bebas," imbuhnya.
Silent Killer
Dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Arief Nurrochmad, MSi, MSc, Apt sebelumnya juga memberi penjelasan terkait racun jenis C yang ditemukan dalam bumbu sate yang menewaskan NFP.
Menurutnya, racun jenis C merujuk kepada struktur kimia yang kebanyakan mengandung CN atau sianida.
Namun, bentuk sianida bisa bermacam-macam, semisal gas, kristal, dan cair.
"Racun jenis C merujuk ke struktur kimia dari yang kebanyakan mengandung sianida. Sianida ada yang bentuknya gas, kristal, cair," kata Arief kepada Tribunjogja.com, Jumat (29/4/2021).
Ia menambahkan, jenis racun tersebut memang banyak ditemukan di masyarakat dan rumah tangga.
Semisal di dalam pestisida, racun tikus, racun ikan, dan sebagai penyepuh emas atau perak.
Walaupun banyak pula ditemukan secara alami di beberapa tanaman, semisal singkong, juga asap rokok.
Ditanya tentang sifat zat racun tersebut, Arief menjelaskan sianida tidak memiliki bau.
Namun, jika dicampur ke dalam makanan atau cairan, rasanya seperti kacang almond pahit atau seperti makanan gosong.
"Memang ini racun yang tidak berbau. Istilah umumnya disebut silent killer," imbuhnya.
"Dosis mematikannya sangat kecil sekali. Hitungannya enggak sampai jam-jaman," sambungnya.
Arief menerangkan, dosis yang fatal atau bisa mengakibatkan kematian dari sianida hanya sekitar 0,1 gr.
"Itu sangat kecil sekali. Tablet paracetamol yang 500 mg, itu berarti seperlimanya. Itu untuk manusia 70 kg sudah cukup fatal bila tidak ditangani. Kalau sampai satu tablet, dalam hitungan menit 90 persen mengakibatkan kematian," bebernya.
Pembunuhan Berencana dan Hukuman Mati
Dr G Widiartana SH MHum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), mengatakan kasus pengirim paket sate beracun ini pada dasarnya sudah masuk dalam kategori pembunuhan berencana.
“Setiap pembunuhan dengan racun dapat dipastikan merupakan pembunuhan berencana,” katanya kepada Tribun Jogja, Sabtu (1/5/2021).
Ia menjelaskan, hal itu lantaran ada jeda waktu yang cukup banyak antara niat dengan pelaksanaan perbuatan yang menghilangkan nyawa orang.
Ditanya mengenai hukuman apa yang bakal diterima pelaku, Widiartana menambahkan, pelaku bisa saja dihukum mati.
“Ancaman sanksinya maksimal pidana mati,” tambah anggota Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia (APVI) itu.
Widiartana mengatakan, ancaman hukuman itu sudah dirumuskan dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
“Dalam Pasal 340 KUHP, pidana mati itu dialternatifkan dengan pidana penjara seumur hidup serta pidana penjara paling lama 20 tahun,” bebernya.
Dilanjutkannya, hakim tidak mesti menjatuhkan pidana mati.
Keputusan itu tergantung dari hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa.
“Jika ada banyak hal yang meringankan, bisa saja hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 20 tahun,” tandasnya.
S: Tribunnews