INDONESIAKININEWS.COM - "BPN tidak akan pernah menarik seritifikat masyarakat," tegas Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Ke...
INDONESIAKININEWS.COM - "BPN tidak akan pernah menarik seritifikat masyarakat," tegas Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil saat menjadi pembicara kunci pada Webinar Kebijakan Pertanahan Pasca-UU Cipta kerja, Kamis (4/2/2021).
Sofyan menjamin tidak ada penarikan sertifikat tanah terkait penerbitan sertifikat elektronik.
Sofyan Djalil mengakui masih banyak kesalahpahaman dari masyarakat terkait kebijakan baru yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN, khususnya e-sertifikat (sertifikat elektrinik).
"Sertifikat elektronik banyak salah paham, salah kutip. Ini tentu sangat merugikan masyarakat," ujar Sosyan Djalil
Webinar digelar dalam rangka memeringati Hari Pers Nasional (HPN) 2021.
Pembicara lain dalam webinar itu adalah Ketua umum PWI Atal S Depari dan Sekjen Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto.
Menurut Sofyan Djalil, produk elektronik, termasuk sertifikat tanah, justru paling aman.
Dia memberi contoh, dulu bank memiliki buku khusus atau buku tabungan, tetapi saat ini sudah mulai tidak ada lagi.
Begitu juga dalam pasar saham tak ada lagi lembar saham yang harus diteken, tetapi sudah berubah menjadi sertifikat saham digital.
"Kalau ada berita di masyarakat soal penarikan sertifikat tanah, itu salah kutip atau dikutip di luar konteks," katanya.
Sofyan Djalil menambahkan.
"BPN tidak akan pernah menarik seritifikat masyarakat".
Sofyan Djalil mengingatkan masyarakat akan kemungkinan adanya oknum-oknum tertentu yang mengaku petugas ATR/BPN dan menarik sertifikat tanah.
"Kalau ada orang mengaku dari BPN akan menarik seritifikat tanah, jangan duilayani. Sertifikat yang ada tetap berlaku, sampai dialihkan dalam bentuk media elektronik," katanya.
Ketua Umum PWI Atal S Depari mengingatkan agar Kementerian ART/BPN tetap melakukan sosialisasi terhadpa kebijakan baru itu agar tidak merugikan masyarakat.
Sementara itu, Sekjen Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto juga menegaskan tidak akan ada penarikan seritikat sebelum semuanya dianggap beres.
Perubahan sertifikat manual menjadi sertifikat elektronik akan dimulai dari tanah-tanah milik instansi pemerintah dan daerah-daerah tertentu yang telah siap.
Tak Ada Lagi Sertifikat Tanah Berupa Kertas
Belum lama ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengeluarkan peraturan menteri mengenai peralihan sertifikat tanah asli ke sertifikat elektronik.
Peralihan tersesbut dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik dan lebih efisien.
Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil belum lama ini telah menerbitkan peraturan untuk mendukung peralihan tersebut.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Permen ATR) Nomor 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Tujuan dari aturan tersebut, menurut Sofyan dalam beleid tesebut, adalah untuk meningkatkan indikator berusaha dan pelayanan kepada masyarakat.
Sekaligus juga mewujudkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik.
Ke depan, tidak ada lagi sertifikat tanah berwujud kertas (paperless).
Semua dokumen pertanahan bakal berbentuk elektronik yang disebut juga sertifikat-el (elektronik).
Untuk bisa mewujudkan sertipikat elektronik ini instasi terkait kudu membuat validasi terlebih dahulu dengan sertipikat tanah sebelumnya.
Baik itu dari sisi data, ukuran tanah dan sebagainya.
Setelah validasi selesai dan tuntas, barulah sertifikat tanah bisa berganti dengan sertifikat elektronik.
Nah, yang menjadi perhatian dari beleid tersebut adalah, ternyata sertifikat tanah asli yang dipunyai oleh setiap orang, nantinya tidak lagi tersimpan rapi di rumah.
Sertifikat itu wajib diserahkan ke pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional.
Aturan tersebut tertera dalam Pasal 16, yakni:
(1) Penggantian Sertifikat menjadi Sertifikat-el termasuk penggantian buku tanah, surat ukur dan/atau gambar denah satuan rumah susun menjadi Dokumen Elektronik.
(2) Penggantian Sertifikat-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada buku tanah, surat ukur dan/atau gambar denah satuan rumah susun.
(3) Kepala Kantor Pertanahan menarik Sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada Kantor Pertanahan.
(4) Seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada Pangkalan Data.
Adapun beleid ini sudah diteken oleh Sofyan Djalil sejak 12 Januari 2021 yang lalu.
Bagi sertifikat
Sebelumnya diwartakan, Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah mampu merealisasikan 6,8 juta sertifikat tanah dalam kondisi pandemi yang melanda Indonesia pada tahun 2020.
Presiden berkomitmen untuk terus mempercepat penerbitan sertifikat tanah untuk rakyat di seluruh Tanah Air.
Hal itu disampaikan Jokowi saat menyerahkan sertifikat tanah secara virtual kepada para penerima di 26 provinsi dan 273 kabupaten/kota di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/1/2021).
“Alhamdulillah masih 6,8 juta (sertifikat,red), biasanya yang dulu-dulu setahun itu hanya 500 ribu,” kata Jokowi.
Pada tahun 2017 Badan Pertanahan Nasional (BPN) berhasil menerbitkan 5,4 juta sertifikat, tahun 2018 sebanyak 9,3 juta sertifikat, dan tahun 2019 sebanyak 9 juta sertifikat.
Jokowi pun menyampaikan, maraknya sengketa pertanahan yang sering, membuktikan bahwa percepatan penerbitan sertifikat untuk seluruh masyarakat memang sangat mendesak.
“Sekali lagi ini adalah bukti kepastian hukum atas kepemilikan tanah, karena yang namanya sengketa tanah, konflik tanah, itu setiap saya ke daerah itu selalu masuk ke telinga saya dan memang masih banyak sekali,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kepala Negara juga menyampaikan sejumlah pesan kepada penerima sertifikat.
Maka, Kepala Negara meminta masyarakat untuk menyimpan baik-baik sertifikat itu dan dapat dimanfaatkan di kemudian hari.
“Pesan saya, simpan baik-baik ini yang namanya sertifikat tanah, fotokopi.
Taruh di lemari satu yang asli, yang satu fotokopi taruh di lemari yang lainnya, jadi kalau (sertifikat asli,red) hilang masih bisa diurus dengan cepat lewat fotokopi yang ada tadi,” jelasnya.
Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa sertifikat yang sudah dimiliki bisa dijadikan kolateral ke bank sebagai jaminan untuk meminjam modal usaha.
Tetapi, mantan Gubernur DKI Jakarta ini berpesan sebelum mengajukan pinjaman agar dapat mengalkulasi kemampuan dalam membayar cicilan.
“Jadi hati-hati kalau sudah hitungannya masuk, oh keuntungan bisa mencicil bisa mengangsur ya silakan ambil, karena memang ini ini adalah bisa dipakai atau kolateral atau jaminan ke perbankan atau ke lembaga-lembaga keuangan yang ada,” jelasnya.
S:tribunnews.com