INDONESIAKININEWS.COM - Polri berencana akan memeriksa eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengenai pengakuan satu teror...
INDONESIAKININEWS.COM - Polri berencana akan memeriksa eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengenai pengakuan satu teroris di Makassar bernama Ahmad Aulia.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyampaikan tim Detasemen Khusus 88 Anti-teror Polri tengah menggali informasi tersebut.
"Apabila kasus di Makassar ternyata melibatkan pemimpin FPI tentunya hal ini tidak menutup kemungkinan (memeriksa Munarman). Densus 88 akan melakukan langkah-langkah penindakan sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Rusdi di Kantor Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, Jumat (5/2) kemarin.
Rusdi menerangkan Ahmad Aulia bersama ratusan orang lainnya diketahui berbaiat dengan jaringan teroris Daulatul Islam yang terafiliasi dengan ISIS pada 2015 lalu di Makassar.
Namun, kata Rusdi, Polri masih mendalami pengakuan tersangka yang melihat Munarman ikut menghadiri acara tersebut.
"Tentunya densus masih mendalami ini. Apabila memang yang bersangkutan ada keterlibatan. Densus akan memproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkap dia.
Rusdi menegaskan pihaknya akan menindak tegas siapapun yang terlibat dengan aksi terorisme tersebut.
"Yang jelas siapapun terlibat terhadap suatu tindak pidana pasti akan dimintakan pertanggungjawaban hukumnya, siapapun dia," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, beredar di Twitter video pengakuan satu anggota Front Pembela Islam atau FPI Makassar terduga teroris soal Baiat.
Terduga teroris yang membuat pengakuan bernama Ahmad Aulia.
Dalam video tersebut, Ahmad Aulia mengaku ditangkap karena berbaiat pada ISIS pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi.
"Saya ditangkap pada tanggal 6 Januari 2021 di Polda Sulawesi Selatan. Adapun saya ditahan atau ditangkap di kantor polisi Polda Sulawesi Selatan karena berbaiat kepada Daulatul Islam yang memimpin Daulatul Islam, yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi," ujarnya dalam video tersebut.
Ahmad Aulia juga mengungkapkan dia berbaiat pada 2015 bersama dengan 100 simpatisan dan laskar FPI di markas FPI Makassar, Jalan Sungai Limboto, Makassar, Sulawesi Selatan.
Ahmad Aulia mengaku baiat dihadiri Munarman.
"Saya berbaiat dihadiri oleh Munarman selaku pengurus FPI pusat pada saat itu. Ustaz Fauzan dan Ustaz Basri, yang memimpin baiat pada saat itu.Dan setelah berbaiat, saya pernah mengikuti taklim rutin FPI di Jalan Sungai Limboto sebanyak tiga kali. Yang mengisi acara saat itu Ustaz Agus dan Abdurrahman selaku pemimpin panglima FPI Kota Makassar," ungkapnya.
Eks Dewan Pimpinan Daerah (DPP) Front Pembela Islam (FPI) Sulawesi Selatan (Sulsel) membantah pernyataan terduga teroris Ahmad Aulia yang menyebut eks petinggi FPI, Munarman, hadir dalam baiat massal kepada Daulatul Islam atau ISIS pada 2015 silam.
Ia menyebut acara yang dihadiri Munarman bukanlah pembaiatan dukungan kepada ISIS, melainkan hanya diskusi umum semata.
"Membantah keras pernyataan saudara AA yang menyatakan pernah terjadi baiat dukungan kepada ISIS yang dilakukan di bekas Markaz Daerah Laskar FPI (Jalan Sungai Limboto Makassar)," ungkapnya kepada Tribunnews.com melalui keterangan tertulis, Jumat (5/2/2021).
Munarman disebut hanya menjadi narasumber bersama dua orang lain, yakni Almarhum Ustaz M Basri dan Almarhum Ustaz Fauzan.
"Terkait kehadiran H Munarman, SH dari Jakarta adalah sebagai Narasumber yang diundang dan tidak ada kaitannya dengan issue ISIS apalagi dikaitkan dengan baiat seperti yang dinyatakan oleh saudara AA," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengungkapkan adanya upaya proses radikalisasi yang masif di dunia.
Tak hanya di Indonesia, beberapa negara di dunia kini juga memiliki masalah serupa.
"Hari ini kita melihat ancaman terorisme adalah ancaman nyata dan dia bisa terjadi dimana saja dan bisa menjadikan pihak siapa saja yang menjadi korban dan bisa menjadikan masyarakat jadi bagian dari kejahatan itu Jadi kalau tidak sadar masyarakat bisa masuk ke dalam pengaruh dan kemudian tidak sadar ikut dalam kejahatan terorisme," kata Boy Rafli.
Boy Rafli menerangkan ancaman paham terkait radikalisasi memang tengah menjadi masalah masif di seluruh dunia.
Sebaliknya, masalah itu tidak hanya dialami oleh Indonesia.
"Kenapa itu terjadi? karena di dunia ini sedang terjadi proses yang dinamakan sebagai radikalisasi yang masif. Jadi radikalisasi yang masuk ini jangan berpikir hanya di Indonesia karena ini sudah global dan dampak dari proses radikalisasi masif ini telah nyata mendatangkan beberapa korban di antara masyarakat kita," jelas Boy Rafli.
Ia menjelaskan paham radikalisasi memang dapat mengubah pola pikir masyarakat dengan mewajarkan berbagai tindakan kekerasan.
Pola pikir itu masuk dengan menunggangi ajaran agama tertentu hingga melalui propaganda.
"Karena radikalisasi mengubah alam pikiran orang. Bahkan melegalkan cara-cara kekerasan di dalam melakukan aktivitas upaya pencapaian tujuan. Ketika dia yakinin pemahaman dan keyakinannya dan dia ingin capai tujuan itu maka tidak bisa menggunakan cara-cara yang damai," terang Boy Rafli.
"Pada akhirnya orang akan memilih jalan (kekerasan) karena dia yakin apa yang dia lakukan itu sebagai sebuah kebenaran. Andaikan dia mati di dalam melakukan tindakan-tindakan itu maka katanya mati masuk surga dan sebagainya. Maka pola pikir macam ini terpengaruh oleh virus dan tanpa disadari virus ini masuk ke dalam sistem kehidupan masyarakat dan masyarakat tidak sadar menjadi bagian dari itu," sambungnya.
Di Indonesia, Boy Rafli menyampaikan paham radikalisme atau intoleran menyasar berbagai kelompok masyarakat.
Mayoritasnya adalah generasi muda yang mudah mengubah pola pikirnya.
"Kalau di Indonesia ini clear sekali sangat jelas fakta-fakta pengaruh paham radikalisme intoleran yang menyasar ke berbagai kelompok masyarakat. Khususnya generasi muda karena dia tahu anak muda adalah kelompok potensial dan kelompok produktif yang punya idealisme tinggi dan kemudian dia yakin ketika diberikan pemahaman-pemahaman kemudian menjadi sangat berubah cara berpikirnya secara ekstrem," tegasnya.
BNPT mendukung penerbitan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE) tahun 2020-2024.
Hal itu untuk mencegah paham radikalisme semakin meluas.
s: tribunnews.com