INDONESIAKININEWS.COM - Kenapa Jenderal Moeldoko dituding mau kudeta AHY yang hanya berpangkat mayor TNI? Motif dan penjelasan Herzaky Mahe...
INDONESIAKININEWS.COM - Kenapa Jenderal Moeldoko dituding mau kudeta AHY yang hanya berpangkat mayor TNI? Motif dan penjelasan Herzaky Mahendra Putra.
Heboh, gonjang-ganjing di Partai Demokrat, partai pemenang Pemilu 2009.
Isu kudeta di Partai Demokrat berhembus hanya jelang setahun Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY memimpin partai itu.
Ia menggantikan ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono menyebut ada gerakan yang ingin mengambil alih posisi ketua umum partainya secara paksa.
AHY menuding ada pejabat pemerintahan di lingkaran dekat Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang terlibat dalam gerakan "kudeta" tersebut.
"Menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang kami dapatkan, gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo," kata AHY dalam konferensi pers yang disiarkan melalui akun YouTube Agus Yudhoyono, Senin (1/2/2021).
Dalam konferensi pers, AHY tidak menyebut nama pejabat yang dimaksud.
Namun, Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menyebut pejabat yang dimaksud adalah Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
"Berdasarkan pengakuan, kesaksian, dari BAP sejumlah pimpinan tingkat pusat maupun daerah Partai Demokrat yang kami dapatkan, mereka dipertemukan langsung dengan KSP Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024," kata Herzaky dalam keterangan tertulis.
"Ini bukan soal Demokrat melawan Istana, atau Biru melawan Merah.
Ini soal penyalahgunaan kekuasaan dengan mencatut nama Presiden," kata Herzaky menambahkan.
AHY mengungkapkan, gerakan kudeta itu didalangi oleh lima orang, salah satunya sosok yang ia sebut sebagai pejabat pemerintah.
Empat orang lainnya berasal dari Partai Demokrat, yakni seorang kader aktif, kader yang sudah enam tahun tidak aktif, mantan kader yang sudah sembilan tahun dipecat, dan satu mantan kader yang keluar dari partai sejak tiga tahun lalu. A
HY mengatakan, upaya kudeta tersebut rencananya dilakukan melalui kongres luar biasa (KLB).
Ia menyebut sejumlah kader Partai Demokrat telah dihubungi dan diajak untuk mengganti Ketua Umum Partai Demokrat.
"Berdasarkan penuturan saksi dalam berita acara pemeriksaan, untuk memenuhi syarat dilaksanakannya KLB, pelaku gerakan menargetkan 360 orang para pemegang suara yang harus diajak dan dipengaruhi dengan imbalan uang dalam jumlah yang besar," kata AHY.
Senada dengan pernyataan Herzaky, AHY menyebutkan, kudeta di Partai Demokrat itu akan dijadikan sebagai kendaraan politik bagi Pemilu 2024.
Kendati demikian, AHY menegaskan, kadernya tetap solid. Ia mengaku telah menerima surat pernyataan kesetiaan dan kebulatan tekad dari seluruh pimpinan di tingkat daerah dan cabang.
Menurut AHY, seluruh pimpinan di tingkat daerah patuh pada kepemimpinan hasil Kongres V Partai Demokrat.
"Insya Allah, gerakan ini dapat ditumpas oleh kesetiaan dan kebulatan tekad seluruh pimpinan, baik di tingkat pusat maupun daerah dan cabang, serta para kader Demokrat lainnya di berbagai wilayah Tanah Air," ujar dia.
Respons Moeldoko
Menanggapi hal tersebut, Moeldoko meminta Partai Demokrat tidak dengan mudah menuding Istana.
Ia juga mengingatkan agar Partai Demokrat tak mengganggu Presiden Joko Widodo.
"Jangan sedikit-sedikit Istana. Dalam hal ini saya mengingatkan, sekali lagi jangan sedikit-sedikit Istana dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini," kata Moeldoko melalui konferensi pers virtual, Senin malam.
"Berikutnya kalau ada istilah kudeta itu, ya kudeta itu dari dalam, masa kudeta dari luar," imbuh dia.
Panglima TNI era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menyebut Presiden Jokowi tak tahu-menahu soal isu ini.
Oleh karena itu, persoalan ini menjadi urusannya semata.
Moeldoko menduga, isu kudeta di tubuh Partai Demokrat berangkat dari foto-foto saat ia menerima sejumlah tamu.
Ia mengaku kerap menerima tamu. Moeldoko tak menyebutkan secara detail tamu yang ia maksud.
Namun, ia hanya menyebut bahwa tamu itu datang berbondong dan membicarakan banyak hal, terutama situasi terkini.
"Saya sih sebetulnya prihatin melihat situasi itu karena saya juga bagian yang mencintai Demokrat, begitu. Terus muncul isu itu," ucapnya.
"Mungkin dasarnya foto-foto, ya ada dari orang Indonesia timur, dari mana-mana kan pengin foto sama saya, ya saya terima saja, apa susahnya," kata Moeldoko.
Ia mengaku tak mempersoalkan digulirkannya isu ini.
Namun, ia menyebut bahwa seorang pemimpin harus kuat dan tidak mudah terombang-ambing.
"Saran saya ya, menjadi seorang pemimpin harus seorang pemimpin yang kuat.
Jangan mudah baperan, jangan mudah terombang-ambing," ujar Moeldoko.
Moeldoko, AHY, dan SBY
Moeldoko mungkin bisa dikatakan jika dia merupakan orang dipercaya di era kepemimpinan Presiden RI ke-6, Soesilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
Kariernya di TNI bisa mencapai puncak di era SBY.
Saat SBY mulai menjabat Presiden RI pada tahun 2004, dia masih menjabat Dirbindiklat Pussenif, lalu menjadi Komandan Rindam VI/Tanjungpura (2005), Komandan Korem 141/Toddopuli Watampone (2006), Pa Ahli Kasad Bidang Ekonomi (2007), Direktur Doktrin Kodiklat TNI AD (2008), Kasdam Jaya (2008), Panglima Divisi Infanteri 1/Kostrad (2010), Panglima Kodam XII/Tanjungpura (2010), Panglima Kodam III/Siliwangi (2010), Wakil Gubernur Lemhannas (2011), Wakasad (2013), dan KSAD (2013).
Jelang berakhirnya masa jabatan SBY di periode kedua, Moeldoko diangkat menjadi Panglima TNI mulai 30 Agustus 2013, sementara SBY mengakhiri masa jabatannya pada 20 Oktober 2014.
Moeldoko juga sempat menjadi komandan AHY di TNI.
Saat Moeldoko menjabat KSAD, AHY melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat.
Moeldoko mengakhiri kariernya di militer dengan pangkat terakhir jenderal, sama dengan pangkat terakhir SBY.
Sementara AHY hanya sampai pada mayor.(*)
S:tribunnews.com