INDONESIAKININEWS.COM - Presiden sementara Papua Barat yang tinggal di pengasingan di Inggris, Benny Wenda kembali "berulah". Kal...
INDONESIAKININEWS.COM - Presiden sementara Papua Barat yang tinggal di pengasingan di Inggris, Benny Wenda kembali "berulah".
Kali ini Benny Wenda meminta Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Komite Internasional Palang Merah untuk meninjau keadaan Papua.
Benny Wenda mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan karena dia mengeklaim ratusan orang Papua telah melarikan diri dari tindakan kekerasan yang menurutnya dilakukan oleh militer Indonesia.
Menurut pria yang saat ini tinggal di Inggris tersebut, sedikitnya 600 orang telah berlindung di sebuah kompleks Katolik setelah tiga pria ditembak oleh militer Indonesia pekan lalu di sebuah pusat kesehatan.
Benny Wenda mengatakan salah satu dari tiga korban penembakan tersebut sudah mendapatkan perawatan.
“Mereka yang terlantar karena operasi ini tidak akan memiliki akses ke perawatan kesehatan. Mereka tidak bisa merawat tanaman mereka. Anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah,” katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Morning Star.
Halaman:
Sumber: Morning Star
Menurut pemimpin kemerdekaan Papua Barat itu, sekitar 50.000 orang telah terlantar akibat operasi militer Indonesia sejak Desember 2018 dalam tindakan yang dianggap sebagai pelanggaran genosida.
“Negara Indonesia telah memberlakukan darurat militer, menggunakan krisis Covid-19 sebagai kedok untuk melakukan operasi militer,” katanya.
“Seperti yang dinyatakan oleh Dewan Gereja Papua Barat, empat denominasi Protestan di negara kita, dalam pernyataan pada 5 Februari bahwa Tanah Papua telah menjadi daerah operasi militer,” tambah dirinya.
Diketahui, Benny Wenda terpilih sebagai presiden sementara dari pemerintah sementara pada tanggal 1 Desember 2020 lalu.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menolak untuk mengadakan pembicaraan dengan Benny Wenda, yang telah tinggal di pengasingan di Inggris sejak 2003 setelah melarikan diri dari penjara.
Tahun ini status "otonomi khusus" Papua Barat akan segera berakhir dengan Pemerintah Indonesia mendukung pembaruannya.
Sementara itu, Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP) pimpinan Benny Wenda bersikeras bahwa satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik adalah dengan mengadakan referendum kemerdekaan.
Papua sendiri telah berada di bawah kendali oleh Indonesia sejak 1963 lalu dari Belanda dan secara resmi menjadi Provinsi Indonesia setelah referendum tahun 1969.
Menurut pengakuan Benny Wenda, sedikitnya 500.000 orang yang sebagian besarnya merupakan orang Papua Barat telah terbunuh sejak 1969.
Menurutnya, militer Indonesia telah sering melakukan operasi militer selama bertahun-tahun untuk menghancurkan gerakan kemerdekaan yang mencakup pengeboman dan dugaan penggunaan senjata kimia.
“Pimpinan daerah harus memperhatikan apa yang terjadi di Papua Barat. Indonesia bersembunyi di balik klaim 'kedaulatan' untuk menghancurkan Papua. Ini bukan 'masalah internal', ini masalah pendudukan militer dan kolonialisme,” katanya.***
S:PikiranRakyat