INDONESIAKININEWS.COM - Kita kini sudah memasuki tahun 2021 dalam suasana berbeda setelah sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) yang sel...
Sejak 1998 sampai pengujung Desember 2020, ormas “preman” yang mencatut keluhuran agama dalam menjalankan setiap aksinya itu membuat masyarakat jengah dan serba salah. Demikian juga negara (pemerintah).
Ibarat anak kecil, ormas itu – juga para pengikut dan simpatisannya – mereka gampang tersinggung dan mutung jika tersenggol dan dinasihati baik-baik. Kalau sudah begitu, agama selalu dibawa-bawa.
Ujung-ujungnya marah tanpa kendali. Kebencian, ancaman, sumpah serapah, dan fitnah dibungkus dengan agama.
Kelihatannya jadi manis, padahal orang waras dengan mudah menyimpulkan bahwa ucapan yang keluar dari mulut mereka sesungguhnya adalah sampah. Ya, sampah. Berbelatung pula.
Menjelang tahun 2020 berakhir, mayoritas rakyat negeri ini senang bukan kepalang ketika pentolan ormas itu pulang dari pengasingan di negeri nun jauh di sana dan akhirnya berurusan dengan polisi akibat ulahnya sendiri.
Ia merasa di negerinya ia kebal hukum dan bebas melakukan apa saja, termasuk sumpah serapah karena semua kejahatan yang dilakukannya itu dibungkus dengan agama yang ia lambangkan dengan jubah kedomboran dan sorban.
Kalau sudah berkostum seperti itu, ia seolah beriman para pengikutnya bakal membela mati-matian dan aparat kepolisian-TNI takut setengah mati.
Tak bisa dimungkiri, sebelum si pentolan dicokok polisi, masyarakat memang menduga bahwa negara takut kepada orang ini dan organisasi yang dipimpinnya.
Praduga itu rupanya keliru setelah negara lewat polisi menangkap dan menahan si pentolan.
Tuduhan yang dialamatkan kepadanya pun berlapis-lapis (faktanya yang bersangkutan memang telah melakukan kejahatan berkali-kali).
Kasus lama memalukan yang telah di-SP3-kan dibuka kembali, sehingga banyak yang menduga sang pentolan pasti bingung mencari jawaban jika kelak di pengadilan, hakim bertanya: “Apa yang Saudara maksud dengan pisang dan kandang kambing?”
Puncak dari semua perkara di penghujung tahun 2020 adalah dilarangnya ormas pembuat onar itu melakukan kegiatan apa pun melalui Surat Keputusan Bersama 3 menteri dan 3 pejabat setingkat menteri.
Secara formal, ormas tersebut sebenarnya sudah “mati” sejak Juni 2020 setelah izinnya tidak diperpanjang.
Namun, faktanya aktivitas para pengikutnya tidak pernah mati, bahkan semakin menjadi-jadi melawan pemerintah dan pihak-pihak yang mereka anggap musuh. Tak punya musuh, mereka bahkan mencari gara-gara menciptakan musuh.
Sepertinya dalam sejarah Indonesia, baru kali ini ada ormas yang keberadaannya dilarang pemerintah memunculkan atau disambut dengan penuh sukacita oleh mayoritas rakyat yang selama ini diam dan dicekam rasa takut.
Bayangkan 22 tahun orang-orang baik di negeri ini diliputi perasaan takut. Aneh bukan?
Bagaimana masyarakat tidak takut jika setiap bulan puasa tiba, laskar ormas itu bak manusia paling suci sejagat melakukan swiping para pedagang warung makan yang tetap mencari rezeki di bulan nan penuh berkah. Bulan yang seharusnya sarat dengan aksi ramah dikotori dengan aksi marah. Begitu terus setiap tahun.
Di saat natal tiba, mereka kembali berulah, melakukan swiping ke mal-mal dan melarang para karyawan toko mengenakan atribut natal. Yang mengherankan, keinginan mereka dituruti dan seolah sudah menjadi “kebijakan” manakala natal datang, haram hukumnya karyawan toko (khususnya yang seiman dengan mereka) mengenakan atribut natal.
Aksi mereka yang menurut saya paling brutal adalah ketika mereka terang-terangan berniat memberontak menggulingkan pemerintahan yang sah dengan narasi menegakkan “ideologi” di luar Pancasila. Pentolan dan pejabat teras ormas tersebut memprovokasi para pengikut dan pengagum yang maaf, dungu, untuk melawan pemerintah dengan dalil-dalil agama.
Per 30 Desember 2020, ormas tersebut sah sebagai organisasi terlarang. Ini setara dengan PKI dan HTI. Banyak ahli yang mengkhawatirkan, jika keberadaan ormas tersebut dibiarkan, maka bukan tidak mungkin narasi fitnah dan provokasi yang setiap saat mereka gaungkan akan membuat negeri ini seperti Suriah. Maka tidak ada cara lain, ormas ini memang harus diberangus.
Kita baru saja masuk ke tahun 2021 tanpa ormas radikal. Tanpa ormas pemberontak. Tanpa ormas yang hobi membuat gaduh. Tanpa ormas jahat, perusuh dan berlindung dengan jubah agama. Tanpa ormas yang merasa hebat dan mengangkangi hukum mentang-mentang merasa membela agama (Tuhan).
Tahun 2021 tanpa ormas perusak agama. Tanpa ormas yang puluhan anggotanya terafiliasi dengan organisasi teroris. Tanpa ormas yang kerap dimanfaatkan bohir untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah hanya dengan imbalan nasi bungkus.
Semoga tahun 2021 dan seterusnya, negeri ini menemukan jati dirinya kembali sebagai negeri yang damai, rukun, toleran dan merasakan indahnya berbineka tunggal ika.
Selamat datang Tahun Baru 2021. Tuhan memberkati Indonesia.[]
S: Seword
