INDONESIAKININEWS.COM - Masa pendukung Presiden Amerika Serikat Donald Trump, melakukan aksi penyerbuan ke dalam Gedung Kongres di Capitol ...
Penyerbuan yang terjadi pada Rabu, 6 Januari 2021 waktu setempat tersebut bertujuan untuk mengagalkan pengesahan hasil pemilihan presiden 2020 yang dimenangkan oleh Joe Biden.
kerusuhan tersebut bermula ketika Massa pendukung Presiden Trump melakukan demonstrasi di depan Gedung Capitol.
Kemudian kondisi berubah menjadi ricuh dan masa pendukung Trump mendesak untuk masuk ke Gedung Capitol.
Akibatnya bentrokan besar tak terelakan terjadi antara massa pendukung Trump dengan Polisi setempat.
Karena jumlah yang tidak berimbang antara aparat polisi dengan para demonstran, akhirnya massa pendukung Trump dapat berhasil masuk kedalam gedung.
Dikutip dari Reuters, Polisi berjuang selama lebih dari tiga jam setelah invasi untuk membersihkan Gedung Capitol dari Massa Pendukung Trump sebelum mengumumkan gedung itu aman tak lama setelah pukul 17.30 waktu setempat.
Kejadian tersebut mendapat banyak tanggapan, baik itu dari dalam Amerika ataupun dari luar Negeri Paman Sam tersebut.
Kecaman juga datang dari Mantan Kepala Badan Intelegen Negara (BIN) Jenderal (Purn) Abdullah Mahmud (AM) Hendropriyono.
Ia menyebut perbuatan massa pendukung Trump yang menyerbu Gedung Capitol dan ingin mengentikan proses penetapan kemenangan Joe Biden adalah Aksi yang Kampungan.
Bukan hanya itu, menurutnya aksi tersebut juga sangat tidak sesuai dengan ideologi yang selama ini mereka junjung yaitu Demokrasi.
AM Hendro Priyono juga yakin bahwa hal tersebut tidak mungkin bisa bergerak sendiri tanpa kekuatan politik Uang.
"Fakta tersebut merupakan cermin, bahwa kapitalisme justru yang merusak demokrasi itu sendiri. Kapitalisme dan demokrasi, berada dalam rumah yang sama, yaitu liberalisme. Karena itu kapitalisme di negara Pancasila adalah inkonstitusional," katanya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Instagram @am.hendropriyono, Kamis, 7 Januari 2021.
"UUD 1945 merupakan rambu-rambu yang tangguh, untuk mewaspadai berkembangnya oligarki dalam reformasi yang bergulir sejak 1998." ujarnya.***
S:PikiranRakyat