INDONESIAKININEWS.COM - FPI berdiri tahun 1998, dan berumur tidak panjang. Tahun 2020, tepatnya baru usia 22 tahun, FPI menemui nasib akhir...
INDONESIAKININEWS.COM - FPI berdiri tahun 1998, dan berumur tidak panjang. Tahun 2020, tepatnya baru usia 22 tahun, FPI menemui nasib akhirnya yang tragis.
Beginilah roda kehidupan, kadang di atas, kadang hampir terpeleset, kadang terpeleset beneran dan tumbang.
Mari kita bicara khusus soal FPI. FPI ini dari dulu memang sudah dicap ormas pengacau dan tukang bikin ribut.
Berkedok agama, tapi kelakuan lebih mirip preman sampah yang meresahkan warga. Tapi sepak terjangnya menemukan momentum terbesarnya pada tahun 2016. Saat itu Ahok berpidato di Kep. Seribu dan dipelintir hingga menyebabkan keributan.
Tidak ribut sebenarnya, karena seminggu kemudian baru dipermasalahkan karena caption yang diedit. Yang paling ribut, siapa lagi kalau bukan FPI dan ormas pengacau lainnya yang berhasil berlindung di balik perisai bela agama.
Hanya FPI? Oh, tidak. Siapa pun juga tahu kalau ini sangat politis, yang artinya ada pihak lain yang berpartisipasi di balik layar.
Kapan lagi bisa menjungkalkan seorang tokoh besar lewat sentimen agama yang saat itu jalannya sangat mulus? Jadilah aksi 411, 212 dan aksi tiga angka lainnya dengan kedok bela agama.
Di saat itu pula terbentuk tren politisasi agama. Menggunakan agama untuk mempengaruhi masyarakat. Dengan imbalan surga, plus ancaman mayat tidak didoakan. Seolah kalau tidak memilih mereka, maka akan dianggap tidak menjalankan perintah agama.
Muncul kelompok-kelompok cabang misalnya PA 212, GNPF Ulama dan lainnya. Intinya sama, orang-orang dari FPI juga, atau berafiliasi atau akrab dengan FPI. Gerombolan sok suci tapi munafik.
Dari sini mereka menganggap diri mereka besar dan seolah tidak dapat dihentikan siapa pun. Sayangnya, mereka melakukan kesalahan fatal. Kesalahan yang membuat mereka sekarang hancur lebur, ditimpa masalah satu per satu, berlapis-lapis hingga tak sanggu berdiri lagi.
Kesalahan fatal yang pertama adalah FPI terlalu rasis, dalam artinya siapa pun yang tidak sepaham dengan mereka akan dimusuhi baik secara halus maupun barbar.
Mereka merasa paling mewakili Tuhan, paling mewakili umat Islam, merasa jadi agen tunggal kunci kavling surga.
Mereka bahkan tidak jarang berani melakukan tindak kekerasan kepada siapa pun yang tidak sepaham dengan mereka.
Intimidasi, persekusi, ancaman mengerikan berupa kalimat penggal, bunuh, gorok.
Bahkan yang seiman pun, kalau tidak sepaham dengan mereka akan dimusuhi, dikafir-kafirkan, dianggap murtad, dianggap calon penghuni neraka, tak bisa masuk surga.
Mereka lupa bahwa mereka minoritas yang bising dan masyarakat mayoritas memilih diam.
Terbukti, saat FPI terjepit dan aparat mulai bergerak memojokkan FPI, masyarakat ikut bersuara dan ikut melawan.
Mereka beri apresiasi. Mereka mulai berani suarakan pembubaran FPI.
Kesalahan kedua adalah mereka terlalu sombong, angkuh dan arogan. Kenyataannya adalah mereka bukan siapa-siapa.
Mereka terlalu bodoh berpikir kalau mereka ini bisa melangkahi negara semudah minum air.
Mereka merasa besar padahal kenyataannya mereka hanyalah seupil, yang kebetulan sangat bising mirip emak-emak jarang dibelai.
Sejak aksi tiga angka itu, nyaris arogansi mereka makin menjadi-jadi. Dikit-dikit demo.
Ada isu apa pun pasti demo. Isu PKI yang bukan ranah mereka pun ikut demo. Tak lebih dari makelar demo atau spesialis jasa demo. Cukup dengan logistik dan nasi bungkus.
Kesalahan fatal ketiga adalah, ini nih yang paling bodoh, mereka dengan bangganya berani menantang negara secara terang-terangan.
Bikin statement menyesatkan, main petak umpet, aparat dianggap anak kecil yang bisa dimain-mainkan. Ini salah satu gobloknya mereka.
Ini adalah hasil dari arogansi selama bertahun-tahun. Bertindak dengan keyakinan bahwa negara akan diam saja.
Mungkin juga karena ada dukungan dari bohir. Mereka merasa, segalanya akan baik-baik saja. Nyatanya, blunder.
Saat negara mulai kesal, rakyat mulai mendukung total, dan saat negara bergerak, maka habislah FPI.
Hanya dalam waktu kurang dari dua bulan sejak Rizieq pulang. Ditangkap atas kasus kerumunan, 6 laskar tewas, petinggi dilaporkan, pondok pesantren disita, kasus lama Rizieq kembali diusut, FPI dibubarkan.
Untuk merealisasikan semua itu, tentu tidak sebentar, butuh planning yang matang dan momentum yang tepat. Ibarat menanam bibit, butuh waktu lama, begitu waktunya panen, tinggal babat sampai habis.
Kesalahan keempat adalah, FPI terlalu bodoh, makanya tidak sadar suka dimanfaatkan demi kepentingan politik. Dijadikan pion atau sapi perah. FPI hancur, tak ada yang mau pasang badan. Nasib dia aja lah. Syukurin.
Bagaimana menurut Anda?
S:Seword