Sugito Atmo Pawiro, pengacara Rizieq INDONESIAKININEWS.COM - Salah satu pasal yang disangkakan kepada pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab, da...
INDONESIAKININEWS.COM - Salah satu pasal yang disangkakan kepada pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab, dalam kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat, adalah Pasal 160 KUHP soal Penghasutan. Kuasa hukum Habib Rizieq merasa heran polisi menyangkakan dengan pasal tersebut.
"Dalam pemeriksaan oleh penyidik pada 12 Desember, dinyatakan bahwa HRS ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka tidak hanya dengan Pasal 93 UU Karantina Kesehatan, juga disangkakan dengan Pasal 160 KUHP atas perbuatannya, 'menghasut orang-orang untuk berkumpul' atau 'menciptakan kerumunan di kediamannya sehubungan dengan acara pernikahan anaknya dan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW," kata Ketua Tim Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo, saat dihubungi detikcom, Minggu (13/12/2020).
Sugito menyebut pengenaan pasal penghasutan cenderung memaksakan. Mengingat, menurut Sugito, sejak awal Habib Rizieq dipanggil polisi terkait kerumunan saat gelaran acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya.
"Dari sinilah benar jika ada yang menganggap bahwa penggunaan pasal-pasal pidana kepada HRS adalah dipaksakan alias 'maksain banget'," tegasnya.
Ia menilai pasal 160 KUHP ini masuk delik materiil. Untuk itu, penyidik perlu membuktikan akibat yang ditimbulkan dari unsur pidana tersebut.
"Kan begini kalau terkait 160 penghasutan itu kan sekarang delik materiil, bukan delik formil. Misalnya, dia menghasut terjadilah penyerangan. Menghasut terjadinya kebakaran, terjadilah kebakaran. Kan begini, kalau yang (kena) 160 penghasutan, itu kan skala delik materiil, bukan delik formil. Misalnya dia menghasut untuk menyerang, terjadilah penyerangan. menghasut untuk membakar, terjadilah pembakaran. Delik itu kan diuji di mahkamah konstitusi. Ini makanya menjadi menarik ketika itu ada kegiatan di Habib Rizieq Shihab," tegasnya.
Salin itu, HRS dijerat dengan Pasal 216 KUHP mengenai upaya menghalang-halangi petugas. Sugito juga mempertanyakan soal pengenaan pasal tersebut.
"Jadi dianggap kita dari teman seakan-akan menghalangi petugas. Petugas yang mana? Orang kita mempersilakan untuk supaya pelaksanaannya itu sesuai protokol kesehatan," ungkapnya.
Dalam Pasal 216 KUHP, polisi turut menduga HRS dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang berlaku. Tim kuasa hukum menduga hal ini berkaitan dengan kegiatan yang menyebabkan kerumunan.
"Belum mendapatkan penjelasan secara detail, tapi saya dugaan kuat, tidak menuruti perintah UU, karena adab kegiatan yang banyak mengumpulkan orang di saat PSBB," jelasnya.
Kasus ini bermula ketika Habib Rizieq Shihab pulang ke Tanah Air pada 10 November 2020. Sepulang dari Arab Saudi, Habib Rizieq menggelar acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020). Kegiatan itu menimbulkan kerumunan dengan jumlah massa yang masif. Massa sampai menutup Jalan KS Tubun, Jakarta Pusat, saat itu.
Karena kasus itu, Habib Rizieq bersama beberapa petinggi FPI, ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian, pada Sabtu (12/12), setelah diperiksa lebih dari 12 Jam, Habib Rizieq ditahan di Rutan Polda Metro Jaya selama 20 hari.
Selain dikenai Pasal 93 tentang UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Habib Rizieq juga dikenai Pasal 160 KUHP dan 216 KUHP.
Sebagai informasi, Pasal 160 KUHP berisi tentang upaya penghasutan. Berikut ini isinya:
Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Sedangkan Pasal 216 KUHP menyebutkan:
Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000.
s: detik.com