INDONESIAKININEWS.COM - Isi rekaman bahas soal kasus penangkapan Edhy Prabowo dan menyebut-nyebut sederet nama tokoh nasional beredar dan b...
INDONESIAKININEWS.COM - Isi rekaman bahas soal kasus penangkapan Edhy Prabowo dan menyebut-nyebut sederet nama tokoh nasional beredar dan bikin heboh.
Sederet nama tokoh nasional yang disebut dalam rekaman tersebut antara lain Jusuf Kalla, Anies Baswedan, Rizieq Shihab, Joko Widodo, Prabowo Subianto, Edhy Prabowo, hingga Novel Baswedan.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara (Jubir) Wakil Presiden RI ke-12 Jusuf Kalla (JK), Husain Abdullah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) memanggil calon Wali Kota Makassar Danny Pomanto.
Permintaan itu untuk mengklarifikasi beredarnya rekaman suara Danny, berkaitan penangkapan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Dalam rekaman tersebut, JK dituding sebagai dalang di balik penangkapan Edhy.
"Saya cuma mau bilang, salah apa Pak JK kepada Danny Pomanto, sehingga tega-teganya memfitnah seperti itu? Danny seperti tidak punya lagi sopan santun sedikit pun kepada sosok yang dihormati semua kalangan,” ujar Husain dalam keterangannya, Sabtu (5/12/2020).
Ia juga menyinggung soal falsafah orang Bugis-Makassar terkait adat dan istiadat dalam menghormati orang tua.
"Saya yakin kalau orang Bugis-Makassar tidak gampang mengumbar fitnah seperti itu, karena secara budaya dan agama tahu resikonya, bahwa fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan,” sambung dia.
Ia juga menerangkan bahwa sejak tak lagi menjabat sebagai wakil presiden, JK lebih banya disibukkan dengan aktivitas sosial.
Oleh karena itu, menurut dia, tidak masuk akal bila JK mengusik kehidupan orang lain.
Lebih jauh, Husain menambahkan, Danny bakal berhadapan dengan hukum apabila terbukti rekaman tersebut merupakan suaranya.
"Danny tentu akan berhadapan dengan hukum. Apalagi melibatkan KPK, sehingga KPK pun perlu mengklarifikasi dan membersihkan dirinya dari tuduhan Danny Pomanto,” tegasnya.
Husain berpendapat, masalah yang diduga dimunculkan Danny menyangkut fitnah kepada JK, juga merendahkan KPK di tengah prestasinya menangkap Edhy Prabowo.
"Danny telah mencederai kerja keras KPK. Yang tidak kalah bahayanya, Danny telah mengadu domba tokoh tokoh nasional. Yang bisa berdampak buruk terhadap hubungan hubungan antar elite yang selama ini berjalan baik,” bebernya.
Isi rekaman suara
Sebelumnya, beredar rekaman suara yang diduga merupakan suara Danny Pomanto di tengah publik.
Rekaman itu diketahui memiliki durasi 1 menit 58 detik.
Dilansir dari Kompas.tv suara tersebut tampak menjelaskan kepada lawan bicaranya mengenai OTT yang dilakukan KPK terhadap Edhy.
Menurut orang yang berbicara, OTT itu merupakan pengalihan isu kepulangan pemimpin Front Pembela Islam ( FPI) Rizieq Shihab.
Berikut transkip isi rekaman tersebut:
Makanya kalau urusannya Edhy Prabowo ini, kalau Novel (Baswedan) yang tangkap, itu berarti JK (Jusuf Kalla).
JK (dan) Anies tuh. Maksudnya kontrolnya di JK. Artinya begini, dia sudah menyerang Prabowo.
Yang kedua, nanti seolah-olah Pak Jokowi yang suruh, Prabowo dan Jokowi baku tabrak. Ini kan politik saja. Terbaca ya.
Kemudian mengalihkan (isu) Rizieq. Ini mau digeser (isu) JK dan Rizieq.
JK yang main, karena JK yang paling diuntungkan dengan ini.
Coba lihat siapa yang paling diuntungkan dengan tertangkapnya Edhy Prabowo? JK lagi dihantam, beralih ke Edhy Prabowo kan.
Kedua, Prabowo yang turun karena dianggap bahwa korupsi pade di sini, calon presiden to.
Berarti Anies dan JK yang diuntungkan. Apalagi, dia mengkhianati Jokowi. Jadi yang paling untung ini JK berarti.
Chaplin yang untung. Jago memang mainnya. Tapi kalau kita hafal apa yang dia mau main ini.
Diakui
Sementara itu, Danny mengakui bahwa rekaman suara yang beredar adalah suaranya.
Ia menerangkan, percakapan itu terjadi di kediamannya di Jalan Amiruddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
"Jadi itu adalah percakapan di dalam rumah saya. Dalam rumah saya orang rekam. Jadi sebenarnya itu adalah percakapan biasa, analisis politik dan hak setiap orang kan begitu. Sebenarnya saya korban ini," kata Danny seperti dilansir dari Tribun Makassar.
Ia mengaku heran mengapa rekaman percakapannya dapat menyebar ke publik.
Sebab, percakapan tersebut bersifat pribadi.
Namun, ia mengaku bahwa dampak dari tersebarnya rekaman percakapan itu terhadap dirinya tidak ada.
Sebab, obyek pembahasannya merupakan ranah nasional.
Meski begitu, ia merasa dirugikan dengan beredarnya rekaman percakapan tersebut.
"Karena itu kan penyebaran dan saya merasa dirugikan. Kan saya dibenturkan dengan orang lain. Orang punya hak untuk punya pendapat dalam rumah saya sendiri, rumah saya itu," ucapnya. (*)
S:tribunnews