INDONESIAKININEWS.COM - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono tiba-tiba membuat pernyataan soal orang mabuk agama. Ka...
INDONESIAKININEWS.COM - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono tiba-tiba membuat pernyataan soal orang mabuk agama.
Kata dia, mabuk agama dapat diartikan sebagai orang yang beragama, tapi tidak menyadari makna beragama. Pernyataan itu ia tulis di akun twitternya @edo751945 pada 26/12/2020 dengan judul "Agama Itu Menyadarkan bukan Memabukkan".
Dia mengatakan, banyak pihak yang salah paham dengan pernyatannya ketika menjadi narasumber di diskusi Indonesia Lawyer Club. Di mana dia menyebut tidak boleh mabuk agama.
"Banyak yang menyalahpahami pernyataan saya bahwa kita tidak boleh mabuk agama saat saya bicara di Karni Ilyas Club beberapa waktu yang laku. Berikut saya jelaskan "mabuk agama" yang saya maksudkan," tulisnya.
Ia menjelaskan, makna frase mabuk dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). Mabuk, kata dia, artinya kondisi tidak sadar. Dalam KBBI, mabuk adalah berbuat di luar kesadaran.
"Mabuk itu artinya tidak sadar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) salah satu arti mabuk adalah berbuat di luar kesadaran. Mabuk beragama dapat diartikan beragama tapi tak menyadari makna beragama," katanya.
Dia menambahkan, radikalisme lazimnya tumbuh subur di masyarakat yang mabuk agama. Mereka, orang-orang mabuk agama itu, kata dia, mencintai agama tapi tidak disiplin sosial. Sehingga memunculkan sikap beragama yang dia sebut mabuk.
"Akar dari radikalisme subur di tanah yang masyarakatnya mabuk agama. Mereka mencintai agama tapi tidak memiliki disiplin sosial. Bahwa menjalankan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, harus dilaksanakan sesuai sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab," katanya.
Dia menambahkan, agama dan beragama harusnya membuat orang sadar. Bukan sebaliknya, kehilangan kesadaran. Menurut dia, perlu juga memahami hubungan agama dan Pancasila sebagai falsafah dan asas bernegara.
"Agama dan beragama harus membuat orang sadar bukan sebaliknya. Juga perlu memahami hubungan agama dan Pancasila sebagai falsafah dan asas bernegara. Pancasila justru lahir karena agama, bukan di atas agama. Pancasila juga tidak boleh didikotomikan dengan agama," ungkapnya.
S:Akurat