$type=slider$meta=0$readmore=0$snippet=0$count=5$show=home

100 Ribu Warga Timor Leste Lari ke Dekat NKRI, TNI di Perbatasan Siaga, Satu Orang Jadi Penyebab

INDONESIAKININEWS.COM - Bumi Lorosae Timor Leste pernah bergejolak saat salah satu perwira militernya mengamuk dan memberontak terhadap peme...



INDONESIAKININEWS.COM - Bumi Lorosae Timor Leste pernah bergejolak saat salah satu perwira militernya mengamuk dan memberontak terhadap pemerintahnya.

Sekitar 100 ribu Warga Timor Leste yang merasa terancam terpakda lari dan mengungsi di wilayah perbatasan dengan Indonesia di Kabupaten Belu , Nusa Tenggara Timur
 
Pasukan TNI yang bertugas di wilayah perbatasan NKRI - Timor Leste di wilayah itu juga langsung diperintahkan siaga menghadapi gelombang pengungsi yang melintas batas.

Jauh sebelum berdiri sendiri sebagai sebuah negara, Timor Leste adalah bagian dari Indonesia.

Tetapi wilayah Timor Leste yang sebelumnya bernama Timor Timor ini kemudian melepaskan diri dari Indonesia.

Timor Leste memerdekakan diri pada tahun 2002, dan setelah itu negara tersebut berdiri sendiri sebagai sebuah negara.

Kini terhitung sudah 18 tahun Timor Leste memisahkan diri dari NKRI.

Nyaris 2 dekade Timor Leste merdeka, nampaknya mendirikan sebuah negara tak semudah yang dipikirkan.

Usai merdeka, tak lantas membuat Timor Leste langsung bisa berkembang menjadi sebuah negara yang maju.

Justru negara itu dirundung masalah besar.

Malah pada awal kemerdekaanya saja, negara ini pernah dikacaukan hanya oleh satu orang.

Mengutip Grid.ID, orang yang sanggup mengacaukan Timor Leste tersebut adalah Alfredo Reinaldo.

Alfredo Reinaldo adalah seorang mayor angkatan bersenjata Timor Leste, FDTL, yang ikut berjuang memberikan kemerdekaan bagi Timor Leste.

Dia seorang nasionalis, bumi Lorosar yang ingin Timor Leste bebas dari Indonesia pada waktu itu.

Keahliannya di bidang militer juga tidak kaleng-kaleng.

berpangkat mayor di FDTL, Alfredo Reinaldo adalah orang yang sangat mahir di bidangnya.

Dia pernah mengenyam pendidikan militer di Australia, hingga membuatnya menjadi sosok berbahaya di FDTL.

Padahal para perwira di FDTL adalah mantan akombatan Fretlin yang pernah berhadapan dengan ABRI semasa konfrontasi dengan Indonesia.

Sayangnya pendidikan militer yang mentereng itu tak membuat Reinaldo memiliki masa depan yang baik di Timor Leste.

Dia justru didiskriminasi oleh Panglima FDTL Brigjen Taur Matan Ruak.

Reinaldo diperlakukan rasis karena dia berasal dari daerah Timor Leste bagian timur.

Karena itu, dia marah pada Ruak, pada Mei 2006 bersama 600 anggita FDTL melakukan desersi sebagai protes atas perlakukan itu.

Ruak yang geram justru memecat semua anggota yang melakukan protes massal.

Kemarahan makin memuncak, Reinaldo melakukan aksi rusuh dan membuat satu negara porak-poranda.

Alfredo Reinaldo kanan.Lihat gambar di aplikasi hemat data hingga 80%.
Alfredo Reinaldo kanan. (via intisari online)
Reinaldo melakukan taktik gerilya mirip Fretlin ketika menyerang FDTL, sama dengan yang dilakukan ketika melawan Indonesia.

Lama-lama Timor Leste dirundung kerusuhan dan pertikaian antar etnis terjadi.

Ratusan rumah dibakar dijarah 100.000 warga Timor Leste mengungsi ke perbatasan Indonesia di NTT untuk mencari perlindungan.

Karena situasi makin gawat, militer Indonesia lagi-lagi ikut berjaga-jaga di perbatasan.

Keadaan semakin kacau dan pemerintah tak bisa mengendalikannya, mereka sampai minta bantuan ke Australia, Portugal, Selandia Baru dan Malaysia.

Sebanyak 150 militer Australia dikerahkan, tak lama setelah pasukan Australia datang, rumah Menteri Dalam Negeri Regeria Lobato dibakar, istri dan lima anaknya tewas.

Tentara resmi kebingungan dan menembaki markas polisi padahal ada personil PBB di dalamnya.

Puncaknya 11 Februari 2008, Reinaldo menyerang presiden Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao di rumahnya.

Ramos Horta tertembak dan nyaris mati. Sementara Xanana selamat.

Pada akhirnya, Reinaldo tewas tertembak oleh tentara FDTL, yang menjaga rumah Ramos Horta.

Lalu PBB turun tangan dan butuh waktu 6 bulan untuk memulihkan situasi Timor Leste.

* Meski Sudah Merdeka Warga Timor Leste urhat Ingin Mati di Tempat Lain karena Hal Ini, Kenapa?

Sudah 20 tahun Timor Leste lepas dari Indonesia atau sejak tahun 1999 melalui referendum. 

Negara di bagian timur Pulau Timor itu resmi diakuu sebagai negara oleh PBB pada 20 Mei 2020

Meski demikan, Timor Leste masih terjerembab dalam keimiskinan para bahkan oleh lembaga PBB UNDP , perekonomian  negara ini berada di urutan 152 dari 162 atau masuk dalam jajaran negara termiskin di dunia

Perjalanan panjang negara bekas jajahan Portugal itu diawarnai dengan konflik politik dan kekerasan bersenjata

Akibatnya bukan saja ancaman kelaparan namun korban kekerasan bisa terjadi kapan pun

Dalam sebuah referendum yang disponsori Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 30 Agustus 1999, mayoritas rakyat Timor Timur memilih hengkang dari Indonesia.

Segera setelah referendum, kekacauan melanda negara tersebut.

Milisi anti-kemerdekaan Timor Leste memulai kampanye militer bumi hangus, membunuh setidaknya 1.400 nyawa rakyat Timor Timur

Secara internasional, Timor Leste baru diakui sebagai negara dan resmi merdeka dari Indonesia pada 20 Mei 2002.

Namun tak berselang lama, krisis hebat melanda Bumi Lorosae di mana rakyat murka pada pemerintah.

Menyadur Reliefweb, sekira tahun 2006-2007, penduduk Timor Leste terlibat bentrok dengan polisi dan pasukan militer bersenjata.

Situasi politik di Dili saat itu sangat mencekam, Februari 2007, gelombang kemarahan publik terjadi secara besar-besaran.

Penduduk sipil marah besar kepada pemerintah Timor Leste hingga melakukan aksi perlawanan.

Semuanya semakin buruk, ketika Perdana Menteri Xanana Gusmao memerintahkan untuk menangkap Alfredo Reinado pemimpin pemberontak pada krisis Timor Leste di masa itu.

Krisis tersebut terjadi pada pertengahan 2006 hingga 2007, berawal dari masalah pangan.

Pemerintah Timor Leste, dipandang gagal menyediakan beras bagi rakyatnya, sehingga memicu gelombang kekerasan.

Penduduk Dili yang marah berusaha menjarah 700 ton beras di gudang di ibu kota Dili.

Penangkapan Alfredo Reinado ditambah kekurangan beras, memicu babak baru kekerasan di wilayah tersebut.

Penduduk Dili dan anggota partai oposisi menuduh pemerintah menahan beras dari pasar.

Dengan rencana menggunakan distribusi beras sebagai alat untuk mengamankan kemenangan Fretilin dalam pemilihan mendatang.

Mantan Perdana Menteri Mari Alkatiri, yang diturunkan jabatannya pada Juni 2006, menyatakan bahwa krisis beras adalah konspirasi yang dimaksudkan untuk melumpuhkan pemerintah yang didominasi Fretilin.

Anggota komunitas bisnis menyalahkan krisis pada kekurangan di pasar internasional.

Mereka menjelaskan bahwa Timor Leste adalah prioritas rendah bagi pemasok beras regional yang Memilih untuk memenuhi pesanan dalam jumlah besar baik dari Indonesia dan Filipina, di mana harga telah melonjak selama 2 tahun terakhir.

Timor Leste tidak asing dengan kerawanan pangan. Periode menjelang dimulainya musim hujan dikenal sebagai "musim lapar".

Dalam menghadapi hal ini, orang Timor mengandalkan kombinasi beras, jagung, dan umbi-umbian.

Pada saat itu, pemerintah memperkirakan Timor Lorosa'e membutuhkan 83.000 metrik ton beras per tahun.

Berdasarkan perhitungan hanya 90 kg per kapita, dibandingkan dengan angka antara 133 hingga 149 kg per kapita yang digunakan di Indonesia.

Dari 83.000 metrik ton yang dibutuhkan, Kementerian Pertanian menghitung produksi dalam negeri hanya 40.000 metrik ton.

Angka ini sebenarnya mungkin dilebih-lebihkan. Pada awal 1990-an produksi beras di Timor Leste melampaui 55.000 metrik ton selama 4 tahun berturut-turut, tetapi kemudian turun menjadi rata-rata 41.000 metrik ton per tahun.

Namun, sejak 1999, kombinasi faktor-faktor kegagalan memelihara sistem irigasi, migrasi dari daerah pedesaan ke perkotaan.

Biaya yang tinggi untuk input, dan upah yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perkiraan saat ini sebesar 40.000 metrik ton per tahun tidak realistis.

Sementara itu, yang mengejutkan pengakuan rakyat Timor Leste adalah, stok beras di negaranya sudah kosong selama dua minggu, hingga memicu kekerasan di Dili.

Tanpa keterbukaan yang lebih besar dari para pejabat, tidak mungkin untuk memastikan mengapa Timor Leste mengalami krisis yang parah.

Yang jelas, kekurangan beras bukanlah konspirasi yang dimaksudkan untuk mendiskreditkan pemerintah atau rencana pemerintah untuk memenangkan pemilu 2007.

Sebaliknya, semua indikasi adalah bahwa program ketahanan pangan Kementerian Pembangunan telah melibatkan kurangnya transparansi (jika bukan korupsi langsung).

Bahwa negara tidak memiliki kapasitas untuk menyalurkan beras kepada penduduk secara adil dan efisien, dan bahwa dengan mengambil beras.

Di Dili tangisan anak-anak yang kelaparan menyulut amarah, bahkan keputusasaan.

Saat kerumunan pria berkumpul di dekat National Logistics Centre, tentara Australia yang membawa senjata otomatis mendekati seorang pemuda yang tinggal di dekat situ untuk mencari informasi.

Ketika ditanya tentang situasinya, ayah muda 3 anak ini menjelaskan, "Seseorang mungkin pernah menjadi pahlawan selama perjuangan kemerdekaan, tetapi hari ini dia bisa menjadi pengkhianat."

Sambil menangis, ia berkata bahwa jika dia bisa meninggalkan Timor Leste akan lebih baik mati di tempat lain daripada hidup seperti ini di negaranya sendiri.

* Media Inggris Rilis 7 Nama Jendral Indonesia yang Disebut Lakukan Kekejaman di Timor Leste, Siapa?

Lepasnya Timor Leste dari Indonesia untuk menjadi negara merdeka ternyata tidak membuat  RI ini lepas dari urusan dengan Bumi Lorosae

Ada-ada saja tuduhan yang datang dari lembaga internasional terhadap pemerintah Indonesia bersama TNI.

Pada tahun 1975, Indonesia menginvasi Timor Timur (sebelum berganti menjadi Timor Leste), melakukan pencaplokan pada wilayah bekas penjajahan Potugis

Setelah 24 tahun melakukan perjuangan, rakyat Timor Leste menyerukan kemerdekaan pada tahun 1999.

Namun, seruan kemedekaan itu diwarnai pertumpahan darah oleh milisi pro-Indonesia di mana lebih dari 1.000 orang, diperkirakan tewas.

Dakwaan PBB mengatakan milisi tersebut bertindak dengan dukungan militer Indonesia.

Hingga kemudian, PBB juga melakukan referendum pemungutan suara untuk menentukan kemerdekaan Bumi Lorosae.

Tahun 2002 dilakukan referendum untuk menegaskan keinginan rakyat Timor Leste, memilih merdeka atau berada di bawah Indonesia.

Rakyat Timor Leste memilih utuk merdeka, hal itu membuat wilayah itu dinyatakan sebagai sebuah negara yang berdiri sendiri.

Namun, meski telah merdeka kerugian besar dialami Timor Leste , invasi Indonesia meninggalkan kerusakan dan kematian yang cukup besar.

Dalam hal ini, PBB juga menuduh beberapa pejabat hingga jenderal Indonesia yang terlibat dalam pertumpahan darah di Timor Leste.

Diungkap media inggris The Guardian , tahun 2003,  Jenderal Wiranto dianggap sebagai salah satu yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah tersebut.

Dia didakwa oleh PBB bersama dengan enam jenderal lainnya, termasuk mantan gubernur Timor Letse Abilio Soares

Namun, waktu itu Indonesia menolak menyerahkan salah satu terdakwa ke pengadilan di Dili, ibu kota Timor Leste.

Jakarta memilih menolak untuk menghormati surat perintah penangkapan PBB, dan mengatakan akan mengabaikan permintaan PBB tersebut.

"Dia (Jenderal Wiranto) adalah orang bebas. Mengapa mengambil tindakan?" kata Menteri Luar Negeri Indonesia kala itu, Hassan Wirayuda . "

"Siapa yang memberi mandat kepada (PBB) untuk mendakwa orang Indonesia, atas dasar apa, wewenang apa?" katanya.

PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Semua terdakwa telah dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan karena pembunuhan, deportasi dan penganiayaan."

Kejahatan yang dituduhkan semuanya dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil Timor Timur dan secara khusus menargetkan mereka yang diyakini sebagai pendukung kemerdekaan Timor Timur

Mandat pengadilan Dili mencakup semua kejahatan yang dilakukan pada tahun 1999 di Timor Timur , terlepas dari apakah tersangka orang Timor-Leste atau orang Indonesia.

Pada waktu itu telah didakwa 178 orang, tetapi 106 dari mereka termasuk 12 tentara Indonesia tetap bebas di Indonesia.

Namun, Indonesia belum mengirimkan satupun warganya ke Timor Leste untuk diadili dalam kasus-kasus tersebut.

Jaksa di Dili telah mengirimkan surat perintah untuk delapan surat dakwaan terakhir ke kantor jaksa agung dan akan meneruskannya ke badan penegakan hukum internasional, Interpol.

Di bawah hukum Timor Lorosae , dakwaan tersebut memiliki hukuman maksimal 25 tahun penjara.

"Saya menerima bahwa saat ini kami tidak dapat menjalankan surat perintah penangkapan itu," kata Stuart Alford, seorang jaksa penuntut di unit kejahatan berat di Dili.

"Tapi itu tidak berarti kami adalah satu-satunya orang yang dapat memainkan peran mereka dalam hal ini. Sekarang terserah orang lain di luar kantor kejaksaan di Timor Leste untuk memutuskan ke arah mana penyelidikan dan penuntutan ini akan diambil," katanya.

Kelompok hak asasi manusia, yang telah lama menyerukan agar Jenderal Wiranto dimintai pertanggungjawaban atas peristiwa Agustus 1999.

Surat dakwaan tersebut menuntut Jenderal Wiranto, enam jenderal yang bertanggung jawab atas keamanan di Timor Leste dan mantan gubernur Soares dengan pendanaan, pelatihan dan mempersenjatai milisi pro-Indonesia yang bergabung dengan militer Indonesia dalam membunuh lebih dari 1.000 orang dan memaksa 250.000 orang Timor untuk melarikan diri.

Keenam jenderal tersebut adalah Mayjen Zacky Anwar Makarim , Mayjen Kiki Syahnakri , Mayjen Adam Rachmat Damiri, Kolonel Suhartono Suratman, Kolonel Mohammad Noer Muis, dan Letkol Yayat Sudrajat.

Tahun 2002 Indonesia membentuk pengadilan hak asasi manusia khusus untuk menangani kasus-kasus yang meliput kekerasan di Timor Timur.

Beberapa dari mereka yang didakwa hari ini termasuk di antara 18 pejabat militer dan polisi yang telah diadili di Jakarta atas dugaan keterlibatan mereka dalam kekerasan tersebut.

Soares telah dijatuhi hukuman tiga tahun, tetapi tetap bebas saat naik banding, sementara persidangan Damiri dan Pak Suratman terus berlanjut.

Yayat Sudrajat telah dibebaskan dari semua tuduhan.

Jakarta menunjuk persidangan sebagai bukti komitmennya untuk menjamin keadilan.

Tapi aktivis hak asasi manusia mengkritik persidangan, Karena secara total, hanya empat tersangka yang dinyatakan bersalah.

Surat dakwaan hari ini menuduh orang-orang itu terlibat dalam 280 pembunuhan dalam 10 serangan terpisah.

Diantaranya adalah pembantaian gereja di Liquica, serangan terhadap rapat umum di Dili dan serangan terhadap kompleks gereja di Dili.

* Makin Memburuk, Kondisi Ekonomi Timor Leste Tahun 2020 Prihatin, Minyak Hampir Habis Tabungan Ludes

Timor Leste, negara ini memperoleh kemerdekaan dari Indonesia tahun 1999, dan secara resmi melalui referendum tahun 2002.

Meskipun merdeka kurang lebih 20 tahun lamanya, negara ini terus mendapat sorotan karena ekonominya yang tak kunjung membaik.

Ladang minyak yang dikuasai Australia, hingga kesejahteraan masyarakatnya yang dianggap cukup buruk.

Pada 29 Agustus 2016, negara ini melakukan proses rekonsiliasi PBB, di Den Haag, untuk menyelesaikan sengketa minyak dengan Australia.

Timor Leste berharap hal ini akan menyelesaikan kebuntuan, tentang sengketa batas laut yang kaya akan minyak bumi.

Kepentingan utama Timor Leste adalah mengamankan kepemilikan ladang gas Greater Sunrise.

Menurut New Mandala, minyak gas tersebut mendukung ambisi industri minyak yang selama ini dielu-elukan Timor Leste.

Strategi diplomasi ini dirancang menekan pemerintah Australia untuk tunduk pada pengadilan internasional mengenai penetapan batas.

Pada tahun 2002, Australia menarik diri dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan Pengadilan Internasional untuk instrumen arbitrase Hukum Laut.

Hal itu memaksa Timor Leste untuk bernegosiasi secara bilateral dalam konteks asimetri kekuatan yang signifikan.

Namun, strategi Timor Leste untuk membawanya ke Den Haag gagal untuk menghindari rintangan utama.

Perselisihan yang tidak bisa diselesaikan ini mencegahnya mencapai tujuan Greater Sunrise.

Tantangan kebijakan yang sebenarnya bagi Timor Leste adalah kerentanannya yang meningkat yang disebabkan oleh situasi ekonomi yang menurun dengan cepat.

Terus terang, Timor Leste kehabisan waktu.

Sekitar 95 persen dari anggaran negara Timor Leste berasal dari pendapatan minyak dan gas dari Wilayah Pengembangan Minyak Bersama.

Merupakan sumber penghasilan sekitar 80 persen dari seluruh PDB Timor-Leste.

Pemantau ekonomi La'o Hamutuk memperkirakan bahwa ladang minyak Bayu-Undan akan berhenti berproduksi pada tahun 2022 dan dana kekayaan negara senilai 16 miliar dollar AS dapat habis pada tahun 2025.

Tanpa bantuan arbitrator pihak ketiga untuk tujuan penetapan batas, ketergantungan minyak Timor Leste yang signifikan menciptakan kerentanan yang telah dieksploitasi oleh pemerintah Australia berturut-turut.

Timor-Leste memandang Perjanjian 2006 tentang Pengaturan Maritim Tertentu di Laut Timor (CMATS) sebagai tidak valid karena tuduhan mata-mata Australia selama negosiasi 2004.

Tuduhan mata-mata bukanlah hal baru, tetapi tampaknya digali sebagai taktik yang sengaja dirancang untuk memisahkan Timor Leste dari CMATS.

Kasus Pengadilan Internasional untuk menentukan validitas CMATS saat ini sedang menunggu keputusan.

Jika Timor Leste menang, itu berarti kembali ke titik awal dengan negosiasi Greater Sunrise.

Sulit untuk melihat bagaimana ini menyajikan solusi praktis dan jangka panjang untuk menyelesaikan perselisihan.

Terlepas dari retorika simbolis tentang batas-batas dan kedaulatan, persaingan sebenarnya seputar batas-batas maritim permanen menyangkut di mana batas-batas itu harus ditarik.

Hal ini berkaitan dengan perbedaan interpretasi Timor Leste dan Australia terhadap hukum internasional, khususnya pedoman yang diberikan oleh UNCLOS dalam penentuan batas.

Satu klaim menyesatkan yang berulang dalam komentar tentang masalah ini adalah Timor Leste akan memiliki minyak dan gas Laut Timor jika perbatasan ditetapkan sesuai dengan prinsip garis tengah UNCLOS.

Memang benar bahwa garis tengah tersebut didukung oleh hukum perjanjian kontemporer, praktek kenegaraan dan yurisprudensi internasional.

Namun, garis krusial dalam menentukan kepemilikan Greater Sunrise secara spesifik bukanlah garis median, melainkan batas lateral timur.

Menetapkan garis tengah akan memberikan JPDA kepada Timor Leste, tetapi itu sudah menerima bagian 90 persen dari sumber daya yang menipis itu.

Agar Timor Leste dapat menguasai Greater Sunrise, batas lateral timur yang memisahkannya perlu bergeser secara substansial ke timur.

Sengketa Laut Timor semakin menyerupai permainan jurang, yang mungkin terbukti membawa malapetaka bagi kenegaraan Timor.

Australia dapat memperpanjang perselisihan, dan sejarah memberi tahu kita bahwa ia akan terus melindungi kepentingan nasionalnya.

Tetapi bagaimana Timor Leste akan memenuhi anggaran negara jika rencana eksploitasi untuk Greater Sunrise tidak disepakati pada tahun 2025?

Bahkan jika Timor-Leste dapat meyakinkan Australia untuk menyelesaikan perbatasan di ICJ, resolusi akan memakan waktu bertahun-tahun lagi.

Apakah pengadilan dapat memperlakukan ini sebagai sengketa bilateral masih dipertanyakan karena Indonesia muncul di latar belakang sebagai calon penggugat ketiga.

* Mati-matian Ingin Gabung ASEAN, Timor Leste Sama Apesnya dengan Australia, Ternyata Ini Penyebabnya

Sejak 2011 silam, Timor Leste telah mengajukan permohonan resmi untuk bergabung dengan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN.

Namun, negara yang secara resmi telah merdeka selama 18 tahun ini masih belum berhasil, ia masih ditolak.

Hingga saat ini, Timor Leste sendiri masih menjadi negara termiskin di Asia Tenggara juga di dunia.

Ia juga tengah berupaya bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Keputusannya hendak bergabung dengan WTO juga tak lepas dari keinginan negara ini menjadi anggota ASEAN.

Menurut The Jakarta Post dikutip dari Pos Kupang, Timor Leste memulai pembicaraan resmi untuk bergabung dengan WTO pada Jumat (3/10/2020).

Selain dilakukan sebagai upaya untuk memulihkan perekonomiannya, ternyata tujuan Timor Leste bergabung dengan WTO juga sebagai batu loncatan untuk aksesi ke ASEAN.

Menteri Koordinator Perekonomian Timor Leste, Joaquim Amaral mengatakan, Timor Leste bergabung dengan WTO akan "mempercepat pertumbuhan dan diversifikasi ekonomi".

"Itu juga akan menjadi batu loncatan untuk aksesi (Timor Leste) ke Asean," katanya.

Amaral mengatakan negaranya "berkomitmen penuh untuk melaksanakan reformasi struktural, legislatif dan kebijakan" untuk memenuhi aturan WTO.

Prosedur aksesi WTO biasanya berlangsung beberapa tahun mengingat kompleksitas perdagangan modern dan kebutuhan akan konsensus di antara anggota, dikutip Pos Kupang.

Disebut bahwa pertemuan berikutnya untuk kasus Timor bisa dilakukan awal tahun depan.

Ambisi Timor Leste untuk bergabung dengan ASEAN cukup tinggi.

Timor Leste mati-matian bergabung anggota ASEAN, untuk mencari perlindungan perbatasan dari invasi dan kekuatan yang lebih kuat.

Bergabung dengan ASEAN, artinya akses ke pasar bebas dan pergerakan bebas di Asia Tenggara, ini dipandang m

Jangankan Timor Leste yang memang tengah membutuhkan jalan untuk keluar dari kemiskinan, negara sekelas Australia pun rupanya juga sangat ingin bergabung dengan ASEAN.

Jika Timor Leste masih ditolak, Australia justru hampir mustahil bisa bergabung dengan organisasi negara-negara Asia Tenggara ini.

Hal itu dipengaruhi oleh rekam jejaknya dalam menjalin hubungan dengan tetangganya sendiri, yang tak lain Timor Leste.

Seperti banyak diketahui, Australia terlibat skandal penyadapan yang menargetkan pemerintah Timor Leste dalam kesepakatan mereka soal batas maritim kedua negara yang mencakup ladang minyak.

Kesepakatan Australia dengan negara kecil itu dapat mempengaruhi upayanya untuk bergerak lebih dekat, secara diplomatis dan secara ekonomi, ke wilayah tersebut.

“Tidak ada keraguan bahwa reputasi Australia telah terpukul, dan memang seharusnya demikian. Maksud saya, memata-matai tetangga Anda untuk menipu mereka dari sumber daya alam adalah tindakan nyata, "kata Clarke, yang juga direktur kampanye di Pusat Hukum Hak Asasi Manusia Australia, dikutip dari southeastasiaglobe.com.

“Negara lain di wilayah kami akan dibenarkan untuk bersikap skeptis tentang niat Australia," katanya.

Meskipun menjadi sekutu AS, Australia semakin terikat dengan China secara ekonomi, meninggalkan apa yang disebut "Negara Beruntung" menghadapi beberapa pilihan sulit.

Hal itu karena kedua negara adidaya itu semakin terlibat persaingan di tengah meningkatnya ketegangan seputar tarif, teknologi, dan pernyataan China tentang kepemilikan Laut Cina Selatan.

Mantan Perdana Menteri Malcolm Turnbull mengakui selama masa jabatannya baru-baru ini, mengisyaratkan pada tahun 2017 bahwa Australia dan Asia Tenggara - yang juga terperangkap di tengah-tengah ketika hubungan AS dan China memburuk - dapat meningkatkan daya tawar kolektif mereka dengan kedua raksasa tersebut dengan bekerja lebih dekat bersama.

Menepis anggapan bahwa Australia harus memilih antara China dan AS sebagai "pilihan yang salah", Turnbull memberikan pidato di Singapura di mana ia berbicara tentang pertemuan para pemimpin Asia Tenggara pertama yang diselenggarakan oleh Australia sebagai "kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk memperkuat kemitraan strategis Australia dengan ASEAN ”

Namun, hubungan Australia dengan Asia Tenggara telah berkembang dan menyusut selama bertahun-tahun.

Perdana Menteri lama Singapura Lee Kuan Yew pernah memperingatkan pada tahun 1980 bahwa Australia bisa berakhir sebagai "sampah putih" Asia jika ekonominya terus berkinerja buruk seperti saat itu





S:tribunnews.com


Name

Berita,24063,Cek Fakta,3,H,151,HUMOR,7,Internasional,1006,Kesehatan,29,Nasional,23091,News,1361,OPINI,81,Politik,6,Seleb,3,Tekno,1,Viral,3,
ltr
item
IndonesiaKiniNews.com: 100 Ribu Warga Timor Leste Lari ke Dekat NKRI, TNI di Perbatasan Siaga, Satu Orang Jadi Penyebab
100 Ribu Warga Timor Leste Lari ke Dekat NKRI, TNI di Perbatasan Siaga, Satu Orang Jadi Penyebab
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkd_R2cuHYxg3QWMaSEUScgS9GeCdFbPNeq2ChtEUc4Wmi9d_fbUdMOO1igdUJSN1Q_02p6kuFeShJnjTb7DzFrst_YpDCzls_2pmvSXVZbeXT4hfoIWTOJ4pu6A0tCclbuR_3ZqTRgfQ/w640-h344/Screenshot_2020-11-30-16-39-25-64.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkd_R2cuHYxg3QWMaSEUScgS9GeCdFbPNeq2ChtEUc4Wmi9d_fbUdMOO1igdUJSN1Q_02p6kuFeShJnjTb7DzFrst_YpDCzls_2pmvSXVZbeXT4hfoIWTOJ4pu6A0tCclbuR_3ZqTRgfQ/s72-w640-c-h344/Screenshot_2020-11-30-16-39-25-64.jpg
IndonesiaKiniNews.com
https://www.indonesiakininews.com/2020/11/100-ribu-warga-timor-leste-lari-ke.html
https://www.indonesiakininews.com/
https://www.indonesiakininews.com/
https://www.indonesiakininews.com/2020/11/100-ribu-warga-timor-leste-lari-ke.html
true
1493314966655697463
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Selengkapnya Balas Cancel reply Hapus Oleh Beranda Halaman Postingan View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE CARI ALL POSTS Not found any post match with your request KEMBALI KE BERANDA Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy