INDONESIAKININEWS.COM - Timor Leste hingga kini masih merupakan salah satu negara termiskin di dunia setelah 21 tahun lepas dari Indonesia ...
INDONESIAKININEWS.COM - Timor Leste hingga kini masih merupakan salah satu negara termiskin di dunia setelah 21 tahun lepas dari Indonesia dan menjadi negara sendiri.
Negara berjuluk 'Bumi Lorosae' ini berada di peringkat 159 sebagai negara termiskin di dunia dari 162 negara, dikutip dari laporan United Nations Development Programme (UNDP).
Sementara itu, selama ini pemasukan dari hasil minyak masih menjadi andalan Timor Leste.
Namun, dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini serta jatuhnya harga minyak dan gas global, Timor Leste pun makin terhimpit.
Impian lamanya untuk menciptakan industri perminyakan dalam negeri yang akan mengakhiri ketergantungannya pada bantuan asing dan mengamankan kelangsungan hidupnya sebagai negara yang berdaulat semakin jauh dari pandangan.
Satu-satunya harapan Timor Leste untuk menyelamatkan impiannya tersebut kini bergantung pada pinjaman China, yang ternyata hanya sudi diberikan oleh China dengan syarat yang justru paling ditakuti oleh Australia.
Melansir Asia Review (26/9/2020) dalam artikel berjudul 'COVID-19 wipes out East Timor's dreams of oil and gas riches', sejak memperoleh kemerdekaan dari Indonesia pada tahun 2002, negara termuda dan termiskin di Asia Tenggara telah berduel dengan perusahaan minyak serta tetangganya yang jauh lebih besar, Australia, untuk menguasai mayoritas Ladang Gas 'Greater Sunrise'.
Dari ladang gas tersebut, 70% di antaranya terletak di perairan teritorial Timor Lorosae, dan sisanya 30% di perairan Australia.
Menurut perkiraan, ada cadangan lebih dari 5 triliun kaki kubik (141,5 miliar meter kubik) gas alam dan 226 juta barel minyak, Greater Sunrise bernilai sekitar $ 50 miliar sebelum pandemi melanda.
Sementara itu, pahlawan kemerdekaan Xanana Gusmao, sekaligus presiden pertama dan mantan perdana menteri Timor Leste, telah mengusulkan dan memperjuangkan proyek Tasi Mane senilai $ 18 miliar.
Proyek itu akan mencakup kilang LNG di darat dan kilang minyak yang terhubung ke ladang Greater Sunrise melalui pipa sepanjang 286 km melintasi lintas Laut Timor.
Di bawah pengawasan Gusmao, Timor Lorosa'e telah menghabiskan ratusan juta dolar untuk membangun bandara yang tidak digunakan untuk Tasi Mane serta jalan raya buatan Cina yang sekarang dibanjiri hutan.
Setelah membeli mantan mitranya di Greater Sunrise, yaitu ConocoPhillips dan Shell, senilai $ 650 juta, Timor Lorosa'e adalah 57% pemilik mayoritas sumber daya, dengan Woodside Petroleum Australia memegang 33% saham dan Osaka Gas Jepang memiliki 10%.
Gusmao mendapat pujian di dalam negeri karena membujuk perusahaan multinasional untuk menjualnya, dia pun berulang kali menepis kekhawatiran atas kelangsungan proyek tersebut.
Bahkan, begitu bertekadnya Gusmao sehingga ia tampak bersedia untuk membahayakan kemerdekaan Timor Lorosa'e yang diperoleh dengan susah payah.
Gusmao meminta Bank Exim milik negara China untuk pinjaman $ 16 miliar, ia mengekspos negaranya pada jenis perangkap hutang yang sama yang telah menjerat negara-negara lain di kawasan itu.
Meski begitu, rupanya Exim pun menolak untuk mendanai proyek tersebut setelah survei AS menemukan bahwa proyek tersebut membawa risiko besar.
Janji Gusmao tentang pekerjaan yang sangat dibutuhkan orang Timor Leste juga dianggap menyesatkan.
"Timor Lorosa'e tidak memiliki dasar keterampilan untuk membangun megaproyek yang kompleks. Banyak tenaga kerja mahal yang harus diimpor agar berhasil," kata David Low, analis senior di konsultan energi global Wood Makenzie.
Seperti setiap analis bisnis lainnya, Low mengatakan bahwa akan jauh lebih mudah menggunakan fasilitas yang ada yang terhubung ke kota Darwin di Australia.
“Dengan Greater Sunrise, semuanya harus dibangun dari awal. Itu membuatnya lebih sulit untuk menghasilkan uang,” katanya.
Momentum untuk Tasi Mane pertama kali terhenti pada Maret setelah Timor Leste mengonfirmasi kasus pertama COVID-19 dan menyatakan keadaan darurat.
Negara yang bergantung pada minyak ini juga harus secara radikal memotong pengeluaran publik pada bulan April setelah harga minyak mentah di AS memasuki wilayah negatif.
Sementara itu, kini China bisa saja mendanai proyek tersebut sebagai bagian dari persaingan geostrategisnya dengan AS, namun dengan syarat khusus.
'Harga' Beijing dapat mencakup hak untuk membangun pangkalan angkatan laut China di pantai selatan Timor Leste, yang mana inilah satu hal yang paling ditakuti Australia.
Senator Australia Rex Patrick mengatakan pada Februari bahwa Australia harus mempertimbangkan untuk mendukung Tasi Mane untuk mencegah Timor Lorosa'e menjadi pengikut Cina.
Seorang dosen politik di Melbourne's La Trobe University dan penulis Social Democracy in East Timor mengatakan bahwa penerimaan China tidak lepas dari kepemimpinan Timor Leste.
"Semuanya tergantung siapa pemimpin Timor Leste dan seberapa jauh mereka siap untuk membawa Tasi Mane dari tanah,"
"Dan seperti yang kita ketahui, China adalah satu-satunya aktor yang siap mempertimbangkan proyek tersebut," katanya. (*)
Sumber : POS-KUPANG.COM