INDONESIAKININEWS.COM - Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo saat ini memiliki pamor yang sedang melejit, hingga dijagokan menjadi...
Namun, jalan Listyo untuk menjadi Kapolri tidak terlalu mulus, di mana sosoknya akan terseret isu agama.
"Saya mengatakan dia (Kabareskrim) layak menjadi Kapolri," ujar Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menjagokan Listyo menjadi Kapolri.
Senada dengan Boyamin, Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Unpad, Muradi, yang mengungkapkan penangkapan Djoko Tjandra bisa dijadikan modal kuat bagi Listyo menggantikan Jenderal Idham Azis yang pensiun awal tahun mendatang.
"Penangkapan itu (Djoko Tjandra) membuka pintu bagi Komjen Listyo," ujarnya.
Diberitakan wartaekonomi.co.id partner sindikasi konten Rakyat Merdeka dengan judul artikel "Dijagokan Jadi Kapolri, Sayang Kabareskrim Digoyang Isu Agama", Listyo dengan berani mengusut tuntas kasus Djoko Tjandra, termasuk keterlibatan para jenderal polisi dalam skandal korupsi Djoko Tjandra.
"Kalau bisa, jelas itu karpet merah baginya menuju jabatan Kapolri," tandas Muradi.
Senator asal Bangka Belitung Alexander Fransiscus juga menilai Listyo layak untuk menduduki jabatan Trunojoyo I.
Selain berhasil menangkap Djoko Tjandra, bagi warga Babel, Listyo punya jasa dalam melakukan perbaikan tata kelola pertambangan timah yang beberapa waktu dilaporkan lantaran adanya praktik kartel dan monopoli.
"Sekarang sudah mulai ke arah perbaikan di sini. Ini menjadi catatan kami di sini," ungkap Alex.
Sayangnya, jalan Listyo menuju kursi Kapolri diperkirakan tidak begitu mulus karena isu agam, mengingat jenderal bintang tiga tersebut merupakan seorang penganut Kristen.
Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta mengatakan, kasus SARA sudah pernah dialami Komjen Listyo, di mana ia ditentang terkait jabatannya sebagai Kapolda Banten pada tahun 2016.
Salah satu yang mengkritiknya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Hal ini tentu mungkin terjadi lagi seandainya Komjen Listyo dicalonkan menjadi Kapolri," ujar Stanislaus semalam.
Dalam sejarah kepolisian Indonesia, baru ada satu jenderal non-Muslim yang pernah menjabat sebagai Kapolri, yaitu Jenderal (Purn) Widodo Budidarmo.
Listyo sebetulnya berpeluang besar menjadi pengganti Jenderal Idham Azis dengan bintang tiga di pundaknya.
Jabatannya sebagai Kabareskrim adalah hal yang strategis, di mana beberapa Kapolri sebelumnya pernah menjabat sebagai Kabareskrim, termasuk Idham Azis.
Selain itu, pensiun Listyo juga masih jauh, yaitu pada tahun 2027. Keunggulan lainnya adalah dia dekat dengan Presiden Jokowi karena pernah menjadi ajudannya.
Namun, ada faktor-faktor lain yang juga dipertimbangkan, yakni resistensi dari masyarakat atau catatan-catatan yang pernah ada.
"Siapa pun yang dicalonkan tentu sudah dikalkulasi dengan cermat oleh Presiden," tandasnya.
Anggota Kompolnas Poengky Indarti menegaskan, identitas agama tidak menjadi syarat untuk menjadi calon Kapolri, di mana Pasal 11 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 menyebut, calon Kapolri adalah perwira tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
Dalam undang-undang tersebut, tak ada syarat yang secara eksplisit menyebutkan seorang calon Kapolri mesti berasal dari agama tertentu.
"Tolong dibaca. Kami dalam memberikan pertimbangan kepada Presiden tetap berpegang pada aturan Undang-Undang Polri," imbuh Poengky.
Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai, terlalu prematur jika penangkapan Djoko Tjandra dikaitkan dengan pencalonan Listyo sebagai Kapolri.
"Terlalu prematur bila hanya berlandaskan prestasi yang satu ini," beber Emrus.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane juga punya pendapat serupa.
"Ada saja pihak-pihak yang mengaitkan penangkapan Djoko Tjandra dengan bursa calon Kapolri, padahal hal itu tidak ada kaitannya dan situasinya jauh panggang dari api," tegasnya.
Neta mengungkapkan, sebaiknya semua pihak bersabar menunggu momentum pergantian Kapolri.
Dalam penilaian Neta, urusan pergantian pucuk pimpinan Korps Bhayangkara itu baru dilakukan setelah Presiden Jokowi merombak Kabinet Indonesia Maju.
Sementara itu, para anggota Dewan hanya memuji kinerja Listyo dan jajarannya membawa pulang Djoko Tjandra. Namun, tak mau menilai layak tidaknya dia menjadi Kapolri.
S. Pikiran Rakyat