INDONESIAKININEWS.COM - DPP PDI Perjuangan (PDIP) disebut mencatat sejumlah persoalan Hukum yang diduga menyeret nama Pelaksana Tugas (Pl...
INDONESIAKININEWS.COM - DPP PDI Perjuangan (PDIP) disebut mencatat sejumlah persoalan Hukum yang diduga menyeret nama Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan yang juga kader PDIP, Akhyar Nasution.
Hal itu disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Djarot Saiful Hidayat, saat menanggapi kabar yang menyatakan bahwa Akhyar Nasution kini pindah menjadi kader Partai Demokrat supaya bisa maju di Pilkada Serentak 2020. Pasalnya, PDIP dikabarkan bakal mengusung tokoh lain di Pilkada Medan 2020 nanti.
Djarot mengungkapkan bahwa salah satu persoalan Hukum terkait Akhyar Nasution adalah ia pernah diperiksa terkait dugaan penyelewengan anggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 tingkat Kota Medan pada 2020 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp4,7 miliar.
“Betapa bahayanya ketika MTQ saja ada dugaan disalahgunakan. Mungkin dengan bergabung ke partai tersebut (Demokrat), yang bersangkutan ingin mencitrakan ‘katakan tidak pada korupsi’ yang pernah menjadi slogan partai tersebut,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Minggu (26/7/2020).
Djarot menyampaikan bahwa PDIP melakukan seleksi yang ketat terhadap setiap calon kepala daerah yang akan diusung. Menurut Djarot, mereka yang terindikasi memiliki persoalan Hukum tidak akan pernah dicalonkan PDIP.
“PDI Perjuangan belajar dari kasus korupsi berjamaah yang dilakukan oleh mantan Gubernur Sumut yang diusung PKS, Gatot Pujo Nugroho, yang melebar kemana-mana. Kasus korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldon dikhawatirkan memiliki konsekuensi Hukum ke yang lain,” ujarnya.
Menurut Djarot, PDIP menegaskan bahwa berpartai sama juga dengan bernegara, yaitu dilandasi oleh ketaatan pada konstitusi, Hukum dan etika politik. Djarot mengatakan, kader partai harus berdisiplin dan berpolitik itu untuk pengabdian yang lebih besar, bukan untuk berburu kekuasaan politik.
“Karena itulah langkah pragmatis yang dilakukan saudara Akhyar Nasution dengan pindah ke Partai Demokrat justru ditempatkan sebagai bagian konsolidasi kader. Dalam konsolidasi tersebut ada kader yang lolos karena memiliki kesabaran revolusioner, namun ada yang gagal karena ambisi kekuasaan. Yang bersangkutan masuk pada ketegori kedua. Partai akan memberikan sanksi disiplin, karena anggota Partai tidak boleh memiliki keanggotaan ganda dengan partai lain,” katanya.
Oleh karena itu, Djarot menjelaskan, sejumlah permasalahan di atas menjadi pertimbangan penting mengapa PDIP tidak mencalonkan Akhyar Nasution di Pilkada Kota Medan 2020 nanti.
Selain hal itu, lanjut Djarot, pihaknya juga mempertimbangkan posisi Kota Medan sebagai salah satu sentral perekonomian di Sumatera.
“Pertimbangan yang komprehensif, strategik dan obyektif sesuai harapan rakyat menjadi landasan keputusan partai. PDI Perjuangan juga membangun dialog dengan Partai koalisi pendukung Pak Jokowi. Masuknya saudara Akhyar dengan dukungan dari Demokrat dan kemungkinan dari PKS semakin menunjukkan arah kebenaran koalisi pada Pileg 2024 yang akan datang,” ungkapnya.
S. Akurat