foto: mediaindonesia INDONESIAKININEWS.COM - Mantan koordinator logistik PAM Swakarsa 1998, Yusyafri Syafei mengatakan mantan Mantan K...
foto: mediaindonesia |
INDONESIAKININEWS.COM - Mantan koordinator logistik PAM Swakarsa 1998, Yusyafri Syafei mengatakan mantan Mantan Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein masih mengutang sekitar Rp8 miliar untuk membeli nasi padang saat operasi pada 1998 lalu.
Hal itu Yusyafri sampaikan saat bersaksi dalam sidang gugatan Kivlan Zen terhadap mantan Menkopolhukam Wiranto dan Jaksa Agung terkait pembentukan PAM Swakarsa pada 1998 lalu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (30/6).
Ia menyebut nasi padang tersebut untuk makan anggota PAM Swakarsa selama beberapa hari sejak 7 sampai 13 November 1998.
Selain itu, uang tersebut juga untuk membeli handy talkie serta menyewa mobil selama operasi PAM Swakarsa.
"Karena itu tediri dari 50 ribu bungkus kali hari sampai tanggal 13 (November). Plus beli HT (handy talkie), sewa mobil, kurang lebih Rp8 sekian miliar," kata saksi Yusyafri Syafei menjawab pertanyaan kuasa hukum Kivlan di persidangan.
Yusyafri menjelaskan selama bertugas dirinya diminta untuk menyiapkan nasi padang sebanyak 50 ribu bungkus yang diberikan sebanyak tiga kali dalam sehari saat operasi PAM Swakarsa yang berlangsung sejak 7 sampai 13 November 1998.
Namun, ia mengklaim pelunasan pembayaran biaya logistik itu hingga saat ini masih mandek.
Menurutnya, Kivlan saat itu baru membayar secara tunai sekitar Rp500 juta.
"Karena Pak Kivlan hanya dua kali memberikan uang ke saya sebanyak 250 dan Rp250 juta, hanya Rp500 juta," kata dia.
Lebih lanjut, Yusyafri mengaku mendapat tugas dari Kivlan karena sudah kenal secara pribadi.
Selain itu, ia mengatakan sebagai pengusaha dirinya banyak kenal dengan pengusaha rumah makan Padang.
"Hubungan kedekatan emosional tadi, kedua saya dulu pengusaha dan saya kenal banyak rumah makan Padang. Itu dasar beliau menunjuk saya," ujarnya.
Sebelumnya, Kivlan Zen menggugat mantan Menkopolhukam Wiranto dan Jaksa Agung terkait pembentukan PAM Swakarsa pada tahun 1998.
Gugatan Kivlan terdaftar dengan nomor 735/PdL.Ca/2009/PN-Jkt.Sel /Tanggal 3 September 2019.
Pengacara Kivlan, Tonin Tachta Singarimbun menyebut kliennya merasa telah dibohongi dan dirugikan oleh Wiranto dengan pembentukan PAM Swakarsa. Wiranto saat itu menjabat Panglima ABRI.
Tonin menjelaskan kronologi pembentukan PAM Swakarsa hingga akhirnya Kivlan merasa dirugikan.
Pada 4 November 1998, Wiranto memberikan instruksi kepada Kivlan untuk menggalang masyarakat guna membentuk PAM Swakarsa dalam mengamankan pelaksanaan Sidang Istimewa MPR tanggal 15-16 November 1998 di Gedung MPR.
Kivlan pun menerima imbalan Rp400 juta dari Wiranto melalui Setiawan Djodi.
Usai menerima uang itu dia mengumpulkan setidaknya 30 ribu orang dari berbagai daerah baik dalam dan luar Jakarta untuk mengikuti PAM Swakarsa tersebut selama delapan hari.
Penggalangan dan kegiatan PAM Swakarsa itu sah berdasarkan Rencana Mabes ABRI/ Departemen Pertahanan dan Keamanan yang dibuat oleh Wiranto selaku Panglima ABRI/Menteri Pertahanan dan Keamanan saat itu.
Dari duit itu, Kivlan memberikan konsumsi tiga kali sehari, transportasi untuk kedatangan serta kepulangan dan selama anggota PAM Swakarsa mengamankan Sidang Istimewa MPR.
Selain itu duit juga dialokasikan untuk pengadaan alat komunikasi dan kendaraan operasional serta santunan terhadap anggota yang tewas.
Semua yang dilakukannya itu pun mencapai Rp8 miliar.
Namun Wiranto tidak pernah memberikan biaya tambahan dari Rp400 juta yang sudah diberikan.
Akhirnya, Kivlan melakukan pembayaran sendiri terhadap biaya-biaya sekitar Rp8 miliar itu.
Sumber: cnnindonesia