INDONESIAKININEWS.COM - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memahami bahwa terdapat pihak yang menilai janggal terkait l...
Namun, panjangnya proses hukum itu, menurut Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Kehumasan Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta Ricky M Hanafie, adalah karena Bea Cukai mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Untuk diketahui, petugas Bea Cukai mulai mengungkap dugaan penyelundupan ponsel-ponsel ilegal oleh PS Store sejak tahun 2017. Namun, Putra Siregar diciduk oleh Bea Cukai pada Juli 2020 ini.
Bagaimana prosesnya? Dimulai dari penelusuran Bea Cukai di toko PS Store di Jalan Raya Condet, Jakarta Timur, ponsel diduga ilegal juga ditemukan di toko yang ada di Depok dan Tangerang.
Kanwil Bea Cukai Jakarta berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan berkas dinyatakan lengkap tahun 2019.
Pada Kamis (23/7/2020), penyerahan tahap kedua (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada Kejari Jakarta Timur baru dilaksanakan setelah tiga tahun kasus bergulir.
Barang buktinya antara lain 190 unit ponsel berbagai merek dan uang tunai hasil penjualan sebanyak Rp 61,3 juta. Ricky menambahkan, PS tidak dapat menunjukkan dokumen kepabeanan dari ponsel-ponsel yang diimpor dan dijualnya.
Dengan demikian, PS tidak bisa membuktikan sudah membayar bea masuk ponsel-ponsel dagangannya kepada negara.
”Patut diduga, barang itu dimasukkan secara ilegal karena kewajiban kepabeanan belum terpenuhi,” ujar Ricky dikutip KompasTekno dari Kompas.id, Kamis (30/7/2020).
Alasan tidak ditahan Perbuatan PS pun diduga memenuhi unsur dalam Pasal 103 Huruf D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 10/1995 tentang Kepabeanan, yakni menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.
Berdasarkan Pasal 103 UU No 17/2006, ancaman hukuman bagi PS adalah penjara selama 2-6 tahun dan/atau denda Rp 100 juta-Rp 5 miliar.
Namun, meski ada potensi ia dihukum penjara lebih dari lima tahun, tidak ada penahanan terhadap PS. PS dianggap kooperatif dan juga menyerahkan jaminan berupa uang tunai Rp 500 juta, rumah senilai Rp 1,15 miliar, dan rekening bank senilai Rp 50 juta.
Harta tersangka itu juga diserahkan kepada kejaksaan dan diperhitungkan sebagai jaminan pembayaran pidana denda dalam rangka pemulihan keuangan negara.
S. Kompas