INDONESIAKININEWS.COM - Pandemi corona sekali lagi menyisakan kisah pilu, tatkala kepanikan berlebihan menjadikan empati menguap. Ora...
INDONESIAKININEWS.COM - Pandemi corona sekali lagi menyisakan kisah pilu, tatkala kepanikan berlebihan menjadikan empati menguap.
Orang yang tidak terjangkit Covid-19 "dipaksa" divonis sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) dan dimakamkan dengan prosedur tetap (protap) penanganan Covid-19.
Nurhayani Abram (48), pasien RS Bhayangkara Makassar yang meninggal dunia karena menderita penyakit stroke dan pembuluh darahnya pecah, menjadi "korban" terbaru.
Sudah jelas-jelas almarhum negatif Covid-19 berdasarkan hasil tes Swab, petugas medis tetap memvonisnya sebagai PDP.
Sudah tentu keluarganya tak terima. Sang suami, Andi Baso Ryadi Mappasulle bahkan sampai mencium kaki petugas Gugus Covid-19, memohon supaya istrinya dimakamkan secara normal.
Namun permohonannya yang sampai mengemis begitu pun tetap tak digubris.
"Ini kejadian kekejaman yang saya dapatkan dari tim medis dan tim gugus yang berbuat kasar kepada kami keluarga korban. Ummi saya di Vonis PDP padahal meninggalkannya karena stroke disebabkan pembuluh darah pecah di otak sebelah kanan dan akan dimakamkan sesuai protokol covid.
Saya dan Etta (papa) berusaha untuk membawa ummi pulang ke rumah dan ingin memakamkannya secara layak di kampung halaman kami (Bulukumba).
Di dalam IGD tempat ummi meninggal, saya sudah memohon-mohon kepada tim gugus dan tim medis agar kami membawa ummi pulang, tapi mereka menolak.
Pada akhirnya Etta saya bersujud mencium sepatu pimpinan tim gugus untuk memohon tetapi mereka tetap menolak," tulis anak gadisnya, Andi Arni Esa Putri Abram di dinding Facebook, disertai dengan beberapa video saat kejadian berlangsung.
Tak cuma itu, Andi Baso dan anak gadisnya juga dibohongi oleh petugas medis, termasuk oleh seorang dokter yang biasa mereka sapa dengan nama panggilan "Pak Haji".
Pak Haji bilang kalau almarhum akan disalatkan dan tidak akan dimasukkan ke dalam peti.
"Namun semua itu bohong. Ketika Etta saya sudah keluar, tinggallah saya dan para tim medis, mereka mulai melakukan proses pengkafanan dan ternyata ummi hanya di tayammum, diperlakukan seperti jenazah Covid di semprot disenfektan.. stelah dikafankan mereka mau memasukkan ummi kedalam peti," kata Arni, sebagaimana ditulisnya di Facebook, beserta videonya yang viral saat ia mencoba menghadang ambulans yang membawa jenazah uminya.
Karena tak terima uminya diperlakukan seperti pasien Covid-19, Arni mencoba mengadang ambulans, namun perempuan berjilbab itu diseret dan disekap oleh petugas.
"Sikap saya seketika kalah karena dihalangi oleh petugas gugus yg tiba2 datang menyeret saya jauh dari peti. mereka memasukkan ummi ke dalam peti dan menutupnya.. saya mencoba berlari ke peti tapi usaha saya sia-sia, tenaga saya kalah saya disekap tidak bisa bergerak, malah saya terseret jatuh ke lantai dan baju saya ditarik. Mereka mulai melakukan sholat jenazah tanpa menunggu Etta saya. Mereka membohongi kami," katanya.
Andi Baso sendiri juga telah berupaya mengadang mobil ambulans dengan tidur di jalan. Namun, sama seperti putrinya, ia juga diseret oleh petugas.
"Sampai di depan RS, saya melihat Etta (Papa) saya sudah tidur dibawah mobil jenazah untuk memblok, ternyata Etta saya juga disekap dilarang lagi untuk masuk IGD sedari tadi .. adik saya Adel berusaha ingin mendekati peti karena tidak diizinkan masuk IGD sejak semalam untuk melihat ummi terakhir kalinya tetapi Adel di halangi polisi dengan tameng," lanjut Arni.
Andi Baso menilai petugas Gugus Covid-19 Makassar gegabah dalam menangani kematian istrinya. Bersama putrinya, ia meminta kepada Gugus Covid-19 untuk mengembalikan jenazah istrinya yang telah terlanjur dimakamkan di pemakaman khusus jenazah Covid-19, di Maccanda, Kabupaten Gowa.
Andi Baso juga berniat melaporkan petugas Gugus Covid-19 ke polisi jika tidak mengabulkan permohonannya.
"Makanya saya memasukkan surat (pengembalian jenazah). Karena istri saya tidak layak berada di pemakaman khusus Covid-19. Sementara istri saya tidak Covid-19, dibuktikan dengan hasil swab yang negatif," katanya kepada wartawan.
Berikut cerita selengkapnya yang disampaikan Arni, anak gadis Andi Baso di dinding Facebook-nya.
Seperti yang terlihat di dalam video, Arni berteriak sambil menangis memanggil nama ibunya saat memanjat mobil ambulans yang membawa jenazah ibunya.
"Umi, umiku, kupikirkan umi di rumah di Bulukumba," pekiknya.
"Saya juga naik ke atas mobil berharap mereka akan memberikan jenazah ummi untuk kami bawa pulang kerumah, tetapi sekali lagi saya dikelitik diseret jatuh ketanah oleh petugas.. akhirnya mereka berhasil membawa ummi , mereka melaju dengan cepat."
"Etta (ayah) saya mengambil motonya (N-max) dan membonceng kami (saya, Adel, Alya) untuk mengejar mobil jenazah tersebut, kami bonceng 4.. Hanya Allah SWT yang mampu melindungi kami agar tidak terjadi kecelakaan di jalan."
"Setiba di tempat pemakaman, kami tidak diizinkan ikut melakukan proses penguburan, dan hanya bisa sampai di gerbang saja. Mereka sungguh tidak ada hati nurani, mereka menguburkan jenazah yang jelas-jelas bukan Covid di penguburan khusus covid dan mempetikannya, Astaghfirullah.."
"Dan setelah melakukan pemakaman, mereka meninggalkan kami begitu saja, seandainya benar ummi kami PDP , tidak adakah tindakan dari tim medis kepada kami.. apalagi kepada saya ? Saya yang menemani ummi di RS hingga meninggal sampai mempertahankan ummi (memeluknya) agar tidak mereka bawa.."
"Saya menuntut keadilan untuk Ummi kami, kami ingin memindahkan jenazah ummi kami yang jelas-jelas NEGATIF Covid.. apa hak Mereka menahan jenazah ummi kami di penguburan itu."
"Saya memohon kepada teman-teman yang membaca tulisan saya, tolong bantu kami , tolong kami mencari keadilan untuk ummi kami."
Sumber: indozone