INDONESIAKININEWS.COM - Mengemukanya isu skenario pelengseran Presiden Joko Widodo seperti skema Megawati Soekarnoputri menjatuhkan Presi...
INDONESIAKININEWS.COM - Mengemukanya isu skenario pelengseran Presiden Joko Widodo seperti skema Megawati Soekarnoputri menjatuhkan Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur pada tahun 2001 dianggap belebihan.
Begitu pandangan aktivis, Satyo Purwanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (6/6).
"Sepertinya ini berlebihan dan justru kentara sekali sedang menjilat kekuasan," kata mantan Sekjen Prodem ini.
Menurut Satyo, kondisi saat ini berbeda dengan 2001 dimana UUD 1945 telah mengalami tiga kali perubahan atau amandemen, yang imbasnya mengurangi kewenangan Majelis Pemusawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Dan pada saat itu (2001) terdapat oposisi yang kuat karena ada aliansi beberapa parpol yang disebut Poros Tengah, dan juga yang sangat berpengaruh terhadap kondisi tersebut adalah terfragmentasinya TNI dan Polri akibat kontraksi kekuasan, sedang hari ini tidak ada indikasi tersebut," papar Satyo.
Pada sisi lain, Satyo menambahkan, sosok Prabowo Subianto yang diasosiasikan tokoh sekaligus agregator kekuatan oposisi justru luntur dengan masuk ke dalam kabinet Jokowi.
Dia justru melihat, saat ini sedang terjadi pergeseran peta koalisi parpol pendukung pemerintah, akan tetapi pergeseran itu justru membuat pemerintahan Jokowi power full di parlemen secara realitas politik.
"Jantung kekuasan Jokowi ada di tiga titik, yaitu Mega, Prabowo dan Jokowi sendiri. Peta inilah yang disebut pergeseran koalisi pasca Pilpres 2019, Jokowi akan terus kuat bila dapat memainkan peran maksimal diantara kedua kekuatan pendukungnya tersebut," tandas Satyo.
S. Rmol