foto: republika INDONESIAKININEWS.COM - Pegiat media sosial Permadi Arya dengan cara parodi di akun Instagram @permadiaktivis2, cukup ...
foto: republika |
INDONESIAKININEWS.COM - Pegiat media sosial Permadi Arya dengan cara parodi di akun Instagram @permadiaktivis2, cukup aktif meng-counter isu-isu yang menyudutkan pemerintahan Presiden Jokowi.
Permadi mengatakan melakukan hal tersebut bukan karena dibayar pihak-pihak tertentu.
"Enggak ada itu ibaratnya buzzerp-buzzerp. Hoaks itu. Yang dibilang saya masih di-sustain, masih diapa, masih dipelihara sebagai buzzerp, itu enggak benar," ujar Permadi dalam wawancara khusus dengan Tagar, Jumat, 19 Juni 2020.
Ia mengatakan memang dirinya dalam Pilpres 2019 dilibatkan dalam tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin. "Tetapi itu cuma sampai selesai pilpres, itu saja."
Walaupun tidak lagi bekerja di sebuah perusahaan, Permadi mendapatkan penghasilan dari aktivitasnya sebagai pembicara di seminar-seminar.
Dulu sebelum menjadi pegiat media sosial, Permadi Arya bekerja di perusahaan Jepang di Jakarta. Ia mengundurkan diri pada 2017.
"Ya hidup sih. Aku ini biar gini-gini aku nih diundang ke Jepang jadi pembicara. Diundang ke Australia jadi pembicara. Diundang ke... kalau domestik enggak usah dibilang lagi kan. Ini aku yang keluar negerinya saja yang aku bilangin. Kemarin terakhir aku diundang ke Hongkong sebelum ada corona. Jadi aku selalu ada undangan kayak gitu, lumayan. Aku sekali diundang jadi pembicara, ya... not bad lah, se... gaji fresh graduate kalahlah sekali honornya itu," tutur Permadi.
Permadi tidak mempunyai posisi di pemerintahan. "Enggak ada. Ngapain pemerintah mempekerjakan saya? he he he. Wong kerjanya cuma cuap-cuap tok di media sosial ha ha ha... enggak bisa kerja ini orang. Bisanya cuma cuap-cuap tok ha ha ha."
Ya karena itu, karena kita tahu Pak Jokowi ini pemimpin yang mengayomi. Mengayomi semua. Enggak cuma kelompok-kelompok mayoritas saja.
Permadi Arya sangat mendukung Presiden Jokowi karena Jokowi seorang pemimpin yang cinta keberagaman, cinta perbedaan, sangat berbhineka.
"Kita ini warga sipil. Kita ini tidak punya bedil. Kita ini tidak punya apa-apa. Warga sipil ini, rakyat jelata ini tidak bisa apa-apa, tidak punya apa-apa. Yang kita punya cuma suara. Yang bisa kita lakukan cuma satu. Kita cuma bisa memastikan orang yang akan membela kita. Kita pastikan itu yang memimpin kita. Vote... voting hak suara kita cuma itu yang kita punya. Jadi ketika saya mendukung Pak Jokowi, ya karena saya tahu alasannya Pak Jokowi adalah pemimpin yang cinta keberagaman, yang cinta perbedaan, yang sangat berbhineka. Sesimpel itu," ujar Permadi.
Permadi Arya menyebut dirinya pembela bhineka tunggal ika terdepan. "Kita di garda depan, membela keberagaman, membela perbedaan. Kita ini orang muslim yang... tahulah kiprahnya Banser itu seperti apa. Kita sampai dikasih gelar penjaga gereja karena kita setiap tahun kita jaga. Memang kita suka jaga gereja di acara Natal, dan itu ada alasan kuat. Karena dulu hampir setiap tahun acara Natal ada gereja yang dibom sama Islam radikal. Sama teroris."
Jadi, kata Permadi, ia punya alasan kuat, "Saya sudah didoktrin seperti itu sebagai anggota Banser. Saya harus membela yang lemah, harus membela umat minoritas, harus membela etnis minoritas. Berapa kali kasus persekusi yang terjadi ketika Rizieq buron ke Arab itu gara-gara kasus chat esek-esek. Kasus persekusi marak sekali karena FPI menyatroni netizen yang ngeledek Rizieq di media sosial. Kan yang dipersekusi rata-rata... maaf ya, etnis minoritas di Jakarta."
Selama masih ada intoleransi, selama masih ada persekusi kepada umat minoritas, kepada etnis minoritas, selama masih ada persekusi terhadap ibadah umat minoritas, Permadi Arya akan selalu ada. "Sebagai muslim, saya akan selalu buka suara, akan selalu vokal. Karena memang itu, itu yang kita peduli."
Di situlah letak relevansi kenapa ia mendukung Presiden Jokowi. "Ya karena itu, karena kita tahu Pak Jokowi ini pemimpin yang mengayomi. Mengayomi semua. Enggak cuma kelompok-kelompok mayoritas saja, tetapi juga mengayomi umat minoritas, mengayomi etnis minoritas."
Sumber: tagar