foto: tribunnews INDONESIAKININEWS.COM - Dokter Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai pendapat Gubernur D...
foto: tribunnews |
INDONESIAKININEWS.COM - Dokter Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai pendapat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan janggal.
Ia mengemukakan itu setelah mendengar Anies Baswedan mengatakan Jakarta telah melewati puncak pandemi Covid-19.
"Itu teori yang agak aneh," kata Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini kepada Tagar, Jakarta, Senin, 22 Juni 2020.
Menurut Miko, suatu daerah mencapai puncak kasus pandemi jika kasus barunya nol. Setelah mencapai nol, kurva kasusnya menurun.
"Kalau kasus baru itu nol, berarti itu puncak dari kurva epidemik. Jadi dia akan mentok di situ baru turun," katanya.
Penurunan, kata dia, membutuhkan syarat intervensi pemerintah. Tapi Jakarta telah melonggarkan pembatasan sejak 5 Juni 2020.
"Sekarang intervensinya dibebaskan, jadi saya nggak yakin kasusnya turun," ujarnya.
Miko mencontohkan kebijakan Jakarta membuka hari bebas berkendaraan bermotor atau car free day (CFD) pada Minggu, 21 Juni 2020.
Kebijakan ini mengundang kerumunan dan memperlihatkan sebagian warga tidak menggunakan masker. Dua warga di CFD yang melakukan tes cepat ternyata reaktif.
Kemarin, Anies Baswedan menyatakan proses transisi Jakarta berlangsung aman dari lonjakan kasus pandemi dan wabah terkendali. Ia juga menyebut Jakarta melewati puncaknya.
"Alhamdulillah saat merayakan ulang tahun Jakarta pandemi di kota ini sudah lebih terkendali. Jadi kita sudah masa transisi, puncaknya sudah terlewati," kata Anies di sebuah stasiun televisi swasta, Senin 22 Juni 2020.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, kata Miko, juga pernah memprediksi puncak corona di wilayahnya pada akhir Mei 2020.
Namun ternyata itu tidak terjadi dan Pemprov Jawa Timur merevisi dengan menyatakan puncak pandemi diperkirakan terjadi pada akhir bulan ini.
"Jawa Timur mengatakan ini puncaknya nih, makanya kasusnya tinggi terus, kemudian Jakarta ikutan," katanya.
Oleh karena itu, bagi Miko, gelombang pertama di Jakarta belum selesai bahkan belum melewati puncaknya. Kasus baru di Jakarta yang bertambah setiap hari masih melampaui seratus.
Jadi kalau terjadi outbreak - lonjakan dua kali lipat - berarti dari 500 kasus per pekan menjadi seribu kasus. "Ini kan serem," ucapnya.
Kemarin, 22 Juni 2020, kasus baru di Jakarta sebanyak 127. Dua hari sebelumnya bahkan mencapai 178 kasus.
Padahal, menurut Miko, Jakarta dapat dikatakan mulai aman jika kasus barunya tidak lagi mencapai seratus per pekan.
Sumber: tagar