INDONESIAKININEWS.COM - Penolakan warga terhadap rapid test massal masih kerap terjadi di berbagai daerah. Di Kota Ambon, Maluku warg...
INDONESIAKININEWS.COM - Penolakan warga terhadap rapid test massal masih kerap terjadi di berbagai daerah.
Di Kota Ambon, Maluku warga nekat memblokade jalan masuk kampung dengan tumpukan kayu, bangku dan seng.
Sedangkan di Bogor, pedagang pasar di Cileungsi sempat mengusir petugas medis yang hendak melakukan rapid test massal terhadap mereka.
Berikut sederet aksi warga tolak rapid test di sejumlah daerah:
1. Rombongan tenaga medis diusir pedagang pasar
Pada 10 Juni 2020, rombongan tenaga medis diusir oleh pedagang pasar di Cileungsi, Bogor ketika akan melakukan rapid test massal ketiga kalinya.
Kejadian pengusiran itu rupanya direkam oleh seseorang dan viral di media sosial.
Saat dikonfirmasi, peristiwa pengusiran itu dibenarkan oleh Staf Humas dan Keamanan Pasar Rakyat Cileungsi Ujang Rasmadi.
Alasan pedagang mengusir petugas medis lantaran hasil tes sebelumnya dinilai rancu.
Kerancuan itu diyakini berimbas pada keresahan masyarakat hingga membuat pedagang merugi karena sepi pembeli.
Jumlah kerugian, kata Ujang, bisa mencapai ratusan juta.
"Makanya saya bilang berilah data yang akurat, sehingga pasar kami ini jangan dipermainkan terus, anjlok pedagang kami, jatuh nama baiknya, itu yang menjadi amarahnya pedagang kemarin," kata Ujang.
Rapid test massal ini terus digencarkan petugas usai ditemukannya kasus Covid-19 di Pasar Cileungsi Bogor.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bogor Syarifah Sofiah mengemukakan, rapid test merupakan bentuk kepedulian Pemkab Bogor pada keberlanjutan Pasar Cileungsi.
Menurut Syarifah tidak seharusnya pedagang menolaknya.
Berdasarkan data tim gugus tugas, pada awal Juni ada 16 orang positif terinfeksi Covid-19 dari klaster Pasar Cileungsi Bogor.
Bahkan tak hanya mengenai pedagang, ada sejumlah pihak keluarga pedagang hingga pembeli yang terkonfirmasi positif.
Medio Juni 2020, jumlah kasus positif dari klaster tersebut bertambah menjadi 33 orang.
Usai para pedagang diberikan edukasi mengenai Covid-19, Dinkes Bogor memastikan pedagang bersedia menjalani tes.
2. Blokade jalan dengan kayu
Di Ambon, Maluku, sejumlah warga di kawasan Pohon Mangga, Air Salabor, Kecamatan Nusaniwe melakukan aksi tolak rapid test.
Mereka kompak memblokade jalan masuk menuju kampung menggunakan tumpukan kayu, bangku dan seng.
Penolakan terjadi lantaran warga meyakini semua orang di wilayah mereka dalam kondisi sehat.
Tak hanya berteriak, warga pun membentangkan sejumlah pamflet ketika tim medis datang dan berusaha melakukan negosiasi.
"Tidak perlu ada rapid test di sini, kita semua di sini sehat. Kampung ini bukan kampung virus," tutur warga.
Sedangkan menurut kepala pemuda setempat, Muhamad Borut menceritakan, warga berpikir jika hasil rapid test selalu positif.
Setelah rapid test pun akan selalu berakhir dengan karantina.
Kurangnya pemahaman tersebut memicu aksi protes.
"Masyarakat berpikirnya begitu, kalau di-rapid test pasti positif, karena memang yang mereka tangkap dari Gugus Tugas selama ini yang disampaikan itu hasil rapid test positif sekian dan bukan hasil rapid test reaktif," kata Borut.
Upaya rapid test di kawasan itu dilakukan menyusul temuan adanya 6 warga yang dinyatakan positif Covid-19.
3. Geruduk kantor lurah
Di Jakarta Pusat, warga satu RW menggeruduk Kantor Kelurahan Kramat, Jakarta Pusat untuk menolak rencana rapid test pada 25 Juni 2020 mendatang.
Seorang warga, Eko mengatakan tak adanya sosialisasi berujung pada keresahan dan penolakan warga.
"Kita menolak karena tidak adanya sosialisasi ke warga apa itu rapid test sehingga warga resah," ujar dia, seperti dilansir Kompas TV.
Eko mengatakan warga sempat memasang spanduk berisi penolakan rapid test. Namun justru berujung gesekan hingga warga mendatangi kantor lurah setempat.
"Kita memasang spanduk penolakan. Ketika pasang spanduk, Satpol PP menurunkan spanduk tanpa koordinasi dengan warga, warga marah," kata dia.
Sedangkan Lurah Kramat Agus Yahya mengemukakan, peristiwa ini terjadi lantaran kesalahpahaman.
"Ini ada miskomunikasi saja karena kami sudah menyampaikan kita juga nantinya ada sosialisasi. Kami juga koordinasikan dengan puskesmas," tutur dia.
Sumber: kompas